Artritis Reumatoid (RA)

OlehKinanah Yaseen, MD, Cleveland Clinic
Ditinjau OlehBrian F. Mandell, MD, PhD, Cleveland Clinic Lerner College of Medicine at Case Western Reserve University
Ditinjau/Direvisi Apr 2024 | Dimodifikasi Apr 2025
v42284322_id

Artritis reumatoid adalah salah satu jenis artritis inflamatori yang menyebabkan peradangan pada sendi, biasanya di tangan dan kaki, sehingga menimbulkan pembengkakan, nyeri, dan biasanya kerusakan sendi.

  • Sistem imun merusak sendi dan jaringan ikat.

  • Sendi (biasanya sendi kecil pada lengan dan tungkai) menjadi nyeri dan kaku selama lebih dari 60 menit ketika bangun tidur atau setelah tidak melakukan aktivitas apa pun.

  • Demam, pelemahan, dan kerusakan pada organ lain juga dapat terjadi.

  • Diagnosis gangguan ini didasarkan pada gejala, tes darah untuk antibodi rheumatoid factor dan anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP), dan sinar-x.

  • Pengobatan gangguan ini mencakup olahraga dan pemasangan bidai, obat-obatan (obat antiinflamasi nonsteroid, obat antirematik pemodifikasi penyakit, dan obat imunosupresan), dan terkadang tindakan bedah.

Artritis reumatoid terjadi pada sekitar 0,5% populasi dunia, terlepas dari ras atau negara asalnya, dan kasus pada wanita 2 hingga 3 kali lebih banyak daripada kasus pada pria. Artritis reumatoid biasanya pertama kali muncul antara usia 35 dan 50 tahun, tetapi dapat terjadi pada usia berapa pun. Gangguan yang serupa dengan artritis reumatoid dapat terjadi pada anak. Penyakit ini kemudian disebut artritis idiopatik juvenil. Namun, prognosis untuk artritis idiopatik juvenil biasanya agak berbeda.

Penyebab pasti dari artritis reumatoid tidak diketahui. Penyakit ini dianggap sebagai penyakit autoimun. Komponen sistem imun menyerang jaringan lunak yang melapisi sendi (jaringan sinovial) dan juga dapat menyerang jaringan ikat di banyak bagian tubuh lainnya, seperti pembuluh darah dan paru-paru. Pada akhirnya, tulang rawan, tulang, dan ligamen sendi akan terkikis sehingga menyebabkan deformitas, ketidakstabilan, dan jaringan parut di dalam sendi. Sendi tersebut memburuk pada tingkat yang bervariasi. Banyak faktor yang dapat memengaruhi pola penyakit ini, termasuk kecenderungan genetik. Faktor lingkungan yang tidak diketahui (seperti infeksi virus dan merokok) juga dianggap berpengaruh.

Faktor risiko artritis reumatoid mencakup:

  • Merokok

  • Obesitas

  • Perubahan dalam mikrobioma (kelompok mikroorganisme yang biasanya hidup di bagian tubuh tertentu, seperti saluran pencernaan, mulut, dan paru-paru)

  • Penyakit periodontal (periodontitis)

Tahukah Anda...

  • Meski sebagian penderita artritis reumatoid mendapati bahwa makanan tertentu dapat menyebabkan kambuhnya gangguan ini, tidak ada makanan tertentu yang terbukti menyebabkan kambuhnya gangguan ini atau mencegah radang dan kerusakan sendi.

Gejala Artritis Reumatoid

Penderita artritis reumatoid dapat mengalami

  • Gejala yang relatif ringan

  • Kekambuhan secara berkala dengan periode remisi yang panjang (di mana penyakit tidak aktif)

  • Penyakit yang parah dan terus berkembang dengan cepat maupun lambat

Artritis reumatoid dapat terjadi secara tiba-tiba dan ditandai dengan banyak sendi yang mengalami peradangan secara bersamaan. Perkembangan penyakit ini lebih sering terjadi dengan lamban, lalu secara bertahap memengaruhi beberapa sendi yang berbeda. Inflamasi yang ditimbulkan biasanya bersifat simetris dan memengaruhi persendian di kedua sisi tubuh dengan kadar yang kurang lebih sama. Artritis reumatoid dapat memengaruhi sendi mana pun, tetapi yang paling sering terpengaruh adalah sendi kecil pada

  • Tangan

  • Pergelangan tangan

  • Jari tangan

  • Kaki

  • Jari Kaki

Sendi lainnya yang umumnya terpengaruh adalah

  • Lutut

  • Bahu

  • Siku

  • Pergelangan kaki

  • Pinggul

Artritis reumatoid juga dapat memengaruhi leher. Tulang belakang bawah dan sendi di ujung jari tidak terpengaruh.

Sendi yang mengalami peradangan biasanya terasa nyeri dan kaku, terutama ketika bangun tidur (kekakuan tersebut biasanya berlangsung lebih dari 60 menit) atau setelah tidak melakukan aktivitas apa pun dalam waktu lama. Sebagian penderita merasa lelah dan lemah, terutama di sore hari. Artritis reumatoid dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan yang disertai dengan penurunan berat badan dan demam ringan.

Sendi yang terpengaruh sering kali terasa nyeri, hangat, dan membesar karena pembengkakan jaringan lunak yang melapisi sendi (sinovitis) dan terkadang karena akumulasi cairan di dalam sendi (cairan sinovial). Sendi yang terpengaruh dapat mengalami deformitas dengan cepat. Sendi yang terpengaruh dapat terkunci dalam satu posisi sehingga tidak dapat ditekuk atau diluruskan sepenuhnya sehingga menyebabkan terbatasnya rentang gerak. Jari tangan mungkin akan bergeser sedikit dari posisi normalnya ke arah jari kelingking sehingga tendon pada jari-jari tersebut dapat bergeser dari tempatnya atau mengalami deformitas lainnya (lihat deformitas leher angsa dan deformitas boutonnière).

Saat Jari Tertekuk secara Abnormal

Beberapa gangguan, seperti artritis reumatoid, dan cedera dapat menyebabkan jari tertekuk secara abnormal. Pada deformitas leher angsa, sendi di pangkal jari menekuk ke dalam (fleksi), sendi tengah meluruskan (ekstensi), dan sendi terluar membengkok ke dalam (fleksi). Pada deformitas Boutonniere, sendi jari tengah ditekuk ke dalam (ke arah telapak tangan), dan sendi jari terluar ditekuk keluar (jauh dari telapak tangan).

Pergelangan tangan yang bengkak dapat menekan saraf dan menyebabkan mati rasa atau kesemutan akibat sindrom lorong karpal.

Kista yang dapat terjadi di belakang lutut yang terpengaruh dapat pecah sehingga menyebabkan nyeri dan pembengkakan pada tungkai bagian bawah. Hingga 30% penderita artritis reumatoid mengalami benjolan keras tepat di bawah kulit (yang disebut nodul reumatoid), biasanya di dekat titik tekanan (seperti bagian belakang lengan di dekat siku).

Meski jarang, artritis reumatoid dapat menyebabkan peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis). Vaskulitis mengurangi pasokan darah ke jaringan dan dapat menyebabkan kerusakan saraf atau luka pada tungkai (ulkus). Inflamasi pada membran yang menutupi paru-paru (pleura) atau selaput di sekitar jantung (perikardium) atau peradangan dan jaringan parut pada paru-paru atau jantung dapat menyebabkan nyeri dada atau sesak napas. Sebagian penderita mengalami pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati), sindrom Felty (jumlah sel darah putih rendah dan pembesaran limpa), sindrom Sjögren (mulut dan mata kering), penipisan bagian putih mata (sklera), atau mata merah karena iritasi akibat peradangan (episkleritis).

Artritis reumatoid juga dapat memengaruhi leher sehingga membuat tulang tidak stabil, dan meningkatkan risiko tulang memberikan tekanan pada sumsum tulang belakang. Keterlibatan leher sering terjadi pada artritis reumatoid yang telah berlangsung lama dan aktif, dan biasanya menyebabkan sakit kepala serta nyeri dan kekakuan, terkadang disertai dengan nyeri yang menjalar ke lengan atau tungkai.

Penderita artritis reumatoid memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit arteri koroner dini dan penyakit tulang, seperti osteopenia dan osteoporosis.

Artritis Reumatoid
Deformitas Leher Angsa
Deformitas Leher Angsa

Pada deformitas leher angsa, jari membentuk bentuk lengkung, seperti leher angsa.

Pada deformitas leher angsa, jari membentuk bentuk lengkung, seperti leher angsa.

PERPUSTAKAAN FOTO SAINS

Deformitas Boutonnière
Deformitas Boutonnière

Foto ini menunjukkan deformitas boutonnière (lubang kancing) pada jari manis.

Foto ini menunjukkan deformitas boutonnière (lubang kancing) pada jari manis.

© Springer Science+Business Media

Deformitas Boutonniere pada Artritis Reumatoid
Deformitas Boutonniere pada Artritis Reumatoid

Foto ini menunjukkan beberapa deformitas boutonniere pada jari dan ibu jari pada seseorang dengan artritis reumatoid tingkat lanjut.

Foto ini menunjukkan beberapa deformitas boutonniere pada jari dan ibu jari pada seseorang dengan artritis reumatoid ti

... baca selengkapnya

Atas izin penerbit. Dari Matteson E, Mason T: Atlas of Rheumatology. Diedit oleh G. Hunder. Philadelphia, Current Medicine, 2005.

Nodul Reumatoid (Kaki)
Nodul Reumatoid (Kaki)

Foto ini menunjukkan benjolan (nodul reumatoid) pada telapak kaki penderita artritis reumatoid.

Foto ini menunjukkan benjolan (nodul reumatoid) pada telapak kaki penderita artritis reumatoid.

DR P. MARAZZI/PERPUSTAKAAN FOTO SAINS

Nodul Reumatoid (Tangan)
Nodul Reumatoid (Tangan)

Foto ini menunjukkan benjolan keras di bawah kulit (nodul reumatoid) pada sendi tangan penderita artritis reumatoid.

Foto ini menunjukkan benjolan keras di bawah kulit (nodul reumatoid) pada sendi tangan penderita artritis reumatoid.

DR P. MARAZZI/PERPUSTAKAAN FOTO SAINS

Diagnosis Artritis Reumatoid

  • Tes darah

  • Tes pencitraan (sinar-x, ultrasonografi, atau pencitraan resonansi magnetik [MRI])

  • Pemeriksaan cairan sendi

Selain pola karakteristik gejala yang penting, dokter juga mengikuti kriteria yang sudah ditetapkan saat mengevaluasi artritis reumatoid pada pasien. Dokter mencurigai adanya artritis reumatoid pada seseorang yang mengalami lebih dari satu sendi dengan pembengkakan lapisan sendi yang jelas yang tidak disebabkan oleh gangguan lain. Dokter mendiagnosis artritis reumatoid jika seseorang memiliki kombinasi kriteria berikut:

  • Keterlibatan sendi-sendi yang paling umum terkena artritis reumatoid

  • Tingginya kadar antibodi rheumatoid factor, antibodi anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP), atau keduanya dalam darah

  • Tingginya kadar protein C-reaktif dalam darah, laju endap darah (ESR), atau keduanya

  • Gejala yang telah berlangsung setidaknya selama 6 minggu

Dokter melakukan tes darah untuk menentukan kadar antibodi rheumatoid factor dan antibodi anti-CCP seseorang, dan biasanya juga kadar protein C-reaktif , ESR, atau keduanya. Dokter juga dapat melakukan pemeriksaan sinar-x pada tangan, pergelangan tangan, dan persendian yang terpengaruh. Pemeriksaan sinar-x terkadang menunjukkan perubahan karakteristik pada sendi akibat artritis reumatoid. Pemeriksaan ultrasonografi dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) juga dapat mendeteksi abnormalitas sendi pada tahap awal tetapi tidak selalu diperlukan.

Dokter juga dapat memasukkan jarum ke dalam sendi untuk mengambil sampel cairan sinovial, cairan kental yang melumasi sendi dan mengurangi gesekan. Cairan tersebut diperiksa untuk menentukan adanya kesesuaian dengan ciri-ciri artritis reumatoid dan mengesampingkan gangguan lain yang menyebabkan gejala mirip artritis reumatoid. Cairan sinovial perlu dianalisis untuk memastikan bahwa individu menderita artritis reumatoid, tetapi tidak selalu perlu dianalisis setiap kali terjadi pembengkakan sendi akibat kambuhnya gangguan ini.

Tes darah

Banyak penderita artritis reumatoid yang memiliki antibodi yang khas dalam darah mereka, seperti antibodi rheumatoid factor dan anti-CCP. Namun, dokter tidak hanya mengandalkan tes darah untuk mendiagnosis artritis reumatoid.

Rheumatoid factor ditemukan pada 70% penderita artritis reumatoid. Rheumatoid factor juga ditemukan pada beberapa penyakit lain, seperti kanker, lupus eritematosus sistemis, hepatitis, dan beberapa infeksi lainnya. Sebagian individu tanpa gangguan apa pun, terutama lansia, juga memiliki antibodi rheumatoid factor dalam darah mereka.)

Antibodi anti-CCP ditemukan pada lebih dari 75% penderita artritis reumatoid dan hampir tidak pernah ditemukan pada orang yang tidak menderita artritis reumatoid. Adanya antibodi anti-CCP dan rheumatoid factor, terutama pada perokok, mengindikasikan bahwa artritis mereka akan menjadi lebih parah.

Penderita artritis reumatoid biasanya memiliki kadar protein C-reaktif yang tinggi. Kadar protein C-reaktif (protein yang bersirkulasi dalam darah) meningkat drastis jika terjadi peradangan. Kadar protein C-reaktif yang tinggi dapat mengindikasikan bahwa penyakit ini aktif.

ESR mengalami peningkatan pada 90% penderita artritis reumatoid aktif. ESR adalah tes peradangan lain yang mengukur laju pengendapan sel darah merah ke bagian bawah tabung uji yang berisi darah. Namun, peningkatan ESR, kadar protein C-reaktif, atau keduanya juga terjadi pada banyak gangguan lainnya. Dokter dapat memantau ESR atau kadar protein C-reaktif untuk menentukan apakah penyakit ini aktif.

Uji Lab

Sebagian besar penderita artritis reumatoid mengalami anemia ringan (kekurangan sel darah merah). Jumlah sel darah putih jarang menurun secara tidak normal. Ketika penderita artritis reumatoid memiliki jumlah sel darah putih yang rendah dan limpa yang membesar, gangguan ini disebut sindrom Felty.

Pengobatan Artritis Reumatoid

  • Obat-obatan

  • Tindakan perbaikan gaya hidup, seperti istirahat, pola makan, olahraga, dan berhenti merokok

  • Fisioterapi dan terapi okupasi

  • Terkadang pembedahan

Pengobatan gangguan ini mencakup tindakan sederhana dan konservatif selain penggunaan obat-obatan dan tindakan bedah. Tindakan sederhana dimaksudkan untuk meringankan gejala dan dapat mencakup istirahat, pemenuhan nutrisi, dan pengobatan fisik. Penderita gangguan ini harus mengambil tindakan yang dapat menurunkan risiko penyakit jantung, seperti berhenti merokok dan mendapatkan pengobatan, jika diperlukan, untuk tekanan darah tinggi dan kadar lemak darah atau kolesterol tinggi.

Obat-obatan

Karena obat antirematik pemodifikasi penyakit (DMARD) sebenarnya dapat memperlambat perkembangan penyakit serta meredakan gejala, obat-obatan ini biasanya diberikan segera setelah diagnosis artritis reumatoid ditegakkan. Untuk diskusi lengkap tentang DMARD dan obat-obatan lain yang digunakan untuk mengobati artritis reumatoid, lihat Obat-obatan untuk Artritis Reumatoid.

Tindakan Perbaikan Gaya Hidup

Tindakan perbaikan gaya hidup memainkan peran penting dalam penatalaksanaan penyakit. Upaya ini mencakup berolahraga secara teratur, menjaga pola makan yang sehat, mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat, membatasi konsumsi alkohol, berhenti merokok, dan memodifikasi tempat kerja jika diperlukan untuk mendukung partisipasi aktif dalam pekerjaan. Tidur yang berkualitas juga penting karena tidur yang buruk dapat meningkatkan nyeri.

Sendi yang mengalami peradangan parah harus diistirahatkan karena menggerakkannya dapat memperparah peradangan. Istirahat yang teratur biasanya membantu meredakan nyeri, dan terkadang istirahat singkat di tempat tidur dapat membantu meredakan kekambuhan yang parah pada tahap paling aktif dan menyakitkan.

Pola makan yang sehat seperti pola makan Mediterania (yang tinggi buah dan sayuran serta rendah makanan olahan) umumnya cocok untuk penderita gangguan ini. Pola makan tinggi ikan (asam lemak omega-3) dan minyak nabati, tetapi rendah daging merah, dapat membantu meredakan gejala pada sebagian penderita. Sebagian gangguan mungkin mengalami kekambuhan setelah makan makanan tertentu, dan jika demikian, makanan ini harus dihindari, tetapi kekambuhan seperti itu jarang terjadi. Tidak ada makanan tertentu yang terbukti menyebabkan kekambuhan. Banyak pola makan yang telah diusulkan tetapi belum terbukti membantu. Pola makan yang buruk harus dihindari.

Pengobatan fisik

Selain obat-obatan untuk mengurangi radang sendi, rencana pengobatan untuk artritis reumatoid sebaiknya mencakup terapi non-obat, seperti olahraga, fisioterapi (yang mencakup pijat, traksi, dan terapi panas dalam), dan terapi okupasi (yang mencakup perangkat bantu atau alat bantu diri).

Pemasangan bidai dapat digunakan untuk melumpuhkan dan mengistirahatkan satu atau beberapa sendi, tetapi sendi perlu sesekali digerakkan secara sistematis untuk mencegah melemahnya otot-otot di dekatnya dan sendi terkunci dalam satu posisi.

Sendi yang mengalami peradangan harus diregangkan dengan lembut sehingga tidak terkunci dalam satu posisi. Terapi panas juga berguna karena panas dapat meningkatkan fungsi otot dengan mengurangi kekakuan dan kejang otot. Seiring dengan meredanya peradangan, olahraga teratur dan aktif dapat berguna, meski berolahraga hingga kelelahan yang berlebihan juga tidak dianjurkan. Bagi banyak orang, olahraga dalam air hangat mungkin lebih mudah dilakukan.

Pengobatan sendi yang kencang terdiri dari latihan intensif dan terkadang penggunaan bidai untuk secara perlahan menarik sendi. Terapi dingin juga dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri akibat memburuknya nyeri sementara pada satu sendi.

Penyandang disabilitas karena artritis reumatoid dapat menggunakan beberapa alat bantu untuk melakukan tugas sehari-hari. Misalnya, sepatu ortopedi atau sepatu atletik yang dimodifikasi secara khusus dapat mengurangi nyeri ketika berjalan, dan alat bantu seperti gripper dapat mengurangi tekanan tangan ketika mengambil sesuatu.

Tindakan bedah

Jika obat-obatan tidak membantu, mungkin diperlukan tindakan bedah. Tindakan bedah harus selalu dipertimbangkan berdasarkan kondisi keseluruhan penyakit. Misalnya, tangan dan lengan yang mengalami deformitas dapat membatasi kemampuan individu untuk menggunakan kruk selama rehabilitasi, dan lutut dan kaki yang terpengaruh secara serius dapat membatasi manfaat pembedahan pinggul. Tujuan yang realistis untuk setiap individu harus ditentukan, dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari harus dipertimbangkan. Tindakan bedah dapat dilakukan ketika penyakit masih aktif.

Mengganti sendi lutut atau pinggul dengan melalui tindakan bedah merupakan cara yang paling efektif untuk memulihkan mobilitas dan fungsi sendi ketika penyakit sendi tersebut sudah memasuki tahap lanjut. Sendi juga dapat diangkat atau disatukan, terutama pada kaki, untuk mengurangi nyeri saat berjalan. Ibu jari dapat disatukan untuk memungkinkan seseorang melakukan gerakan mencubit, dan tulang belakang yang tidak stabil di bagian atas leher dapat disatukan untuk mencegahnya menekan sumsum tulang belakang.

Perbaikan sendi dengan penggantian sendi prostetik dianjurkan jika kerusakan secara signifikan membatasi fungsi sendi. Penggantian sendi pinggul total dan penggantian lutut memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi.

Mengganti Seluruh Sendi Pinggul (Penggantian Sendi Pinggul Total)

Seluruh sendi pinggul terkadang harus diganti. Seluruh sendi pinggul adalah bagian atas (kepala) tulang paha (femur) dan permukaan soket tempat terpasangnya kepala tulang paha. Prosedur ini disebut penggantian sendi pinggul total atau artroplasti sendi pinggul total. Kepala tulang paha diganti dengan tulang buatan berbentuk bola (prostesis) yang terbuat dari logam. Prostesis tersebut memiliki batang yang kuat dan dapat terpasang dengan pas di bagian tengah tulang paha. Soketnya diganti dengan cangkang logam yang dilapisi plastik yang tahan lama.

Mengganti Sendi Lutut

Sendi lutut yang mengalami kerusakan akibat osteoartritis dapat diganti dengan sendi buatan. Setelah anestesi umum dilakukan, dokter bedah akan membuat sayatan pada lutut yang rusak. Tempurung lutut (patela) dapat diangkat, dan ujung tulang paha (femur) dan tulang kering (tibia) dihaluskan sehingga bagian sendi buatan (prostesis) dapat dilekatkan dengan lebih mudah. Salah satu bagian dari sendi buatan dimasukkan ke dalam tulang paha, bagian lainnya dimasukkan ke dalam tulang kering, dan kemudian kedua bagian tersebut disemen di tempatnya.

Obat-Obatan untuk Artritis Reumatoid

Tujuan utama pengobatan dengan obat-obatan adalah untuk mengurangi peradangan sehingga mencegah erosi, perkembangan penyakit, dan hilangnya fungsi sendi.

Kategori utama obat-obatan yang digunakan untuk mengobati artritis reumatoid adalah

Banyak dari obat-obatan ini digunakan dalam kombinasi. Misalnya, dokter dapat meresepkan dua DMARD secara bersamaan atau kortikosteroid ditambah DMARD. Namun, kombinasi terbaik dari obat-obatan tersebut masih belum jelas. Biasanya, agen biologis tidak digunakan dalam kombinasi dengan agen biologis lainnya karena kombinasi ini meningkatkan frekuensi infeksi.

Semua kategori obat berpotensi menimbulkan efek samping serius yang harus dicari selama pengobatan.

Tabel
Tabel

Obat antirematik pemodifikasi penyakit (Disease-modifying antirheumatic drugs/DMARD)

DMARD secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam 3 jenis:

  • DMARD sintetis konvensional, misalnya metotreksat, sulfasalazin, dan leflunomida

  • DMARD biologis, seperti inhibitor tumor necrosis factor [TNF], interleukin [IL]-6, dan abatacept

  • DMARD sintetis yang ditargetkan, seperti tofacitinib dan upadacitinib

DMARD seperti metotreksat, hidroksiklorokuin, leflunomida, dan sulfasalazin dapat memperlambat perkembangan artritis reumatoid dan diberikan kepada hampir semua penderita artritis reumatoid. Dokter biasanya meresepkan obat-obatan ini segera setelah diagnosis artritis reumatoid ditegakkan. Banyak di antaranya memerlukan waktu beberapa minggu untuk memberikan efek. Meski nyeri berkurang berkat OAINS, dokter kemungkinan akan meresepkan DMARD karena penyakit tersebut dapat berkembang meski gejalanya berkurang. (Lihat juga tabel Obat-Obatan yang Digunakan untuk Mengobati Artritis Reumatoid.)

Kombinasi DMARD lebih efektif jika dibandingkan dengan obat tunggal. Misalnya, kombinasi hidroksiklorokuin, sulfasalazin, dan metotreksat lebih efektif dari metotreksat saja atau kombinasi dua obat lainnya. Selain itu, kombinasi agen biologis dan DMARD biasanya lebih efektif jika dibandingkan dengan obat tunggal atau kombinasi tertentu dari DMARD. Misalnya, metotreksat dapat dikombinasikan dengan inhibitor TNF.

DMARD sintetis konvensional

DMARD sintetis (nonbiologis) konvensional memperlambat perkembangan artritis reumatoid dan diberikan kepada hampir semua penderita artritis reumatoid. Keduanya memiliki perbedaan kimiawi dan farmakologis. Terdapat risiko terkait obat-obat ini, dan individu yang mengonsumsinya harus dipantau secara ketat untuk melihat adanya toksisitas.

Metotreksat diminum satu kali seminggu. Obat ini bersifat antiinflamasi dengan dosis rendah yang digunakan untuk mengobati artritis reumatoid. Metotreksat sangat efektif dan mulai bekerja dalam 3 sampai 4 minggu dan ini relatif cepat untuk obat DMARD. Jaringan parut dapat muncul di hati, tetapi jaringan parut ini biasanya dapat terdeteksi melalui pemantauan dengan tes darah rutin dan dapat dipulihkan sebelum kerusakan besar terjadi. Orang yang mengonsumsi metotreksat harus menghindari alkohol untuk meminimalkan risiko kerusakan hati. Penekanan sumsum tulang (penekanan produksi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit) juga dapat terjadi. Hitung darah lengkap harus dilakukan setiap dua sampai tiga bulan pada semua individu yang mengonsumsi obat ini. Inflamasi paru-paru (pneumonitis) jarang terjadi. Inflamasi mulut dan mual juga dapat terjadi. Kekambuhan artritis yang parah dapat terjadi setelah konsumsi metotreksat dihentikan. Tablet folat (asam folat) dapat menurunkan beberapa efek samping, seperti ulkus mulut. Nodul reumatoid dapat membesar akibat terapi metotreksat.

Hidroksiklorokuin diberikan setiap hari melalui mulut. Efek samping obat ini yang biasanya ringan meliputi ruam, nyeri otot, dan masalah mata. Namun, beberapa masalah mata dapat bersifat permanen sehingga individu yang mengonsumsi hidroksiklorokuin harus diperiksakan ke dokter mata sebelum pengobatan dimulai dan setiap 12 bulan selama pengobatan. Jika tidak memberikan efek apa pun setelah 9 bulan, obat ini harus dihentikan. Jika sebaliknya, hidroksiklorokuin dapat dilanjutkan selama masih diperlukan.

Sulfasalazin awalnya diberikan melalui mulut dan dapat meredakan gejala serta memperlambat terjadinya kerusakan sendi. Sulfasalazin juga dapat berikan kepada penderita artritis reumatoid yang tidak terlalu parah atau ditambahkan ke obat-obatan lain untuk meningkatkan efektivitasnya. Dosisnya ditingkatkan secara bertahap, dan efeknya biasanya terlihat setelah 3 bulan. Karena sulfasalazin dapat menyebabkan jumlah sel darah putih individu menjadi sangat rendah (neutropenia), tes darah dilakukan setelah 2 minggu pertama dan kemudian sekitar setiap 12 minggu ketika individu tersebut mengonsumsi obat ini. Seperti DMARD lainnya, obat ini dapat menyebabkan sakit perut, diare, masalah hati, gangguan sel darah, dan ruam. Pada pria, sulfasalazin dapat menyebabkan jumlah sperma yang rendah, tetapi dapat dipulihkan.

Leflunomida diminum setiap hari melalui mulut dan memiliki manfaat yang serupa dengan metotreksat, tetapi lebih jarang menyebabkan penekanan produksi sel darah di sumsum tulang, hasil tes hati yang abnormal, atau radang paru-paru (pneumonitis). Obat ini dapat dikombinasikan dengan metotreksat. Efek samping utamanya adalah ruam, disfungsi hati, rambut rontok, diare, dan kerusakan saraf (neuropati), tetapi jarang terjadi.

DMARD Biologis

Agen biologis adalah sesuatu yang dibuat dari organisme hidup dan biasanya menggunakan sel di laboratorium. Kebanyakan agen biologis yang digunakan untuk mengobati artritis reumatoid adalah antibodi. Agen biologis yang digunakan untuk mengobati artritis reumatoid mencakup abatacept, rituksimab, inhibitor tumor necrosis factor (TNF) (adalimumab, certolizumab pegol, etanercept, golimumab, dan infliximab), penghambat reseptor interleukin-1 (anakinra), dan penghambat reseptor interleukin-6 (tocilizumab dan sarilumab). (Lihat juga tabel Obat-Obatan yang Digunakan untuk Mengobati Artritis Reumatoid.)

Agen biologis dapat menekan peradangan sehingga kortikosteroid dapat dihindari atau diberikan dalam dosis yang lebih rendah. Namun, agen biologis dapat meningkatkan risiko infeksi dan kanker tertentu karena mengganggu sistem kekebalan tubuh. Karena pengobatan dengan agen biologis meningkatkan risiko infeksi, sebelum memulai pengobatan dengan agen biologis, individu harus selalu mendapatkan informasi terbaru tentang vaksinasi (lihat tabel Melindungi Orang Dewasa Melalui Vaksin).

TNF merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh sehingga penghambatan TNF dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, terutama infeksi tuberkulosis yang aktif kembali. Obat-obatan ini harus dihindari oleh penderita infeksi aktif dan harus dihentikan sebelum tindakan bedah mayor. Etanercept, infliximab, dan adalimumab dapat dan sering dikombinasikan dengan metotreksat. Penderita gagal jantung parah tidak boleh meminum infliximab dalam dosis tinggi.

Efek samping inhibitor TNF mencakup potensi risiko reaktivasi infeksi (terutama infeksi tuberkulosis dan jamur), kanker kulit selain melanoma, dan reaktivasi hepatitis B.

Tocilizumab yang merupakan penghambat reseptor IL-6 diberikan kepada individu yang tidak mendapatkan manfaat dari atau tidak dapat mengonsumsi DMARD sintetis konvensional. Obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan metotreksat. Efek sampingnya mencakup infeksi (seperti tuberkulosis), penekanan produksi sel darah pada sumsum tulang (neutropenia), anafilaksis (reaksi alergi yang mengancam nyawa), dan peningkatan enzim hati. Terdapat peningkatan risiko perforasi usus jika penderita divertikulitis menggunakan tocilizumab.

Sarilumab merupakan penghambat reseptor IL-6 sehingga obat ini dapat mengganggu salah satu jalur kimiawi utama yang terlibat dalam peradangan. Obat ini diberikan kepada individu yang tidak mendapatkan manfaat dari atau tidak dapat mengonsumsi DMARD sintetis konvensional. Sarilumab dapat menyebabkan penekanan produksi sel darah pada sumsum tulang (neutropenia), penekanan produksi trombosit pada sumsum tulang (terkadang disertai dengan peningkatan kerentanan terhadap perdarahan), dan peningkatan enzim hati. Seperti halnya tocilizumab, terdapat pula peningkatan risiko perforasi usus pada penderita divertikulitis.

Abatacept adalah zat biologis lain yang mengganggu komunikasi antar sel yang mengoordinasikan peradangan. Obat ini diberikan kepada individu yang tidak mendapatkan manfaat dari atau tidak dapat mengonsumsi DMARD sintetis konvensional. Efek sampingnya mencakup masalah paru-paru, sakit kepala, peningkatan kerentanan terhadap infeksi, dan infeksi saluran pernapasan atas.

Rituximab adalah agen biologis yang menurunkan jumlah limfosit B, salah satu sel darah putih yang menyebabkan peradangan dan mencegah infeksi. Rituximab biasanya diresepkan untuk individu yang tidak cukup membaik setelah meminum metotreksat dan inhibitor TNF. Seperti halnya obat imunosupresif lainnya, efek sampingnya mencakup peningkatan risiko infeksi. Selain itu, rituximab dapat menimbulkan efek samping seperti ruam, mual, nyeri punggung, gatal, dan tekanan darah tinggi atau rendah. Obat ini dapat menyebabkan kerusakan hati yang parah dengan mengaktifkan kembali hepatitis B pada individu yang sebelumnya pernah terinfeksi virus ini.

Vaksin COVID-19 mungkin kurang efektif pada individu yang mengonsumsi rituximab, dan orang yang mengonsumsi rituximab berisiko mengalami gangguan yang lebih parah jika terinfeksi COVID-19. Oleh karena itu, dokter kini mencoba membatasi rituksimab untuk individu yang tidak mendapatkan manfaat dari DMARD biologis lainnya dan penderita gangguan limfatik tertentu dan penderita kanker.

Anakinra adalah penghambat reseptor interleukin-1 (IL-1) sehingga dapat mengganggu salah satu jalur kimia utama yang terlibat dalam peradangan. Efek sampingnya mencakup infeksi dan neutropenia. Obat ini jarang digunakan karena tidak seefektif obat biologis lainnya dan karena mengharuskan injeksi harian.

DMARD sintetis yang ditargetkan

Inhibitor Janus kinase adalah zat molekul kecil yang mengganggu komunikasi antara sel-sel yang mengoordinasikan peradangan dengan menghambat enzim JAK. Inhibitor JAK mencakup obat-obatan berikut ini (lihat juga tabel Obat-Obatan yang Digunakan untuk Mengobati Artritis Reumatoid):

  • Tofacitinib digunakan untuk individu yang telah meminum metotreksat tetapi belum cukup membaik. Tofacitinib dapat dikombinasikan dengan metotreksat.

  • Upadacitinib diberikan kepada pasien dewasa penderita artritis reumatoid sedang hingga sangat aktif ketika metotreksat belum cukup efektif.

  • Baricitinib diberikan kepada individu yang tidak mendapatkan manfaat dari atau tidak dapat mengonsumsi inhibitor TNF.

Karena pengobatan dengan inhibitor JAK meningkatkan risiko infeksi, termasuk infeksi herpes zoster, pasien harus mendapatkan vaksin zoster sebelum memulai pengobatan dengan inhibitor JAK. Dokter juga harus mendiskusikan potensi peningkatan risiko kejadian kardiovaskular mayor yang berkaitan dengan kelas obat ini. Kejadian kardiovaskular mayor meliputi serangan jantung, stroke, trombosis vena dalam, dan emboli paru. Sebagian pasien berisiko lebih tinggi mengalami efek samping ini, dan risiko serta manfaatnya harus ditimbang sebelum menggunakan obat-obatan ini. Obat-obatan ini juga dapat meningkatkan risiko kanker kulit nonmelanoma dan kemungkinan jenis kanker lainnya. Obat-obatan ini juga dapat menyebabkan kadar kolesterol tinggi.

Agen imunosupresif lainnya

Agen imunosupresif lainnya, termasuk azatioprin atau siklosporin (obat imunomodulator), kurang efektif dan jarang digunakan karena peningkatan risiko toksisitas. Dengan demikian, obat ini hanya digunakan untuk pasien yang gejalanya tidak dapat dikendalikan secara memadai dengan pengobatan DMARD yang lebih tradisional.

Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)

OAINS dapat digunakan untuk mengobati gejala artritis reumatoid. Obat ini tidak dapat mencegah berkembangnya kerusakan yang disebabkan oleh artritis reumatoid sehingga tidak dianggap sebagai pengobatan utama. (Lihat juga tabel Obat-Obatan yang Digunakan untuk Mengobati Artritis Reumatoid.)

OAINS dapat mengurangi pembengkakan pada sendi yang terpengaruh dan meredakan nyeri dan kekakuan. Obat ini dapat diminum atau dioleskan langsung ke kulit pada sendi yang nyeri. Tidak seperti osteoartritis, artritis reumatoid menyebabkan peradangan berat. Dengan demikian, obat-obatan yang menurunkan peradangan, termasuk OAINS, memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan obat-obatan seperti asetaminofen yang hanya meredakan nyeri tanpa mengurangi peradangan. Namun, OAINS secara umum tidak boleh diminum oleh pasien yang memiliki riwayat ulkus saluran pencernaan (septik)—termasuk ulkus lambung atau ulkus duodenal—karena OAINS dapat menyebabkan sakit perut dan pendarahan pada ulkus. Obat-obatan yang disebut penghambat pompa proton (seperti esomeprazole, lansoprazole, omeprazole, pantoprazole, dan rabeprazole) dapat mengurangi risiko ulkus lambung atau ulkus duodenal (lihat tabel Obat-Obatan yang Digunakan untuk Mengobati Asam Lambung).

Kemungkinan efek samping lain dari OAINS dapat mencakup sakit kepala, kebingungan, peningkatan tekanan darah, memburuknya fungsi ginjal, pembengkakan, dan penurunan fungsi trombosit yang menyebabkan memar atau perdarahan. Pasien yang mengalami kaligata, peradangan, dan pembengkakan pada hidung, atau asma setelah meminum aspirin dapat mengalami gejala yang sama setelah meminum OAINS lainnya. OAINS dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke. Risikonya lebih tinggi jika obat ini digunakan pada dosis yang lebih tinggi dan untuk jangka waktu yang lebih lama.

Aspirin tidak lagi digunakan untuk mengobati artritis reumatoid karena dosis yang efektif sering kali bersifat toksik.

Inhibitor cyclooxygenase (COX-2) (coxib, seperti celecoxib) adalah OAINS yang memiliki fungsi yang sama dengan OAINS lainnya, tetapi memiliki risiko yang lebih kecil untuk merusak lambung, tidak memengaruhi fungsi trombosit, dan tidak menyebabkan memar atau perdarahan seperti OAINS lainnya. Namun, jika dikonsumsi bersamaan dengan aspirin, risiko kerusakan lambung yang ditimbulkan obat ini hampir sama tingginya seperti OAINS lainnya. Penggunaan coxib dan semua jenis OAINS lainnya perlu dilakukan dengan hati-hati jika digunakan dalam jangka panjang atau oleh pasien dengan faktor risiko serangan jantung dan stroke.

Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah obat antiinflamasi ampuh yang menekan sistem imun. Kortikosteroid, seperti prednison, adalah obat yang paling efektif untuk mengurangi peradangan dan gejala artritis reumatoid di seluruh tubuh secara signifikan. (Lihat juga tabel Obat-Obatan yang Digunakan untuk Mengobati Artritis Reumatoid.)

Terdapat sejumlah kontroversi mengenai kemampuan kortikosteroid untuk memperlambat perkembangan artritis reumatoid. Selanjutnya, penggunaan kortikosteroid dalam jangka panjang hampir selalu menyebabkan efek samping yang berpotensi melibatkan hampir semua organ dalam tubuh (lihat Kortikosteroid: Penggunaan dan Efek Samping). Akibatnya, dokter biasanya membatasi kortikosteroid untuk penggunaan jangka pendek dalam situasi berikut:

  • Ketika memulai pengobatan untuk gejala berat (hingga efek DMARD mulai dirasakan)

  • Pada kekambuhan parah yang melibatkan banyak sendi

Kortikosteroid juga berguna dalam mengobati peradangan reumatoid di luar persendian, misalnya, pada membran yang menutupi paru-paru (pleura) atau selaput di sekitar jantung (perikardium).

Karena risiko efek sampingnya, obat ini hampir selalu digunakan dalam dosis efektif terendah. Ketika kortikosteroid diinjeksikan ke dalam sendi, pasien tersebut tidak akan mendapatkan efek samping yang sama seperti ketika menggunakan kortikosteroid melalui mulut (secara oral) atau vena (secara intravena). Kortikosteroid dapat diinjeksikan langsung ke dalam sendi yang terpengaruh untuk meredakan nyeri dan pembengkakan jangka pendek dan cepat.

Jika digunakan dalam jangka waktu lama, kortikosteroid dapat menyebabkan kenaikan berat badan, tekanan darah tinggi, diabetes, penipisan dan memar pada kulit, glaukoma dan masalah mata lainnya seperti katarak, serta peningkatan risiko infeksi tertentu.

Kortikosteroid: Penggunaan dan Efek Samping

Kortikosteroid adalah obat terkuat yang tersedia untuk meredakan peradangan dalam tubuh. Obat ini berguna dalam kondisi apa pun yang menyebabkan peradangan, termasuk artritis reumatoid dan gangguan jaringan ikat lainnya, sklerosis multipel, dan dalam keadaan darurat seperti pembengkakan otak akibat kanker, serangan asma, dan reaksi alergi berat. Jika peradangannya parah, penggunaan obat-obatan ini sering kali dapat menyelamatkan nyawa.

Kortikosteroid dapat

  • Diberikan melalui vena (lewat infus—terutama dalam situasi darurat)

  • Diberikan secara oral (melalui mulut)

  • Dioleskan langsung ke area yang mengalami peradangan (secara topikal; misalnya, dalam bentuk obat tetes mata atau salep kulit)

  • Dihirup (seperti dalam versi inhalasi untuk paru-paru yang digunakan untuk mengobati gangguan seperti asma dan PPOK)

  • Disuntikkan ke dalam otot (secara intramuskuler)

  • Diinjeksikan ke dalam sendi

Misalnya, kortikosteroid dapat digunakan sebagai preparat inhalasi untuk pengobatan asma. Obat ini dapat digunakan sebagai semprotan hidung untuk mengobati demam hay (rinitis alergi). Obat ini dapat digunakan sebagai obat tetes mata untuk mengobati radang mata (uveitis). Obat ini dapat diaplikasikan langsung ke area yang terpengaruh untuk mengobati penyakit kulit tertentu seperti eksim dan psoriasis. Kortikosteroid dapat diinjeksikan ke dalam sendi yang mengalami peradangan akibat artritis reumatoid atau gangguan lainnya.

Kortikosteroid dibuat secara sintetis untuk meniru fungsi kortisol (atau kortison), hormon steroid yang diproduksi oleh lapisan luar (korteks) kelenjar adrenal—sehingga disebut “kortikosteroid.” Namun, banyak kortikosteroid sintetis yang lebih kuat daripada kortisol, dan sebagian besar memiliki efek yang lebih lama. Kortikosteroid secara kimiawi terkait dengan, tetapi memiliki efek yang berbeda dari, steroid anabolik (seperti testosteron) yang diproduksi oleh tubuh dan terkadang disalahgunakan oleh atlet.

Contoh kortikosteroid adalah prednison, dexamethasone, triamcinolone, betamethasone, beclomethasone, flunisolide, dan flutikason. Semua obat-obatan ini sangat kuat (meski kekuatannya bergantung pada dosis yang digunakan). Hidrokortison adalah kortikosteroid yang lebih ringan yang tersedia dalam salep kulit yang dijual bebas.

Kortikosteroid biasanya mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dengan mengurangi peradangan jika diminum melalui mulut atau diberikan melalui vena. Karena efek samping ini, obat ini digunakan dengan sangat hati-hati ketika terjadi infeksi. Penggunaan oral dan intravena dapat menyebabkan atau memperburuk tekanan darah tinggi, gagal jantung, diabetes, ulkus lambung, dan osteoporosis. Oleh karena itu, kortikosteroid digunakan untuk gangguan tersebut hanya jika manfaatnya cenderung lebih besar dari risikonya.

Jika kortikosteroid diminum atau diinjeksikan selama lebih dari sekitar 2 minggu, penggunaannya tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba. Hal ini karena kortikosteroid menghambat produksi kortisol oleh kelenjar adrenal yang harus diberi waktu untuk pulih. Dengan demikian, di akhir pengobatan dengan kortikosteroid, dosisnya akan dikurangi secara bertahap. Pasien yang mengonsumsi kortikosteroid harus mengikuti dosis berdasarkan petunjuk dokter dengan sangat hati-hati.

Penggunaan kortikosteroid dalam jangka panjang, terutama pada dosis yang lebih tinggi dan jika diberikan melalui mulut atau vena, selalu menyebabkan banyak efek samping yang melibatkan hampir semua organ dalam tubuh. Efek samping yang umum mencakup penipisan kulit dengan tanda regang dan memar, tekanan darah tinggi, peningkatan kadar gula dalam darah, katarak, pembengkakan pada wajah (moon face) dan perut, pengecilan lengan dan tungkai, penyembuhan luka yang buruk, pertumbuhan yang terhambat pada anak, hilangnya kalsium dari tulang (yang dapat menyebabkan osteoporosis), rasa lapar, kenaikan berat badan, dan perubahan suasana hati. Kortikosteroid inhalasi dan kortikosteroid yang dioleskan langsung ke kulit memiliki efek samping yang jauh lebih sedikit daripada kortikosteroid yang diberikan melalui mulut, vena, atau injeksi.

Prognosis Artritis Reumatoid

Artritis reumatoid dapat menurunkan harapan hidup; namun, efek ini semakin menurun seiring dengan kemajuan pengobatan, dan perbedaannya tampak sangat kecil. Penyebab utama kematian pada pasien artritis reumatoid adalah gangguan pernapasan (misalnya, penyakit paru interstisial dan pneumonia), penyakit kardiovaskular, dan kanker. Hal ini mungkin disebabkan oleh efek samping pengobatan dengan agen imunosupresif (misalnya, infeksi dan peningkatan risiko kanker). Artritis reumatoid jarang sembuh secara spontan.

Meski kondisi sebagian besar pasien membaik setelah menjalani pengobatan, hampir setengahnya kemungkinan akan mengalami remisi yang berkelanjutan. Setidaknya 10% penderita artritis reumatoid pada akhirnya mengalami disabilitas parah meski sudah menjalani pengobatan penuh. Faktor yang mengindikasikan prognosis yang buruk antara lain:

  • Berkulit putih, wanita, atau keduanya

  • Memiliki Nodul reumatoid

  • Mengalami gangguan ini di usia lanjut

  • Mengalami peradangan pada 20 sendi atau lebih

  • Perokok

  • Obesitas

  • Memiliki laju endap darah (ESR) yang tinggi

  • Memiliki kadar antibodi rheumatoid factor atau anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP) yang tinggi

Informasi Lebih Lanjut

Sumber daya berbahasa Inggris berikut ini mungkin berguna. Harap diperhatikan bahwa MANUAL ini tidak bertanggung jawab atas konten sumber daya ini.

  1. Arthritis Foundation: Informasi tentang artritis reumatoid dan jenis artritis lainnya serta pengobatan yang tersedia, tip gaya hidup, dan bahan bacaan lainnya

  2. Rheumatoid Arthritis Support Network

Uji Pengetahuan Anda
Uji Pengetahuan AndaTake a Quiz!