Susunan Genetik dan Respons terhadap Medikasi

OlehShalini S. Lynch, PharmD, University of California San Francisco School of Pharmacy
Ditinjau OlehEva M. Vivian, PharmD, MS, PhD, University of Wisconsin School of Pharmacy
Ditinjau/Direvisi Dimodifikasi Mar 2025
v715897_id

Perbedaan dalam susunan genetik (yang diwariskan) di antara individu memengaruhi cara tubuh merespons medikasi dan pengaruh medikasi terhadap tubuh. Penelitian tentang perbedaan genetik dalam respons terhadap medikasi disebut farmakogenetik. Dalam beberapa kasus, kadar enzim yang memetabolisme medikasi dapat diukur sebelum memulai terapi. Hal ini harus dipertimbangkan sebelum meresepkan.

Karena susunan genetiknya, sebagian orang memproses (memetabolisme) medikasi secara perlahan. Akibatnya, medikasi dapat terakumulasi dalam tubuh, sehingga menyebabkan toksisitas. Orang lain memetabolisme medikasi begitu cepat sehingga setelah mereka meminum dosis yang biasa, kadar obat dalam darah tidak pernah cukup tinggi agar medikasi tersebut bekerja efektif.

Pada sebagian orang di Amerika Serikat, N-asetiltransferase, enzim hati yang memetabolisme medikasi tertentu, bekerja secara perlahan. Orang-orang tersebut disebut asetilator lambat. Medikasi, seperti isoniazid (yang digunakan untuk mengobati tuberkulosis), yang dimetabolisme oleh enzim ini cenderung mencapai kadar yang lebih tinggi dalam darah dan tetap berada di dalam tubuh lebih lama pada asetilator lambat dibandingkan pada orang yang kerja metabolisme enzim ini cepat (asetilator cepat).

Sebagian orang lainnya memiliki kadar pseudokolinesterase yang rendah, enzim darah yang menonaktifkan medikasi, seperti suksinilkolin, yang terkadang diberikan untuk melemaskan otot sementara waktu selama prosedur pembedahan. Jika suksinilkolin tidak dinonaktifkan dengan cepat, relaksasi otot dapat berlangsung lama, dan orang mungkin tidak dapat bernapas sendiri segera setelah pembedahan seperti biasa. Mereka mungkin memerlukan ventilator untuk waktu yang lama.

Sebagian orang Afrika atau Kulit Hitam Amerika mengalami defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), enzim yang melindungi sel darah merah dari bahan kimia beracun tertentu. Misalnya, pada orang dengan defisiensi G6PD, beberapa jenis medikasi (seperti klorokuin dan primakuin, yang digunakan untuk mengobati malaria) akan menghancurkan sel darah merah dan menyebabkan anemia hemolitik.

Sebagian orang memiliki cacat genetik yang membuat otot terlalu sensitif terhadap anestesi inhalasi tertentu seperti halotan, isofluran, dan sevofluran. Ketika orang-orang tersebut diberi salah satu anestesi ini bersama relaksan otot (biasanya suksinilkolin), gangguan yang mengancam jiwa yang disebut hipertermia ganas dapat terjadi. Kondisi ini menyebabkan demam yang sangat tinggi. Otot menjadi kaku, jantung berdetak cepat, dan tekanan darah menurun drastis.

Uji Pengetahuan Anda
Uji Pengetahuan AndaTake a Quiz!