Masalah Sperma

OlehRobert W. Rebar, MD, Western Michigan University Homer Stryker M.D. School of Medicine
Ditinjau OlehOluwatosin Goje, MD, MSCR, Cleveland Clinic, Lerner College of Medicine of Case Western Reserve University
Ditinjau/Direvisi Feb 2024 | Dimodifikasi Jul 2025
v806921_id

Pria dapat mengalami infertilitas jika jumlah sperma mereka terlalu sedikit, bergerak terlalu lambat, atau memiliki kelainan struktural atau jika saluran keluarnya sperma dari tubuh tersumbat atau terganggu.

  • Peningkatan suhu testis, gangguan tertentu, cedera, dan beberapa obat dan racun dapat menyebabkan masalah dengan sperma.

  • Air mani akan dianalisis, dan terkadang dilakukan tes genetik.

  • Klomifen, obat kesuburan, dapat meningkatkan jumlah sperma, tetapi mungkin memerlukan teknologi reproduksi berbantuan.

(Lihat juga Gambaran Umum Infertilitas.)

Agar subur, pria harus memiliki jumlah sperma normal yang mencukupi dan sperma harus dapat membuahi sel telur. Kondisi yang mengganggu proses ini dapat membuat pria kurang subur.

Penyebab Masalah Sperma

Kondisi yang meningkatkan suhu testis (tempat sperma diproduksi) dapat sangat mengurangi jumlah dan kekuatan gerakan sperma sehingga dapat meningkatkan jumlah sperma yang abnormal. Beberapa gangguan pada testis, seperti testis yang tidak turun dan varises (disebut varikokel), dapat meningkatkan suhu organ-organ tersebut. Efek panas yang berlebihan atau berkepanjangan dapat berlangsung hingga 3 bulan.

Tabel
Tabel

Gangguan hormonal atau genetik tertentu dapat mengganggu produksi sperma, demikian pula gangguan lainnya.

Paparan terhadap racun industri atau lingkungan dan penggunaan obat-obatan tertentu dapat mengurangi produksi sperma. Mengonsumsi steroid anabolik, seperti testosteron dan hormon sintetis pria (androgen), dapat menurunkan produksi hormon kelenjar pituitari yang menstimulasi produksi sperma dan dengan demikian dapat menurunkan produksi sperma. Hal ini juga dapat menyebabkan testis mengecil.

Disfungsi ereksi (ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan hubungan seksual) dapat menyebabkan ketidaksuburan pada pria. Hal ini dapat terjadi akibat gangguan, seperti gangguan pembuluh darah, diabetes, multipel sklerosis, gangguan otak atau saraf (termasuk penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, stroke, gangguan kejang tertentu, dan kerusakan saraf akibat operasi prostat), penggunaan obat-obatan tertentu (termasuk beberapa antidepresan dan penyekat beta), penggunaan obat-obatan rekreasi (termasuk kokain, heroin, dan amfetamin), atau masalah psikologis (termasuk gangguan kecemasan atau depresi). Disfungsi ereksi dapat menjadi petunjuk pertama bahwa seorang pria memiliki gangguan pembuluh darah seperti aterosklerosis.

Tahukah Anda...

  • Penggunaan steroid anabolik dapat menurunkan produksi sperma dan menyebabkan testis menyusut.

Beberapa gangguan menyebabkan tidak adanya sperma sepenuhnya (azoospermia) pada air mani. Ini meliputi

  • Gangguan serius pada testis

  • Gangguan pada bagian lain dari sistem reproduksi pria: vas deferens yang tersumbat atau tidak berfungsi, vesikula seminalis yang tidak befungsi, dan penyumbatan kedua saluran ejakulasi

Kelainan genetik yang sama yang menyebabkan fibrosis kistik dapat menyebabkan azoospermia, sering kali dengan mencegah pembentukan kedua vasa deferentia.

Azoospermia juga dapat terjadi jika air mani, yang mengandung sperma, bergerak ke arah yang salah (ke dalam kandung kemih, bukan ke bawah penis). Gangguan ini disebut ejakulasi retrograde.

Lokasi Organ Reproduksi Laki-laki

Diagnosis Masalah Sperma

  • Evaluasi dokter

  • Analisis air mani

  • Terkadang dites untuk abnormalitas hormonal atau genetik

Ketika pasangan mengalami infertilitas, pasangan pria dievaluasi untuk gangguan sperma. Dokter menanyakan riwayat medis dan melakukan pemeriksaan fisik untuk mencoba mengidentifikasi penyebabnya. Dokter menanyakan tentang gangguan dan pembedahan di masa lalu, penggunaan obat-obatan, dan kemungkinan paparan racun. Tes ini memeriksa adanya kelainan fisik, seperti testis yang tidak turun, dan adanya tanda-tanda gangguan hormonal atau genetik yang dapat menyebabkan infertilitas. Kadar hormon (termasuk testosteron) dapat diukur dalam darah.

Analisis air mani

Diperlukan analisis air mani, prosedur skrining utama untuk infertilitas pria. Untuk prosedur ini, umumnya pria akan diminta untuk tidak berejakulasi selama 2 sampai 3 hari sebelum analisis. Alasannya adalah untuk memastikan air mani mengandung sebanyak mungkin sperma. (Namun demikian, penelitian menunjukkan bahwa berejakulasi setiap hari tidak mengurangi jumlah sperma pada pria kecuali ada masalah dengan produksi sperma.) Para pria kemudian diminta untuk berejakulasi dengan bermasturbasi ke dalam tabung steril, sebaiknya di lokasi laboratorium. Untuk pria yang mengalami kesulitan memproduksi sampel air mani dengan cara tersebut, kondom khusus yang tidak mengandung pelumas atau bahan kimia beracun bagi sperma dapat digunakan untuk mengumpulkan air mani selama berhubungan seksual.

Mengingat jumlah sperma bervariasi, tes tersebut membutuhkan setidaknya 2 sampel yang diperoleh dengan jarak minimal 1 minggu. Ketika beberapa sampel diuji, hasilnya lebih akurat daripada ketika hanya menguji satu sampel.

Pengukuran volume sampel air mani. Menentukan apakah warna, konsistensi, kekentalan, dan komposisi kimia air mani normal. Menghitung sperma. Jumlah sperma rendah dapat berarti bahwa kesuburan berkurang, tetapi tidak selalu. Sperma juga diperiksa di bawah mikroskop untuk menentukan apakah bentuk, ukuran, atau gerakannya abnormal.

Jika air mani masih tampak tidak normal, dokter akan mencoba mengidentifikasi penyebabnya. Jika sperma terlalu sedikit atau tidak ada sama sekali, dokter dapat mengukur kadar hormon tertentu, seperti testosteron dan hormon penstimulasi folikel (yang menstimulasi produksi sperma pada pria), dan dapat dilakukan tes genetik. Selain itu, memeriksa keberadaan sperma pada urine dapat dilakukan setelah ejakulasi untuk menentukan apakah terjadi ejakulasi retrograde.

Biopsi

Terkadang biopsi terhadap testis dilakukan untuk membantu mengidentifikasi penyebab infertilitas.

Tes lainnya

Tes lain, yang menggunakan sampel darah atau air mani, dapat dilakukan untuk mengevaluasi fungsi dan kualitas sperma jika tes rutin kedua pasangan tidak dapat menjelaskan penyebab infertilitas. Tes tersebut dapat memeriksa dampak antibodi terhadap sperma, menentukan apakah membran sperma utuh, atau menilai kemampuan sperma untuk mengikat sel telur dan menembusnya. Namun demikian, belum jelas apakah tes-tes tersebut bermanfaat.

Tes hormon dilakukan jika hasil analisis air mani tidak normal, terutama jika jumlah sperma sangat rendah. Kadar hormon perangsang folikel (yang merangsang testis untuk memproduksi sperma) dan testosteron diukur. Jika kadar testosteron rendah, maka akan dilakukan pengukuran kadar hormon pelutein (yang menstimulasi testis untuk menghasilkan testosteron) dan prolaktin (yang menstimulasi produksi susu pada pria dan wanita). Kadar prolaktin yang tinggi dapat menunjukkan bahwa penyebab infertilitas dapat berupa tumor pituitari atau penggunaan obat-obatan tertentu. Jika tidak ada penjelasan tentang peningkatan kadar hormon penstimulasi folikel, dapat dilakukan pengetesan genetik.

Tes genetik dapat dilakukan jika dokter telah menentukan bahwa sperma terlalu sedikit atau tidak ada sama sekali. Untuk tes genetik, hampir semua jaringan, termasuk darah, dapat digunakan. Tes mencakup analisis kromosom (disebut kariotiping). Reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction, PCR) dapat digunakan untuk menghasilkan banyak salinan gen atau segmen gen, yang membuat mempelajari gen menjadi lebih mudah. Dokter memeriksa adanya gen yang menyebabkan fibrosis kistik. Sebelum seorang pria dengan mutasi gen ini dan pasangannya mencoba untuk hamil, pasangan tersebut juga harus dites untuk mengetahui ada tidaknya gen tersebut.

Pengobatan Masalah Sperma

  • Pengobatan penyebab

  • Klomifen (obat kesuburan)

  • Jika klomifen tidak efektif, dapat menggunakan teknologi reproduksi berbantuan

Jika memungkinkan, gangguan yang menyebabkan masalah perlu diobati. Misalnya, varikokel dapat diobati dengan pembedahan. Hasilnya mungkin kesuburan akan membaik, meskipun efek tersebut belum terbukti.

Jika terdeteksi adanya infeksi, dapat menggunakan antibiotik yang tepat.

Klomifen

Klomifen, obat yang digunakan untuk menstimulasi (menginduksi) ovulasi pada wanita, dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah sperma pada pria. Meski demikian, apakah klomifen dapat meningkatkan kemampuan sperma untuk bergerak atau mengurangi jumlah sperma abnormal masih belum jelas. Belum terbukti meningkatkan kesuburan.

Teknologi reproduksi berbantuan dan prosedur lainnya

Jika jumlah sperma rendah atau jika klomifen tidak efektif, pengobatan yang paling efektif biasanya adalah dengan fertilisasi in vitro, sering kali dengan injeksi sperma intrasitoplasma (penyuntikan 1 sperma ke dalam 1 telur)—sebuah teknologi reproduksi berbantuan.

Alternatif lainnya adalah inseminasi intrauterin (menempatkan air mani langsung di dalam rahim) hanya menggunakan sperma yang paling aktif. Sperma yang paling aktif dipilih dengan mencuci sampel air mani. Dokter kemudian akan mencoba menempatkan sperma tersebut di dalam rahim bersamaan dengan waktu ovulasi. Dengan prosedur ini, kehamilan biasanya terjadi pada percobaan keenam jika memang akan terjadi. Inseminasi intrauterin jauh lebih tidak efektif dibandingkan dengan fertilisasi in vitro, tetapi jauh lebih tidak invasif dan lebih murah.

Dokter terkadang dapat mengidentifikasi dan mengambil beberapa sperma untuk injeksi sperma intrasitoplasme dengan melakukan biopsi dan memeriksa sampel dengan mikroskop untuk menemukan sperma. Jika tidak ada sperma yang ditemukan, inseminasi wanita dengan sperma dari pria lain (donor) dapat dipertimbangkan. Mengingat adanya bahaya tertular infeksi menular seksual, termasuk infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis C, sampel air mani segar dari donor tidak lagi digunakan di Amerika Serikat. Risiko penularan penyakit diminimalkan dengan membekukan sperma donor selama 6 bulan atau lebih, kemudian menguji ulang donor untuk mengetahui ada tidaknya infeksi. Jika hasil tes tetap negatif, sampel dicairkan dan digunakan. Pengumpulan air mani dapat ditunda selama 3 bulan jika donor telah terinfeksi virus Zika atau jika donor tinggal di atau bepergian ke daerah tempat virus Zika ditularkan.

Pasangan pria yang memiliki masalah kesuburan dapat diobati dengan gonadotropin manusia untuk menstimulasi beberapa telur agar matang dan dilepaskan saat sedang mencoba fertilisasi in vitro atau inseminasi intrauterin. Pendekatan ini dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan.

Uji Pengetahuan Anda
Uji Pengetahuan AndaTake a Quiz!