Keamanan Obat Selama Kehamilan

OlehRavindu Gunatilake, MD, Valley Perinatal Services;
Avinash S. Patil, MD, University of Arizona College of Medicine
Ditinjau OlehOluwatosin Goje, MD, MSCR, Cleveland Clinic, Lerner College of Medicine of Case Western Reserve University
Ditinjau/Direvisi Nov 2023 | Dimodifikasi Jul 2024
v809905_id

Selama kehamilan, wanita mungkin perlu meminum obat-obatan untuk mengobati kondisi kesehatan baru atau yang sudah ada. Vitamin tertentu juga dianjurkan selama kehamilan. Sebelum mengonsumsi obat apa pun (termasuk obat yang dijual bebas) atau suplemen makanan (termasuk obat-obatan herbal), wanita hamil harus berkonsultasi dengan dokter. Wanita yang saat ini meminum obat dan berencana untuk hamil harus berkonsultasi dengan dokter sebelum kehamilan, jika memungkinkan, untuk melihat apakah obat-obatan tersebut perlu dihentikan atau diganti. (Lihat juga Centers for Disease Control and Prevention: Medicine and Pregnancy.)

Obat-obatan atau zat lain yang diminum oleh ibu hamil dapat mencapai janin melalui plasenta, rute yang sama dengan yang dilalui oksigen dan nutrisi, yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Namun demikian, yang tidak melalui plasenta tetap dapat membahayakan janin dengan cara memengaruhi rahim atau plasenta.

Obat-obatan atau zat lain yang dikonsumsi wanita hamil selama kehamilan dapat memengaruhi janin dengan beberapa cara:

  • Tidak berdampak pada janin dan perkembangannya

  • Berdampak langsung pada janin, menyebabkan kerusakan, kelainan perkembangan (menyebabkan cacat lahir), atau kematian

  • Mengubah fungsi plasenta, biasanya dengan menyebabkan pembuluh darah menyempit (mengerut) dan dengan demikian mengurangi suplai oksigen dan nutrisi ke janin dari ibu (terkadang menyebabkan bayi kekurangan berat badan dan kurang berkembang)

  • Menyebabkan otot-otot rahim berkontraksi dengan kuat, secara tidak langsung mencederai janin dengan mengurangi pasokan darahnya atau memicu persalinan prematur dan kelahiran

  • Memengaruhi janin secara tidak langsung (misalnya obat-obatan yang menurunkan tekanan darah ibu dapat menurunkan aliran darah ke plasenta sehingga menurunkan suplai oksigen dan nutrisi ke janin)

Beberapa obat tetap berada di dalam tubuh dan dapat memiliki efek setelah dihentikan. Misalnya, isotretinoin, obat yang digunakan untuk mengobati gangguan kulit, disimpan dalam lemak di bawah kulit dan dilepaskan secara perlahan selama berminggu-minggu. Isotretinoin dapat menyebabkan cacat lahir jika seorang wanita hamil dalam waktu 2 minggu setelah pengobatan dihentikan. Oleh karena itu, wanita disarankan untuk menunggu setidaknya 3 sampai 4 minggu setelah obat dihentikan sebelum mereka hamil.

Cara Obat Menembus Plasenta

Sebagian pembuluh darah janin terdapat dalam jaringan kecil seperti rambut (vili) dari plasenta yang membentang ke dinding rahim. Darah ibu melewati ruang di sekitar vili (ruang intervilus). Hanya membran tipis (membran plasenta) yang memisahkan darah ibu di ruang intervilus dari darah janin di dalam vili. Obat-obatan dalam darah ibu dapat menembus membran ini ke dalam pembuluh darah di vili dan melewati tali pusat ke janin.

Pengaruh obat terhadap janin bergantung pada

  • Tahap perkembangan janin

  • Kekuatan dan dosis obat

  • Permeabilitas plasenta (seberapa mudah zat-zat menembusnya)

  • Faktor genetik pada wanita hamil, yang memengaruhi berapa banyak obat yang aktif dan tersedia

  • Kesehatan wanita hamil (misalnya, mual dan muntah dapat menurunkan penyerapan obat yang dikonsumsi melalui mulut)

Tabel
Tabel

Lembaga pemerintah yang mengawasi keamanan obat dapat mengklasifikasikan obat berdasarkan pengetahuan terkini tentang keamanan selama kehamilan. Di Amerika Serikat, US Food and Drug Administration (FDA) memberikan informasi tentang keamanan obat dalam kehamilan (lihat FDA: Medicine and Pregnancy). Pengetahuan tentang keamanan obat dalam kehamilan didasarkan pada penelitian pada manusia dan hewan serta pada efek samping yang dilaporkan oleh orang-orang yang telah menggunakan obat-obat tersebut. Secara umum, dokter menyarankan wanita hamil untuk meminum obat berdasarkan penelitian yang ada, pentingnya obat bagi kesehatan wanita hamil, dan apakah ada pengobatan lain yang memiliki risiko lebih kecil terhadap wanita hamil atau janin. Obat diberikan selama kehamilan jika manfaatnya lebih besar daripada risikonya.

Tabel
Tabel

Vaksin Selama Kehamilan

Imunisasi sama efektifnya pada wanita hamil seperti pada orang yang tidak hamil. (Lihat jugaCenters for Disease Control and Prevention (CDC): Pregnancy and Vaccination.)

Vaksin yang dibuat dengan virus hidup (seperti vaksin rubella dan vaksin varicella) tidak diberikan kepada wanita yang sedang atau mungkin sedang hamil.

Vaksin lain (seperti vaksin untuk kolera, hepatitis A, hepatitis B, sampar, rabies, dan tifus) diberikan kepada wanita hamil hanya jika mereka memiliki risiko besar terkena infeksi tersebut dan jika risiko efek samping dari vaksin tersebut rendah.

Beberapa vaksin yang dianggap aman pada wanita hamil dan direkomendasikan selama kehamilan meliputi

Bukti mengenai keamanan dan efektivitas vaksinasi COVID-19 selama kehamilan terus bertambah. Data ini menunjukkan bahwa manfaat menerima vaksin COVID-19 lebih besar dari pada risiko vaksinasi yang ditemukan atau yang akan terjadi selama kehamilan. (Lihat jugaCDC: COVID-19 Vaccines While Pregnant or Breastfeeding.)

Pada Agustus 2023, US Food and Drug Administration (FDA) AS menyetujui penggunaan vaksin virus sinsitial pernapasan (respiratory syncytial virus, RSV) pada wanita hamil dengan usia kehamilan 32 hingga 36 minggu, namun dengan peringatan untuk menghindari penggunaannya sebelum usia kehamilan 32 minggu (lihat FDA Approves First Vaccine for Pregnant Individuals to Prevent RSV in Infants).

Obat-obatan yang Digunakan untuk Mengobati Gangguan Jantung dan Pembuluh Darah Selama Kehamilan

Obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah tinggi (antihipertensi) mungkin diperlukan oleh wanita hamil yang pernah mengalami tekanan darah tinggi sebelum kehamilan atau yang mengalaminya selama kehamilan. Kedua jenis tekanan darah tinggi tersebut meningkatkan risiko masalah bagi wanita selama kehamilan (seperti preeklampsia) dan janin (lihat Tekanan Darah Tinggi Selama Kehamilan). Namun, antihipertensi dapat mengurangi aliran darah ke plasenta jika penurunan tekanan darah terjadi terlalu cepat pada wanita hamil. Wanita hamil yang harus minum obat ini dipantau secara ketat.

Beberapa jenis antihipertensi, seperti penghambat enzim pengubah angiotensin (angiotensin-converting enzym, ACE) dan diuretik tiazid, biasanya tidak diberikan kepada wanita hamil. Obat-obatan ini dapat menyebabkan masalah serius pada janin, seperti kerusakan ginjal, pertumbuhan yang tidak sesuai sebelum kelahiran (pertumbuhan terbatas), dan cacat lahir. Spironolakton juga tidak diberikan kepada wanita hamil. Obat ini dapat menyebabkan perkembangan karakteristik feminin (feminisasi) pada janin laki-laki.

Digoksin, digunakan untuk mengobati gagal jantung dan beberapa irama jantung yang tidak normal, dapat menembus plasenta dengan mudah. Namun, dengan dosis yang biasa diberikan, digoksin biasanya hanya berdampak kecil pada bayi sebelum atau sesudah lahir.

Antidepresan Selama Kehamilan

Depresi klinis banyak terjadi selama kehamilan dan, oleh karena itu, antidepresan, terutama penghambat reuptake serotonin selektif (selective serotonin reuptake, SSRI) tertentu seperti sertralin, banyak digunakan selama kehamilan. Untuk wanita hamil, manfaat pengobatan depresi biasanya lebih besar daripada risikonya.

Paroksetin tampaknya meningkatkan risiko cacat lahir jantung. Jadi apabila ibu hamil meminum paroksetin, maka ekokardiografi harus dilakukan untuk mengevaluasi jantung janin. Namun, SSRI lain tidak meningkatkan risiko ini.

Jika wanita hamil meminum antidepresan, bayi baru lahir dapat mengalami gejala putus obat (seperti iritabilitas dan gemetar) setelah kelahiran. Untuk mencegah gejala ini, dokter dapat secara bertahap mengurangi dosis antidepresan selama trimester ketiga dan menghentikan obat sebelum bayi lahir. Namun demikian, jika seorang wanita mengalami tanda-tanda depresi yang signifikan atau jika gejala memburuk seiring penurunan dosis, antidepresan harus dilanjutkan. Depresi selama kehamilan dapat menyebabkan depresi pascapartum, yang melibatkan perubahan suasana hati yang serius dan membutuhkan pengobatan.

Obat-obatan Antivirus Selama Kehamilan

Beberapa obat antivirus (seperti zidovudin dan ritonavir untuk infeksi HIV) telah digunakan dengan aman selama bertahun-tahun untuk kehamilan. Namun demikian, obat antivirus tertentu dapat menyebabkan masalah pada janin. Sebagai contoh, beberapa bukti menunjukkan bahwa jika beberapa program pengobatan HIV dengan kombinasi obat antivirus diberikan selama trimester pertama, risiko bibir dan langit-langit sumbing dapat meningkat.

Bagi wanita hamil dengan COVID-19 ringan hingga sedang, tim pengobatannya dapat mendiskusikan risiko dan manfaatnya serta memutuskan apakah nirmatrelvir-ritonavir atau remdesivir dianggap tepat. Untuk pasien hamil yang dirawat inap karena COVID-19, penggunaan baricitinib atau tocilizumab juga dapat dipertimbangkan. Umumnya, para ahli menyarankan agar kekhawatiran teoretis tentang keamanan obat antivirus selama kehamilan tidak boleh mencegah penggunaannya pada wanita hamil.

Jika wanita hamil terjangkit influenza, ia harus mencari pengobatan sesegera mungkin karena mengobati influenza dalam waktu 48 jam setelah gejala mulai muncul adalah yang paling efektif. Meskipun demikian, pengobatan yang dilakukan kapan saja selama infeksi dapat mengurangi risiko komplikasi yang parah. Tidak ada penelitian tentang zanamivir dan oseltamivir yang dirancang dengan baik yang dilakukan terhadap wanita hamil. Meskipun demikian, banyak penelitian berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa mengobati wanita hamil dengan zanamivir atau oseltamivir tidak meningkatkan risiko efek berbahaya. Hanya ada sedikit atau tidak ada informasi tentang penggunaan obat influenza lainnya selama kehamilan.

Asiklovir yang dikonsumsi melalui mulut atau dioleskan ke kulit, biasanya untuk mengobati virus herpes simpleks, tampak aman selama kehamilan.

Obat-obatan yang Digunakan Selama Persalinan dan Kelahiran

Obat-obatan yang digunakan untuk meredakan nyeri selama kehamilan (seperti anestesi lokal dan opioid) biasanya menembus plasenta dan dapat memengaruhi bayi baru lahir. Misalnya, obat-obatan itu dapat melemahkan dorongan bayi baru lahir untuk bernapas. Oleh karena itu, jika obat-obatan ini diperlukan selama persalinan, obat-obatan ini diberikan dalam dosis efektif terkecil.

Uji Pengetahuan Anda
Uji Pengetahuan AndaTake a Quiz!