Gambaran Umum tentang Penelantaran dan Penganiayaan Anak

OlehAlicia R. Pekarsky, MD, State University of New York Upstate Medical University, Upstate Golisano Children's Hospital
Ditinjau OlehAlicia R. Pekarsky, MD, State University of New York Upstate Medical University, Upstate Golisano Children's Hospital
Ditinjau/Direvisi Nov 2022 | Dimodifikasi Apr 2025
v824305_id

Perlakuan buruk terhadap anak termasuk segala jenis penganiayaan dan penelantaran anak di bawah usia 18 tahun oleh orang tua, pengasuh, atau orang lain yang memegang peran kustodian (misalnya, pemuka agama, pelatih, atau guru) yang mengakibatkan bahaya, potensi bahaya, atau ancaman bahaya terhadap anak. Penelantaran anak adalah kegagalan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dasar anak. Penganiayaan anak adalah melakukan hal-hal yang berbahaya bagi anak.

  • Beberapa faktor yang meningkatkan risiko penelantaran dan penganiayaan anak adalah orang tua yang masih muda atau menjadi orang tua tunggal, pernah mengalami penganiayaan atau penelantaran sendiri sewaktu masih anak-anak, atau mengalami stres pribadi atau keluarga (seperti kesulitan pangan, stres keuangan, kekerasan pasangan intim, isolasi sosial, masalah kesehatan mental, atau gangguan penggunaan narkoba).

  • Anak-anak yang ditelantarkan atau dianiaya mungkin terlihat lelah atau lapar, memiliki kebersihan yang buruk, atau mengalami cedera fisik atau masalah kesehatan emosional atau mental, atau mereka mungkin tidak memiliki tanda-tanda penganiayaan atau penelantaran yang nyata.

  • Harus dicurigai ada kekerasan ketika pola cedera baru dan sebelumnya menunjukkan bahwa cedera tersebut bukanlah kecelakaan, ketika cedera tidak sesuai dengan penjelasan pengasuh sang anak, atau ketika anak-anak tidak dapat melakukan hal-hal yang dapat mengakibatkan cedera (seperti bayi menyalakan kompor).

  • Anak-anak harus dilindungi dari bahaya lebih lanjut dengan cara yang dapat termasuk melibatkan dinas Layanan Perlindungan Anak dan/atau lembaga penegak hukum, rawat inap, konseling untuk pengasuh dan anak-anak, serta bantuan bagi keluarga dalam memberikan perawatan yang aman dan tepat.

Penelantaran termasuk tidak memenuhi kebutuhan dasar anak: kebutuhan fisik, medis, pendidikan, dan emosional.

Penganiayaan dapat bersifat fisik, seksual, atau emosional.

Penelantaran dan penganiayaan anak sering terjadi bersamaan dengan bentuk kekerasan keluarga lainnya, seperti penganiayaan pasangan intim. Selain bahaya langsung, penelantaran dan penganiayaan meningkatkan risiko masalah jangka panjang, termasuk masalah kesehatan mental dan gangguan penggunaan narkoba. Kekerasan pada anak juga berkaitan dengan masalah di masa dewasa seperti obesitas, penyakit jantung, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Anak-anak dapat ditelantarkan atau dianiaya oleh orang tua dan pengasuh atau kerabat lainnya, orang yang tinggal di rumah anak, atau orang yang sesekali mendapat tanggung jawab mengasuh (seperti guru, pelatih, dan pemimpin keagamaan).

Pada tahun 2020, 3,9 juta laporan kemungkinan penganiayaan terhadap anak diajukan ke Layanan Perlindungan Anak (Child Protective Services/CPS) di Amerika Serikat, yang melibatkan 7,1 juta anak. Dari laporan-laporan ini, sekitar 2,1 juta diselidiki secara rinci, dan diidentifikasi sekitar 618.000 anak-anak yang dianiaya atau ditelantarkan. Anak perempuan lebih cenderung diperlakukan dengan buruk dibandingkan anak laki-laki. Bayi dan anak kecil mengalami peningkatan risiko kekerasan.

Dari anak-anak yang diidentifikasi pada tahun 2020, 76,1% ditelantarkan (termasuk ditelantarkan secara medis), 16,5% dianiaya secara fisik, 9,4% dianiaya secara seksual, dan 0,2% dijual secara seksual. Namun demikian, banyak anak yang menjadi korban berbagai jenis kekerasan.

Pada tahun 2020, sekitar 1.750 anak di Amerika Serikat meninggal karena penelantaran atau penganiayaan, sekitar setengah dari mereka berusia di bawah 1 tahun. Sekitar 73% dari anak-anak ini menjadi korban penelantaran dan 43% menjadi korban kekerasan fisik yang terjadi dengan atau tanpa bentuk kekerasan lainnya. Sekitar 80% pelaku adalah orang tua yang bertindak sendiri, bersama, atau dengan orang lain.

Faktor risiko penelantaran dan penyalahgunaan anak

Kelalaian dan penyalahgunaan diakibatkan oleh kombinasi yang kompleks antara faktor individu, keluarga, dan sosial. Menjadi orang tua tunggal, mengalami stres keuangan atau sulit pangan, memiliki gangguan penggunaan narkoba, memiliki masalah kesehatan mental (seperti gangguan kepribadian atau rendah diri), atau memiliki kombinasi faktor-faktor ini dapat membuat orang tua lebih cenderung menelantarkan atau menganiaya anak.

Penelantaran diidentifikasi 12 kali lebih sering terjadi di kalangan anak-anak yang hidup dalam kemiskinan daripada di kalangan anak-anak yang tidak miskin. Namun, semua jenis penganiayaan, termasuk pelecehan seksual, terjadi di semua kelompok sosial dan ekonomi.

Orang dewasa yang dianiaya secara fisik atau seksual saat anak-anak lebih cenderung menyalahgunakan anak mereka sendiri. Orang tua baru, orang tua remaja, dan orang tua yang memiliki beberapa anak di bawah usia 5 tahun juga berisiko lebih tinggi untuk menganiaya anak-anak mereka. Wanita yang merokok, mengalami gangguan penggunaan narkoba, atau pernah mengalami kekerasan pasangan intim saat hamil mungkin berisiko menganiaya anak-anak mereka.

Terkadang ikatan emosional yang kuat tidak terbentuk antara orang tua dan anak-anak. Kurangnya ikatan ini lebih sering terjadi pada bayi prematur atau bayi yang sakit yang dipisahkan dari orang tua mereka pada awal masa bayi atau pada anak-anak yang memiliki hubungan biologis (misalnya, anak tiri) dan ini meningkatkan risiko terjadinya penganiayaan.

Jenis Penelantaran dan Penganiayaan Anak

Ada beberapa jenis penelantaran dan penganiayaan anak yang berbeda. Jenis ini terkadang terjadi pada saat yang sama. Empat jenis utama tersebut adalah

Selain itu, secara sengaja menyebabkan, berbohong tentang, atau melebih-lebihkan gejala medis pada anak yang mengakibatkan intervensi medis yang berpotensi membahayakan anak adalah bentuk penganiayaan yang disebut penganiayaan anak di lingkungan medis.

Penelantaran

Penelantaran adalah kegagalan untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosional, pendidikan, dan medis dasar anak. Orang tua atau pengasuh dapat meninggalkan anak dalam perawatan orang yang diketahui kasar, atau mereka dapat meninggalkan anak kecil tanpa pengawasan. Ada banyak bentuk penelantaran.

Dalam penelantaran fisik, orang tua atau pengasuh dapat gagal menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal, pengawasan, dan perlindungan yang memadai dari potensi bahaya.

Dalam penelantaran emosional, orang tua atau pengasuh mungkin gagal memberikan kasih sayang atau cinta atau jenis dukungan emosional lainnya. Anak-anak dapat diabaikan atau ditolak atau dicegah untuk berinteraksi dengan anak-anak atau orang dewasa lainnya.

Dalam penelantaran medis, orang tua atau pengasuh mungkin tidak mendapatkan perawatan yang tepat untuk anak, seperti pengobatan yang diperlukan untuk cedera atau gangguan kesehatan fisik atau mental. Orang tua dapat menunda mendapatkan perawatan medis ketika anak sakit, menempatkan anak pada risiko penyakit yang lebih parah dan bahkan kematian mereka.

Dalam penelantaran pendidikan, orang tua atau pengasuh mungkin tidak memasukkan sang anak ke sekolah atau mungkin tidak memastikan anak tersebut masuk sekolah dengan cara yang konvensional, seperti sekolah negeri atau swasta, atau bersekolah di rumah mereka.

Penelantaran berbeda dengan penganiayaan karena sering kali orang tua dan pengasuh tidak bermaksud membahayakan anak-anak dalam asuhan mereka.

Penelantaran biasanya terjadi akibat gabungan beberapa faktor seperti pengasuhan yang buruk, keterampilan mengatasi stres yang buruk, sistem keluarga yang tidak mendukung, dan situasi kehidupan yang penuh tekanan. Penelantaran sering terjadi pada keluarga miskin yang mengalami tekanan keuangan dan lingkungan, terutama orang tua yang juga memiliki gangguan kesehatan mental yang tidak diobati (biasanya depresi, gangguan bipolar, atau skizofrenia), memiliki gangguan penggunaan narkoba, atau memiliki kapasitas intelektual yang terbatas. Anak-anak dalam keluarga orang tua tunggal mungkin berisiko ditelantarkan karena pendapatan yang lebih rendah dan sumber daya yang tersedia lebih sedikit.

Penganiayaan fisik

Menganiaya atau menyakiti anak secara fisik, termasuk memberikan hukuman fisik yang berlebihan, merupakan penganiayaan fisik. Contoh-contoh spesifik termasuk menggoncang, menjatuhkan, memukul, menggigit, dan membakar (misalnya, dengan air panas atau menyentuh dengan rokok).

Anak-anak dari segala usia dapat dianiaya secara fisik, tetapi bayi dan balita sangat rentan. Bayi dan balita sangat berisiko mengalami episode penganiayaan berulang karena anak-anak ini tidak dapat berbicara sendiri. Selain itu, selama periode ini, pengasuh menghadapi tantangan karena anak-anak biasanya menjalani hal-hal yang membuat perawat menjadi frustrasi dan kehilangan kendali atas impuls mereka. Hal-hal yang membuat frustrasi seperti tantrum temperamen, pelatihan menggunakan toilet, pola tidur yang tidak konsisten, dan kolik.

Penganiayaan fisik adalah penyebab paling umum cedera kepala serius pada bayi. Cedera abdomen yang disebabkan oleh penganiayaan fisik lebih banyak terjadi pada batita dibandingkan bayi. Bayi dan balita juga mengalami peningkatan risiko cedera kepala dan tulang belakang karena kepala mereka besar dibandingkan dengan tubuh mereka dan karena mereka memiliki otot leher yang lebih lemah. Penganiayaan fisik (termasuk pembunuhan) adalah salah satu dari 10 penyebab utama kematian pada anak-anak. Secara umum, risiko anak mengalami penganiayaan fisik menurun selama tahun-tahun awal sekolah.

Kemiskinan dan usia muda, menjadi orang tua tunggal banyak dikaitkan dengan risiko kekerasan fisik yang lebih tinggi. Stres keluarga berkontribusi terhadap penganiayaan fisik. Stres dapat terjadi akibat pengangguran, sering pindah rumah, isolasi sosial dari teman atau anggota keluarga, atau kekerasan keluarga yang sedang berlangsung. Orang tua mungkin lebih mudah frustrasi oleh dan karena itu mungkin lebih menyiksa secara fisik terhadap anak-anak yang memiliki perilaku sulit (rewel, menuntut, atau hiperaktif) atau yang memiliki kebutuhan khusus (mengalami disabilitas perkembangan atau fisik).

Penganiayaan fisik sering dipicu oleh krisis di tengah tekanan lainnya. Krisis dapat berupa kehilangan pekerjaan, kematian dalam keluarga, atau masalah disiplin. Orang tua yang memiliki gangguan penggunaan narkoba dapat berperilaku impulsif dan tidak terkendali terhadap anak-anak mereka. Anak-anak yang orang tuanya memiliki masalah kesehatan mental juga berisiko lebih tinggi mengalami penganiayaan.

Orang tua yang ditelantarkan atau dianiaya saat anak-anak mungkin tidak matang secara emosional atau mungkin memiliki harga diri yang rendah. Orang tua yang abusif mungkin melihat anak-anak mereka sebagai sumber kasih sayang yang tidak terbatas dan tanpa syarat dan meminta dukungan yang tidak pernah mereka terima. Akibatnya, mereka mungkin memiliki harapan yang tidak realistis tentang apa yang dapat diberikan anak-anak mereka kepada mereka, mereka mungkin mudah menjadi frustrasi dan memiliki kendali impuls yang buruk, dan mereka mungkin tidak dapat memberikan apa yang tidak pernah mereka terima.

Penganiayaan seksual

Setiap tindakan dengan anak yang merupakan gratifikasi seksual orang dewasa atau anak yang secara signifikan lebih tua (secara perkembangan atau kronologis) atau bertenaga lebih kuat dianggap sebagai penganiayaan seksual (lihat Pedofilia).

Penganiayaan seksual meliputi

  • Penetrasi vagina, anus, atau mulut anak

  • Menyentuh anak dengan niat seksual tetapi tanpa penetrasi (pelecehan)

  • Memperlihatkan alat kelamin pelaku penganiayaan atau menunjukkan pornografi kepada anak

  • Membagikan pesan atau foto bermuatan seksual (biasanya melalui ponsel) dengan (SMS seks) atau memposting gambar anak

  • Memaksa anak untuk berpartisipasi dalam tindakan seks dengan orang lain

  • Menggunakan anak dalam pembuatan pornografi

Penganiayaan seksual tidak termasuk permainan seksual. Dalam permainan seksual, anak-anak yang usianya atau perkembangannya berdekatan melihat atau menyentuh area kelamin satu sama lain tanpa paksaan atau intimidasi. Saat mencoba menentukan apakah ada situasi tertentu di antara anak-anak harus dianggap sebagai pelecehan seksual, penting untuk mempertimbangkan perbedaan kekuasaan, seperti perbedaan usia, kekuatan, ukuran tubuh, dan status popularitas anak-anak. Undang-undang berbeda di setiap negara bagian tentang bagaimana pertimbangan usia membantu membedakan penyalahgunaan dari permainan. Usia aktual dan perbedaan usia antara kedua anak tersebut merupakan faktor dalam berbagai undang-undang negara bagian. Semakin besar perbedaan usia, semakin besar perbedaan kematangan emosional dan intelektual serta status sosial antara anak yang lebih tua dan anak yang lebih muda. Dan, pada titik tertentu (perbedaan 4 tahun di banyak yurisdiksi), perbedaan ini begitu besar sehingga anak yang lebih muda tidak dapat secara sah dikatakan "setuju" dengan aktivitas dengan anak yang lebih tua.

Pada usia 18 tahun, sekitar 12 sampai 25% anak perempuan dan 8 sampai 10% anak laki-laki telah dianiayaa secara seksual. Sebagian besar pelaku penganiayaan seksual adalah orang-orang yang dikenal oleh anak-anak.

Situasi tertentu meningkatkan risiko penganiayaan seksual. Dikucilkan, memiliki harga diri rendah, memiliki anggota keluarga yang juga dianiaya secara seksual, atau berhubungan dengan geng juga meningkatkan risiko ini.

Penganiayaan emosional

Menggunakan kata-kata atau tindakan untuk menganiaya anak secara psikologis merupakan penganiayaan emosional. Penganiayaan emosional membuat anak-anak merasa bahwa mereka tidak berharga, cacat, tidak dicintai, tidak diinginkan, dalam bahaya, atau hanya berharga ketika mereka memenuhi kebutuhan orang lain.

Penganiayaan emosional meliputi

  • Menegur dengan keras dengan membentak atau berteriak

  • Meremehkan kemampuan dan prestasi anak

  • Mendorong perilaku menyimpang atau kriminal, seperti melakukan kejahatan atau menggunakan alkohol atau narkoba

  • Menindas, mengancam, atau menakuti anak

Penganiayaan emosional cenderung terjadi dalam jangka waktu yang lama.

Pertimbangan khusus

Penganiayaan anak di lingkungan medis

Dalam jenis penganiayaan anak yang kurang umum ini (sebelumnya disebut sindrom Munchausen dengan proksi dan sekarang disebut gangguan factitious yang dikenakan pada orang lain), pemberi asuhan secara sengaja mencoba membuat dokter berpikir bahwa anak yang sehat sakit. Pemberi asuhan biasanya memberikan informasi palsu tentang gejala anak, misalnya, yang menyatakan bahwa anak telah muntah atau mengeluhkan sakit perut ketika anak tidak mengalami muntah atau mengeluh sakit. Namun demikian, pengasuh terkadang juga melakukan hal-hal yang menyebabkan terjadi gejala, misalnya memberikan obat kepada anak. Terkadang, pengasuh membuat anak terlihat seperti sakit dengan menambahkan darah atau zat lain ke spesimen yang digunakan untuk tes laboratorium.

Korban jenis penganiayaan anak ini menjalani berbagai tes dan pengobatan yang tidak perlu dan berbahaya atau berpotensi membahayakan mereka, termasuk prosedur atau operasi.

Faktor budaya

Budaya yang berbeda memiliki cara yang berbeda untuk mendisiplinkan anak-anak. Beberapa budaya menggunakan hukuman fisik, yaitu hukuman apa pun yang bersifat fisik dan menyebabkan rasa sakit. Hukuman fisik berat, termasuk cambuk, membakar, dan menyiram air panas, merupakan penganiayaan fisik. Namun, untuk tingkat hukuman fisik yang lebih rendah, seperti pukulan, batas antara perilaku yang diterima secara sosial dan penganiayaan menjadi kabur antara norma sosial yang berbeda.

Praktik medis juga bervariasi dalam budaya yang berbeda. Beberapa praktik budaya (seperti mutilasi kelamin perempuan) dianggap sebagai penganiayaan di Amerika Serikat. Namun demikian, obat-obatan tradisional tertentu (seperti kerok dan bekam) sering kali menyebabkan memar atau luka bakar ringan yang dapat terlihat seolah-olah merupakan akibat dari hukuman fisik yang berat padahal tidak demikian.

Anggota kelompok agama tertentu terkadang tidak mendapatkan pengobatan untuk anak yang memiliki gangguan yang mengancam jiwa (seperti ketoasidosis diabetes atau meningitis), yang menyebabkan kematian anak. Hal tersebut biasanya dianggap sebagai penelantaran terlepas dari maksud orang tua atau pengasuh. Jika anak-anak sakit dan tidak sehat, menolak perawatan medis sering kali memerlukan penyelidikan lebih lanjut dan terkadang intervensi hukum.

Selain itu, di Amerika Serikat, beberapa pengasuh menolak anak-anak mereka divaksinasi karena mereka merasa vaksin tidak aman atau karena alasan agama (lihat Kekhawatiran Vaksinasi Anak). Tidak jelas apakah penolakan vaksinasi ini, meskipun berpotensi membahayakan anak, secara hukum dapat dianggap sebagai penelantaran medis.

Gejala Penelantaran dan Penganiayaan Anak

Gejala penelantaran dan penganiayaan bervariasi tergantung pada sifat dan durasi penelantaran atau penganiayaan, pada anak, dan pada keadaan tertentu. Selain cedera fisik yang jelas, gejalanya meliputi masalah kesehatan emosional dan mental. Masalah tersebut dapat terjadi segera atau kemudian dan dapat berlanjut.

Terkadang anak-anak yang dianiaya tampaknya mengalami gejala gangguan sulit memusatkan perhatian/hiperaktivitas (ADHD) dan salah didiagnosis sebagai gangguan tersebut.

Penelantaran fisik

Anak-anak yang secara fisik ditelantarkan mungkin terlihat kurang gizi, lelah, atau kotor atau mungkin tidak memiliki pakaian yang sesuai dan mungkin gagal berkembang. Mereka mungkin sering tidak masuk sekolah. Dalam kasus ekstrem, anak-anak dapat ditemukan tinggal sendirian atau dengan saudara kandung, tanpa pengawasan orang dewasa. Anak-anak yang tidak diawasi dapat jatuh sakit atau cedera. Perkembangan fisik dan emosional dapat tertunda. Beberapa anak yang ditelantarkan meninggal karena kelaparan atau terkena paparan.

Penganiayaan fisik

Memar, luka bakar, benjol, bekas gigitan, atau goresan adalah beberapa tanda-tanda penganiayaan fisik. Tanda-tanda ini dapat memiliki bentuk seperti objek yang digunakan untuk menimbulkannya, seperti sabuk atau lampu atau kabel perpanjangan listrik. Kulit anak-anak mungkin memiliki sidik tangan atau tanda ujung jari bulat yang disebabkan oleh tamparan atau cengkeraman dan guncangan. Rokok atau luka bakar melepuh dapat terlihat pada lengan atau tungkai kaki atau bagian tubuh lainnya. Anak-anak yang telah dibekap mungkin memiliki kulit menebal atau bekas luka di sudut mulutnya. Ada jumputan-jumputan rambut yang mungkin hilang atau kulit kepala mungkin membengkak pada anak-anak yang rambutnya telah ditarik. Cedera parah pada mulut, mata, otak, atau organ internal lainnya mungkin terjadi tetapi tidak terlihat.

Namun, tanda-tanda kekerasan fisik sering kali tidak kentara. Misalnya, memar kecil atau bintik-bintik ungu kemerahan dapat muncul di wajah, leher, atau keduanya. Anak-anak mungkin mengalami tanda-tanda cedera lama, seperti patah tulang, yang sudah mulai sembuh. Terkadang cedera menyebabkan cacat tubuh.

Balita yang sengaja direndam ke air panas (seperti di bak mandi) mungkin mengalami luka bakar melepuh. Luka bakar ini dapat terletak di bokong dan dapat berbentuk seperti donat. Luka bakar tidak terlihat pada kulit yang tidak masuk ke dalam air atau yang ditekan ke lantai bak mandi yang lebih dingin. Percikan air panas dapat menyebabkan luka bakar kecil pada bagian tubuh lainnya.

Bayi dapat mengalami cedera otak akibat apa yang sekarang disebut trauma kepala abusif (abusive head trauma/AHT). AHT disebabkan oleh guncangan hebat dan/atau memukulkan kepala anak ke benda yang keras. AHT telah menggantikan istilah "sindrom bayi terguncang" karena lebih dari sekadar gemetar dapat terjadi. Bayi yang menderita AHT mungkin rewel atau muntah, atau mereka mungkin tidak memiliki tanda-tanda cedera yang terlihat tetapi terlihat tidur nyenyak. Mengantuk ini disebabkan oleh kerusakan dan pembengkakan otak, yang dapat terjadi akibat perdarahan antara otak dan tengkorak (perdarahan subdural). Bayi juga dapat mengalami perdarahan pada retina (perdarahan retina) di bagian belakang mata. Rusuk dan tulang lainnya dapat patah.

Anak-anak yang telah dilecehkan sejak lama mungkin terlihat takut dan mudah marah. Mereka sering tidur dengan buruk. Mereka mungkin depresi dan cemas serta menunjukkan gejala stres pascatrauma. Mereka lebih cenderung bertindak dengan kekerasan atau bunuh diri.

Penganiayaan seksual

Perubahan perilaku merupakan tanda umum adanya penganiayaan seksual. Perubahan tersebut dapat terjadi secara tiba-tiba dan mungkin ekstrem. Anak-anak dapat menjadi agresif atau mengundurkan diri atau mengalami fobia atau gangguan tidur. Anak-anak yang dianiaya secara seksual dapat menunjukkan perilaku seksual, seperti menyentuh diri mereka secara berlebihan, atau menyentuh orang lain dengan cara yang tidak pantas. Anak-anak yang dianiaya secara seksual oleh orang tua atau anggota keluarga lainnya mungkin memiliki perasaan yang bertentangan. Mereka mungkin merasa dekat secara emosional dengan pelaku penganiayaan namun dikhianati.

Penganiayaan seksual juga dapat mengakibatkan cedera fisik. Anak-anak dapat mengalami memar, robek, atau perdarahan di area sekitar alat kelamin, anus, atau mulut. Cedera di area genital dan rektal pada awalnya dapat menyulitkan berjalan dan duduk. Anak perempuan dapat mengalami keputihan, perdarahan, atau gatal-gatal. Infeksi menular seksual, seperti gonore, klamidia, infeksi human immunodeficiency virus (HIV), atau infeksi lainnya, dapat terjadi. Kehamilan dapat terjadi.

Penganiayaan dan penelantaran emosional

Secara umum, anak-anak yang mengalami penganiayaan emosional cenderung merasa tidak aman dan cemas tentang keterikatan mereka dengan orang lain karena kebutuhan mereka tidak terpenuhi secara konsisten atau dapat diduga. Temuan lain bervariasi tergantung pada cara spesifik anak-anak mengalami penganiayaan emosional. Anak-anak mungkin memiliki harga diri yang rendah. Anak-anak yang diteror atau diancam mungkin terlihat takut dan menarik diri. Mereka mungkin merasa tidak aman, tidak percaya diri, tidak tegas , dan sangat cemas ingin menyenangkan orang dewasa. Mereka mungkin secara tidak tepat mendekati orang asing. Anak-anak yang tidak diizinkan untuk berinteraksi dengan orang lain mungkin akan merasa canggung dalam situasi sosial dan sulit menjalin hubungan normal. Yang lain dapat melakukan kejahatan atau mengalami gangguan penggunaan narkoba. Anak-anak yang lebih tua mungkin tidak teratur datang ke sekolah, tidak dapat berprestasi baik saat bersekolah, atau mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan guru dan teman sebaya.

Bayi yang secara emosional ditelantarkan biasanya gagal berkembang dan mungkin tampak tidak emosional atau tidak tertarik dengan lingkungan mereka. Perilaku mereka dapat disalahartikan sebagai disabilitas intelektual atau gangguan fisik. Anak-anak yang ditelantarkan secara emosional mungkin tidak memiliki keterampilan sosial atau lambat dalam mengembangkan keterampilan berbicara dan berbahasa.

Tahukah Anda...

  • Sebagian besar korban penganiayaan seksual mengenal pelaku yang menganiaya mereka.

Diagnosis Penelantaraan dan Penganiayaan Anak

  • Pemeriksaan dokter

  • Foto cedera

  • Untuk penganiayaan fisik, terkadang tes laboratorium atau tes pencitraan seperti sinar-x dan pemindaian tomografi terkomputasi (CT)

  • Untuk penganiayaan seksual, pemeriksaan infeksi, dan terkadang pengambilan sampel cairan tubuh, rambut, dan bahan lainnya untuk bukti forensik

Penelantaran dan penganiayaan sering kali sulit dikenali kecuali anak-anak yang menjadi korban terlihat sangat kekurangan gizi atau jelas terluka atau jika penelanataran atau penganiayaan itu disaksikan oleh orang lain. Penelantaran dan penganiayaan mungkin tidak diketahui selama bertahun-tahun.

Ada banyak alasan mengapa penelantaran dan penganiayaan tidak diketahui. Anak-anak yang dianiaya mungkin merasa bahwa kekerasan adalah bagian normal dari kehidupan dan mungkin tidak menyebutkannya. Anak-anak yang dianiaya secara fisik dan seksual sering kali enggan memberikan informasi tentang penganiayaan yang mereka alami karena malu, ada ancaman pembalasan, atau bahkan ada perasaan bahwa mereka layak mendapatkan penganiayaan tersebut. Anak-anak yang mengalami penganiayaan fisik yang dapat berkomunikasi sering kali mengidentifikasi pelaku penganiayaan mereka dan menjelaskan apa yang terjadi pada mereka jika ditanya secara langsung. Namun demikian, anak-anak yang dianiaya secara seksual dapat disumpah untuk merahasiakannya atau mereka mengalami trauma sehingga mereka tidak dapat membicarakan tentang penganiayaan seksual tersebut dan bahkan dapat menyangkal jika ditanya secara khusus.

Ketika dokter mencurigai adanya penelantaran atau segala jenis penganiayaan, mereka mencari tanda-tanda jenis penganiayaan lainnya. Mereka juga mengevaluasi sepenuhnya kebutuhan fisik, lingkungan, emosional, dan sosial anak. Dokter mengamati interaksi antara anak dan pengasuhnya bila memungkinkan. Dokter mendokumentasikan riwayat anak dengan menuliskan kutipan yang tepat dan mengambil gambar segala cedera yang ada.

Penelantaran dan penganiayaan emosional

Anak yang ditelantarkan dapat diidentifikasi oleh tenaga profesional kesehatan saat melakukan evaluasi untuk masalah yang tidak berhubungan, seperti cedera, penyakit, atau masalah perilaku. Dokter mungkin memperhatikan bahwa sang anak tidak berkembang secara fisik atau emosional pada tingkat normal atau melewatkan banyak vaksinasi atau janji temu. Guru dan pekerja sosial sering kali menjadi orang pertama yang mengenali adanya penelantaran. Guru dapat mengidentifikasi anak yang ditelantarkan karena sering tidak masuk sekolah.

Penganiayaan emosional biasanya diidentifikasi saat melakukan evaluasi untuk masalah lain, seperti kinerja yang buruk di sekolah atau masalah perilaku. Anak-anak yang mengalami aniaya emosional diperiksa untuk melihat adanya tanda-tanda penganiayaan fisik dan seksual.

Penganiayaan fisik

Penganiayaan fisik dapat diduga terjadi bila bayi yang belum merambat (berjalan dengan memegang furnitur) terlihat memiliki memar atau mengalami cedera serius atau cedera ringan di leher. Bayi yang tidak seperti biasanya mengantuk atau lesu dievaluasi untuk cedera otak. Kekerasan dapat dicurigai terjadi jika batita atau anak yang lebih besar mengalami memar di lokasi-lokasi yang tidak biasa, seperti di bagian belakang kaki dan bokong. Saat anak-anak belajar berjalan, memar sering kali terjadi, tetapi memar tersebut biasanya terjadi di area tulang yang menonjol di bagian depan tubuh, seperti lutut, tulang kering, dagu, dan dahi.

Kekerasan juga dapat dicurigai bila orang tua tampaknya hanya mengetahui sedikit tentang kesehatan anak mereka atau tampak tidak khawatir atau terlalu khawatir tentang cedera serius. Orang tua yang menganiaya anak mereka mungkin enggan menjelaskan kepada dokter atau teman-teman tentang bagaimana cedera dapat terjadi. Deskripsinya mungkin tidak sesuai dengan usia dan sifat cedera atau dapat berubah setiap kali cerita disampaikan. Orang tua yang menganiaya anaknya mungkin tidak segera meminta pengobatan untuk cedera anak.

Jika dokter mencurigai adanya penganiayaan fisik, mereka biasanya mengambil foto cedera eksternal (seperti memar). Dokter dapat melakukan pencitraan otak (pemindaian tomografi terkomputasi [CT] atau pencitraan resonansi magnetik [MRI]). Terkadang sinar-x dilakukan untuk mencari tanda-tanda cedera sebelumnya. Sering kali, jika anak berusia kurang dari 3 tahun, sinar-x dari semua tulang diambil untuk memeriksa adanya fraktur.

Fraktur Rusuk pada Bayi
Sembunyikan Detail

Sinar-x ini menunjukkan fraktur tulang rusuk (disorot merah) pada bayi, yang menunjukkan adanya kekerasan pada anak.

PHOTOSTOCK-ISRAEL/PERPUSTAKAAN FOTO SAINS

Penganiayaan seksual

Sering kali, penganiayaan seksual didiagnosis berdasarkan kejadian yang dialami anak atau saksi. Namun demikian, karena banyak anak enggan membicarakan penganiayaan seksual, hal ini dapat dicurigai hanya karena perilaku anak menjadi tidak normal. Dokter harus mencurigai adanya penganiayaan seksual jika anak kecil menderita infeksi menular seksual.

Jika dokter mencurigai seorang anak telah dianiaya secara seksual, mereka memeriksa anak tersebut. Jika dugaan penganiayaan terjadi dalam waktu 96 jam setelah tiba di fasilitas medis, mereka biasanya juga mengumpulkan bukti hukum dari kemungkinan kontak seksual, seperti apusan (swab) cairan tubuh dan permukaan kulit. Kumpulan bukti ini sering menggunakan apa yang dikenal sebagai kit perkosaan. Foto cedera yang terlihat diambil. Di beberapa komunitas, praktisi perawatan kesehatan yang dilatih khusus untuk mengevaluasi kekerasan seksual terhadap anak-anak yang melakukan pemeriksaan ini. Dokter biasanya juga melakukan tes untuk infeksi menular seksual dan, jika sesuai, untuk kehamilan.

Pencegahan Penelantaran dan Penganiayaan Anak

Cara terbaik untuk mencegah penelantaran dan penganiayaan anak adalah menghentikannya sebelum dimulai. Program yang memberikan dukungan bagi orang tua dan mengajarkan keterampilan mengasuh anak yang positif sangatlah penting dan diperlukan. Orang tua dapat mempelajari cara berkomunikasi secara positif, disiplin secara tepat, dan menanggapi kebutuhan fisik dan emosional anak-anak mereka. Program untuk mencegah penganiayaan dan penelantaran anak juga membantu meningkatkan hubungan orang tua-anak dan memberikan dukungan sosial kepada orang tua.

Program dukungan untuk orang tua ini dapat diadakan di rumah orang tua, di sekolah, di klinik kesehatan medis atau mental, atau di lingkungan berbasis komunitas lainnya. Program dapat melibatkan sesi tatap muka atau kelompok.

Penanganan untuk Penelantaran dan Penganiayaan Anak

  • Perawatan cedera

  • Langkah-langkah untuk memastikan keselamatan anak, termasuk melaporkan ke lembaga yang sesuai dan terkadang mengeluarkan anak dari rumah tersebut

Semua cedera fisik dan gangguan diobati. Beberapa anak dirawat di rumah sakit untuk pengobatan cedera, kekurangan gizi yang parah, atau gangguan lainnya. Beberapa cedera parah memerlukan pembedahan. Bayi yang mungkin mengalami trauma kepala yang parah biasanya dirawat di rumah sakit. Terkadang anak-anak yang sehat dirawat di rumah sakit untuk melindungi mereka dari penganiayaan lebih lanjut hingga tempat yang aman dapat dipastikan. Penganiayaan fisik, terutama trauma kepala, dapat memiliki efek jangka panjang pada perkembangan. Semua anak dengan trauma kepala harus dievaluasi karena mereka mungkin memerlukan layanan intervensi dini, seperti terapi berbicara dan berbahasa serta terapi okupasional.

Beberapa anak yang telah mengalami penganiayaan seksual diberi obat-obatan untuk mencegah infeksi menular seksual, terkadang termasuk infeksi HIV. Anak-anak yang diduga mengalami penganiayaan memerlukan dukungan segera. Anak-anak yang dianiaya secara seksual, bahkan mereka yang pada awalnya tampak tidak terpengaruh, dirujuk ke praktisi perawatan kesehatan mental karena umum terjadi masalah jangka panjang. Konseling psikologi jangka panjang sering kali diperlukan. Dokter merujuk anak-anak dengan jenis penganiayaan lain untuk konseling jika terjadi masalah perilaku atau emosional.

Keselamatan anak yang segera

Pelapor yang diwajibkan adalah orang-orang yang diwajibkan oleh hukum untuk segera melaporkan kasus dugaan penelantaran atau penganiayaan anak ke Layanan Perlindungan Anak (Child Protective Services/CPS). Banyak orang yang berbeda, bukan hanya dokter dan tenaga kesehatan profesional, yang memiliki kontak dengan anak-anak dalam pekerjaan atau kegiatan sukarela dianggap sebagai pelapor yang diwajibkan. Orang-orang tersebut termasuk guru, pekerja penitipan anak, penyedia layanan pengasuhan anak, serta personel polisi dan layanan hukum. Praktisi perawatan kesehatan harus, tetapi tidak wajib, memberi tahu orang tua bahwa laporan sedang dibuat sesuai dengan hukum dan bahwa mereka dapat dihubungi, diwawancarai, dan dikunjungi di rumah mereka. Tergantung pada situasinya, lembaga penegak hukum setempat juga dapat diberi tahu.

Orang-orang yang bukan merupakan pelapor wajib, tetapi mengetahui atau mencurigai adanya penelantaran atau penganiayaan juga didorong untuk melaporkannya, tetapi tidak diwajibkan oleh hukum untuk melakukannya. Setiap orang yang melaporkan penganiayaan berdasarkan alasan yang wajar dan dengan iktikad baik tidak dapat ditangkap atau dituntut atas tindakan mereka. Masyarakat dapat melaporkan penganiayaan atau mendapatkan bantuan dengan menghubungi National Child Abuse Hotline di 1-800-4-A-CHILD (1-800-422-4453).

Kasus penganiayaan terhadap anak yang dilaporkan akan disaring untuk keperluan investigasi lebih lanjut. Pelaporan kasus yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut diselidiki oleh perwakilan lembaga Layanan Perlindungan Anak setempat, yang menentukan fakta dan membuat rekomendasi. Perwakilan lembaga ini dapat merekomendasikan dinas sosial (untuk anak dan anggota keluarga), rawat inap sementara untuk perlindungan atau bantuan nutrisi jika diperlukan, penempatan sementara dengan kerabat, atau orang tua asuh sementara. Dokter, pekerja sosial, dan perwakilan dari lembaga Layanan Perlindungan Anak memutuskan apa yang harus dilakukan berdasarkan kebutuhan medis langsung anak, tingkat keparahan cedera, dan kemungkinan pengabaian atau kekerasan lebih lanjut.

Perawatan tindak lanjut

Tim dokter, praktisi perawatan kesehatan lainnya, dan pekerja sosial berupaya mengatasi penyebab dan dampak penelantaran dan penganiayaan. Tim ini bekerja sama dengan sistem hukum untuk mengoordinasikan perawatan bagi anak. Tim membantu anggota keluarga memahami kebutuhan anak dan membantu mereka mengakses sumber daya lokal. Misalnya, anak yang orang tuanya tidak mampu membayar perawatan kesehatan dapat memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan medis dari negara. Program masyarakat dan pemerintah lainnya dapat memberikan bantuan terkait makanan dan tempat tinggal. Orang tua dengan gangguan penggunaan narkoba atau masalah kesehatan mental dapat diarahkan ke program pengobatan yang tepat.

Program pengasuhan dan kelompok dukungan tersedia di beberapa area. Kontak berkala atau berkelanjutan oleh pekerja sosial, penasihat korban, atau keduanya mungkin diperlukan oleh keluarga.

Dikeluarkan dari rumah

Tujuan utama Layanan Perlindungan Anak adalah mengembalikan anak-anak ke lingkungan keluarga yang aman dan sehat. Bergantung pada sifat pelecehan dan faktor lainnya, anak-anak dapat pulang bersama anggota keluarga atau dapat dipindahkan dari rumah dan ditempatkan bersama kerabat atau dititipkan ke orang tua asuh di mana pengasuh mampu melindungi anak dari penganiayaan lebih lanjut. Penempatan ini sering bersifat sementara, misalnya, sampai orang tua mendapatkan tempat tinggal atau pekerjaan atau sampai ditetapkan kunjungan rumah rutin oleh pekerja sosial. Sayangnya, berulangnya penelantaran dan/atau penganiayaan adalah hal yang umum.

Dalam kasus penelantaran atau penganiayaan yang parah, dapat dipertimbangkan mengeluarkan anak dari rumah secara permanen atau hak orang tua dapat dicabut. Dalam kasus tersebut, anak tetap dalam perawatan orang tua asuh sampai anak diadopsi atau menjadi dewasa.

Informasi Lebih Lanjut

Sumber daya berbahasa Inggris berikut ini mungkin berguna. Harap diperhatikan bahwa MANUAL ini tidak bertanggung jawab atas konten sumber daya ini.

  1. Hotline Penganiayaan Anak Nasional Childhelp (1-800-4-A-CHILD): Hotline rahasia 24 jam sehari, 7 hari seminggu yang dilengkapi dengan konselor krisis profesional yang dapat membantu memberikan intervensi, informasi, dan rujukan ke sumber daya darurat dan dukungan

  2. Yayasan Kempe untuk Pencegahan dan Penanganan Penganiayaan dan Penelantaran Anak: Sumber informasi tentang mencegah dan meningkatkan kesadaran tentang penganiayaan dan advokasi anak

  3. National Parent HelplineĀ® (1-855-4-A-PARENT): Sumber daya bagi orang tua yang mencari panduan dan dukungan untuk menjadi orang tua yang lebih kuat

  4. Prevent Child Abuse America: Badan amal yang berfokus pada pencegahan penganiayaan dan pengabaian anak yang menyediakan sumber daya dan informasi bagi orang tua dan pengasuh

Uji Pengetahuan Anda
Uji Pengetahuan AndaTake a Quiz!