Gambaran Umum Fraktur

OlehDanielle Campagne, MD, University of California, San Francisco
Ditinjau OlehDiane M. Birnbaumer, MD, David Geffen School of Medicine at UCLA
Ditinjau/Direvisi Mar 2025 | Dimodifikasi Apr 2025
v829656_id

Fraktur adalah retak atau patah pada tulang. Sebagian besar fraktur terjadi akibat kekuatan yang diberikan pada tulang.

  • Fraktur biasanya terjadi akibat cedera atau penggunaan berlebihan.

  • Bagian tubuh yang cedera terasa sakit (terutama saat digunakan), biasanya membengkak, dan dapat memar atau tampak terdistorsi, bengkok, atau tidak pada tempatnya.

  • Cedera lain, seperti kerusakan pembuluh darah dan saraf, sindrom kompartemen, infeksi, dan masalah sendi jangka panjang, juga dapat terjadi atau berkembang.

  • Dokter terkadang dapat mendiagnosis fraktur berdasarkan gejala, keadaan yang menyebabkan cedera, dan hasil pemeriksaan fisik, tetapi pemeriksaan sinar-x biasanya perlu dilakukan.

  • Sebagian besar fraktur sembuh dengan baik dan tidak mengakibatkan masalah berarti, tetapi durasi waktu yang dibutuhkan untuk sembuh bervariasi, bergantung pada banyak faktor, seperti usia seseorang, jenis dan keparahan cedera, dan gangguan lainnya yang ada.

  • Pengobatan bergantung pada jenis dan keparahan fraktur dan dapat mencakup medikasi pereda nyeri, PRICE (protection (proteksi), rest (istirahat), ice (kompres es), compression (kompresi), dan elevation (elevasi)), manuver atau prosedur untuk memindahkan fragmen tulang yang mengalami fraktur kembali ke posisi normalnya (reduksi), imobilisasi bagian yang cedera (misalnya, dengan gips atau bidai), dan terkadang pembedahan.

Tulang adalah bagian dari sistem muskuloskeletal, yang juga mencakup otot dan jaringan yang menghubungkannya (ligamen, tendon, dan jaringan ikat lainnya, yang disebut jaringan lunak). Struktur ini memberikan bentuk pada tubuh, membuatnya stabil, dan memungkinkannya bergerak.

Selain fraktur, jaringan sistem muskuloskeletal dapat rusak akibat yang berikut ini:

  • Tulang-tulang dalam sendi dapat terpisah sepenuhnya antara satu sama lain (disebut dislokasi) atau hanya sebagian melenceng dari posisinya (disebut subluksasi).

  • Ligamen (yang melekatkan tulang dengan tulang) dapat robek (terkilir).

  • Otot bisa robek (salah urat).

  • Tendon (yang melekatkan otot ke tulang) dapat robek (ruptur).

Terkilir, salah urat, dan ruptur tendon cedera jaringan lunak.

Fraktur (dan cedera muskuloskeletal lainnya) memiliki tingkat keparahan dan jenis pengobatan yang sangat bervariasi. Misalnya, fraktur dapat berkisar dari retakan kecil pada tulang kaki yang tidak dirasakan hingga patahan besar di panggul yang mengancam jiwa.

Fraktur dapat menembus kulit (disebut fraktur terbuka) atau tidak (disebut fraktur tertutup).

Cedera yang menyebabkan tulang patah juga dapat menimbulkan kerusakan serius pada jaringan lainnya, termasuk kulit, saraf, pembuluh darah, otot, dan organ. Cedera ini dapat mempersulit pengobatan fraktur dan/atau menyebabkan masalah yang bersifat sementara atau permanen.

Sering kali, anggota gerak mengalami fraktur, tetapi fraktur dapat terjadi pada tulang di bagian tubuh mana pun, seperti berikut ini:

Proses penyembuhan tulang

Ketika sebagian besar jaringan, seperti kulit, otot, dan organ dalam mengalami cedera yang signifikan, jaringan tersebut memperbaiki diri dengan memproduksi jaringan parut untuk menggantikan jaringan yang cedera. Jaringan parut sering kali terlihat berbeda dari jaringan normal atau mengganggu fungsi dalam beberapa aspek. Sebaliknya, penyembuhan tulang berlangsung dengan memproduksi jaringan tulang yang sebenarnya.

Ketika penyembuhan tulang berlangsung setelah terjadinya fraktur, fraktur tersebut pada akhirnya hampir tidak terdeteksi. Bahkan tulang yang telah hancur, jika dirawat dengan tepat, sering kali dapat diperbaiki dan berfungsi secara normal.

Seberapa cepat penyembuhan tulang bergantung pada usia seseorang dan gangguan lain yang ada. Misalnya, penyembuhan pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Gangguan yang menghalangi aliran darah (seperti diabetes dan penyakit arteri perifer) dapat memperlambat penyembuhan.

Fraktur sembuh dalam tiga tahap yang tumpang tindih:

  • Inflamasi

  • Perbaikan

  • Remodeling

Pada tahap peradangan, penyembuhan dimulai segera setelah fraktur terjadi. Sel-sel sistem kekebalan tubuh bergerak ke area yang cedera untuk menghilangkan jaringan, fragmen tulang, dan darah yang rusak yang bocor dari pembuluh darah yang pecah.

Sel imun melepaskan zat yang menarik lebih banyak sel imun, meningkatkan aliran darah ke area, dan menyebabkan lebih banyak cairan memasuki area yang rusak. Akibatnya, area di sekitar fraktur menjadi meradang—merah, bengkak, dan nyeri jika ditekan.

Proses peradangan memuncak dalam beberapa hari, tetapi membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk mereda. Proses ini menyebabkan sebagian besar rasa sakit yang dirasakan orang segera setelah fraktur terjadi.

Selama tahap ini dan tahap perbaikan, bagian tubuh yang mengalami fraktur sering kali harus dijaga agar tidak bergerak (diimobilisasi)—misalnya, dengan gips atau bidai.

Tahap perbaikan dimulai dalam beberappa hari setelah cedera dan berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Tulang baru (disebut kalus) dibuat untuk memperbaiki fraktur. Pada awalnya, tulang baru ini, yang disebut kalus eksternal, tidak mengandung kalsium (mineral yang memberikan kekuatan dan kepadatan pada tulang). Tulang baru ini bersifat lembut dan elastis. Dengan demikian, tulang baru ini dapat rusak dengan mudah dan dapat menyebabkan tulang dalam proses penyembuhan terlepas dari tempat seharusnya (bergeser). Selain itu, tulang baru ini tidak terlihat pada pemeriksaan sinar-x.

Pada tahap remodeling, tulang diuraikan, dibangun kembali, dan dipulihkan ke kondisi sebelumnya. Remodeling memakan waktu berbulan-bulan. Kalsium disimpan dalam kalus, yang kemudian menjadi jauh lebih kaku dan lebih kuat serta lebih mudah dilihat pada pemeriksaan sinar-x, dan bentuk serta struktur normal tulang menjadi pulih kembali.

Selama tahap ini, orang-orang secara bertahap dapat mulai menggunakan bagian yang cedera secara normal. Mereka harus melanjutkan aktivitas normal mereka secara bertahap dan meningkatkan jumlah stres atau berat badan yang mereka berikan pada bagian yang cedera juga secara bertahap.

Penyebab Fraktur

Trauma adalah penyebab fraktur yang paling umum. Trauma meliputi:

  • Kekuatan langsung, seperti yang terjadi pada kasus jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor

  • Kekuatan sedang berulang, seperti yang mungkin terjadi pada pelari jarak jauh atau pada tentara yang berbaris dengan membawa beban berat di punggung mereka (fraktur seperti itu disebut fraktur stres)

Seberapa parah fraktur bergantung sebagian pada seberapa kuat kekuatan yang diberikan. Misalnya, jatuh pada permukaan tanah biasanya menyebabkan fraktur ringan, tetapi jatuh dari bangunan tinggi dapat menyebabkan fraktur berat yang melibatkan beberapa tulang.

Beberapa fraktur terjadi saat bermain olahraga tertentu (lihat Cedera Olahraga).

Beberapa gangguan dapat melemahkan tulang. Ini meliputi:

  • Infeksi-infeksi tertentu

  • Tumor tulang (baik yang ganas atau tidak), termasuk kanker yang telah menyebar (bermetastasis) dari bagian lain dalam tubuh ke tulang

  • Osteoporosis

Orang-orang yang menyandang salah satu gangguan ini lebih cenderung mengalami patah tulang, meskipun hanya terkena sedikit kekuatan. Patah tulang tersebut disebut dengan fraktur patologis.

Gejala Fraktur

Gejala fraktur yang paling jelas adalah:

  • Nyeri

Bagian yang cedera terasa nyeri, terutama ketika orang mencoba menumpukan beban atau menggunakannya. Area di sekitar fraktur terasa nyeri saat disentuh. Gejala lainnya meliputi:

  • Pembengkakan

  • Bagian yang tampak terdistorsi, bengkok, atau tidak pada tempatnya

  • Memar atau berubah warna

  • Ketidakmampuan untuk menggunakan bagian yang cedera secara normal

  • Kemungkinan hilangnya sensasi (mati rasa atau sensasi abnormal)

Fraktur biasanya menyebabkan pembengkakan, tetapi pembengkakan mungkin baru muncul setelah beberapa jam dan, dalam beberapa jenis fraktur, terbilang tidak signifikan.

Ketika otot-otot di sekitar area yang cedera mencoba menahan tulang yang patah pada tempatnya, spasme otot dapat terjadi, sehingga menyebabkan rasa sakit yang lebih.

Memar muncul saat terjadi perdarahan di bawah kulit. Darah dapat berasal dari pembuluh darah pada tulang yang patah atau di jaringan sekitarnya. Pada awalnya memar berwarna hitam keunguan, kemudian perlahan berubah menjadi hijau dan kuning saat darah terurai dan diserap kembali ke dalam tubuh. Darah dapat bergerak cukup jauh dari lokasi fraktur, menyebabkan memar besar atau memar pada jarak tertentu dari lokasi cedera. Diperlukan waktu beberapa minggu hingga darah terserap kembali. Darah dapat menyebabkan rasa sakit dan kaku sementara pada struktur di sekitarnya. Misalnya, fraktur bahu dapat menyebabkan memar di seluruh lengan dan menyebabkan nyeri pada siku dan pergelangan tangan.

Nyeri, serta fraktur itu sendiri, sering kali menghambat gerakan normal seseorang pada bagian yang mengalami fraktur.

Karena menggerakkan bagian yang cedera menimbulkan nyeri yang parah, sebagian orang tidak bersedia atau tidak dapat menggerakkannya. Jika orang-orang (seperti anak-anak kecil atau lansia) tidak dapat berbicara, penolakan untuk menggerakkan suatu bagian tubuh mungkin menjadi satu-satunya tanda fraktur. Namun demikian, beberapa fraktur tidak menghalangi orang untuk menggerakkan bagian yang cedera. Mampu menggerakkan bagian yang cedera bukan berarti tidak terjadi fraktur.

Komplikasi Fraktur

Fraktur dapat disertai dengan atau menimbulkan masalah lain (komplikasi). Namun, komplikasi serius jarang terjadi. Risiko komplikasi serius meningkat jika kulit robek atau jika pembuluh darah atau saraf rusak.

Beberapa komplikasi (seperti kerusakan pembuluh darah dan saraf, sindrom kompartemen, emboli lemak, dan infeksi) terjadi selama beberapa jam atau beberapa hari pertama setelah cedera terjadi. Komplikasi lainnya (seperti masalah dengan sendi dan penyembuhan) berkembang seiring waktu.

Kerusakan pembuluh darah

Banyak fraktur menyebabkan perdarahan yang dapat dilihat di sekitar lokasi cedera. Meskipun jarang terjadi namun perdarahan di dalam tubuh (perdarahan internal) atau akibat luka terbuka (perdarahan eksternal) dapat berlangsung cukup hebat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah (syok) yang mengancam jiwa. Misalnya, syok dapat terjadi ketika fraktur tulang paha (femur) atau panggul menyebabkan perdarahan internal yang parah. Jika seseorang meminum obat untuk mencegah terbentuknya bekuan darah (antikoagulan), cedera yang relatif ringan dapat menyebabkan perdarahan substansial.

Pinggul atau lutut yang mengalami dislokasi dapat mengganggu aliran darah ke tungkai. Dengan demikian, jaringan di tungkai mungkin tidak mendapatkan cukup darah (disebut iskemia) dan dapat mati (disebut nekrosis). Jika terdapat cukup banyak jaringan yang mati, sebagian tungkai mungkin harus diamputasi. Terkadang fraktur pada siku atau lengan atas dapat mengganggu aliran darah ke lengan bawah, sehingga menyebabkan masalah serupa. Pasokan darah yang terganggu mungkin tidak menyebabkan gejala apa pun hingga beberapa jam setelah cedera.

Kerusakan saraf

Terkadang saraf meregang, memar, atau remuk saat tulang mengalami fraktur. Hantaman langsung dapat menyebabkan saraf memar atau remuk. Cedera ini biasanya membaik tanpa pengobatan setelah beberapa minggu, bulan, atau bahkan tahun, bergantung pada tingkat keparahan cedera. Beberapa cedera saraf tidak pernah sembuh sepenuhnya.

Meskipun jarang terjadi, saraf terkadang robek akibat fragmen tulang yang tajam. Saraf lebih mungkin robek jika terjadi robekan kulit. Saraf yang robek tidak sembuh dengan sendirinya dan mungkin harus diperbaiki melalui pembedahan.

Emboli paru

Emboli paru adalah komplikasi berat yang paling umum dari fraktur serius pada pinggul atau panggul. Ini terjadi ketika bekuan darah terbentuk di pembuluh vena di tungkai atau panggul, terlepas (menjadi emboli), berjalan ke paru-paru, dan menyumbat pembuluh arteri di sana. Akibatnya, tubuh mungkin tidak mendapatkan cukup oksigen.

Mengalami fraktur pinggul sangat meningkatkan risiko emboli paru karena melibatkan:

  • Cedera pada tungkai, tempat terbentuknya sebagian besar bekuan darah yang menyebabkan emboli paru

  • Imobilitas paksa (harus terus berbaring di tempat tidur) selama berjam-jam atau berhari-hari, memperlambat aliran darah, dan dengan demikian memberikan peluang terbentuknya bekuan darah

  • Pembengkakan di sekitar fraktur, yang juga memperlambat aliran darah di pembuluh vena

Sekitar sepertiga orang yang meninggal setelah mengalami fraktur pinggul disebabkan oleh emboli paru. Emboli paru jauh lebih jarang terjadi jika tungkai bawah yang patah dan sangat jarang terjadi jika lengan yang patah.

Emboli lemak

Emboli lemak jarang terjadi. Ini dapat terjadi ketika tulang panjang (seperti tulang paha) mengalami fraktur dan melepaskan lemak dari bagian dalam tulang (sumsum tulang). Lemak dapat mengalir melalui pembuluh vena, masuk ke paru-paru, dan menyumbat pembuluh darah di sana, sehingga menyebabkan sindrom emboli lemak. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen, dan orang mungkin menjadi sesak napas dan mengalami nyeri dada. Napas mereka dapat menjadi cepat dan dangkal, dan kulit mereka dapat menjadi berbintik-bintik atau biru. Mereka juga dapat mengalami gejala neurologis (seperti merasa bingung) dan mengalami ruam.

Sindrom kompartemen

Meskipun jarang, sindrom kompartemen dapat berkembang. Misalnya, kondisi ini dapat terjadi jika otoot yang cedera mengalami pembengkakan berat setelah lengan atau tungkai patah. Karena pembengkakan menekan pembuluh darah di dekatnya, aliran darah ke anggota gerak yang cedera menjadi berkurang atau tersumbat. Akibatnya, jaringan pada anggota gerak dapat mengalami kerusakan atau mati, dan anggota gerak mungkin harus diamputasi. Tanpa pengobatan segera, sindrom dapat berakibat fatal. Sindrom Kompartemen lebih cenderung dialami oleh orang-orang yang mengalami fraktur tertentu pada tungkai bawah, fraktur lengan tertentu, atau fraktur Lisfranc (sejenis fraktur kaki).

Infeksi

Jika kulit robek saat tulang patah, luka dapat terinfeksi, dan infeksi dapat menyebar ke tulang (disebut osteomielitis, yang sangat sulit disembuhkan).

Masalah sendi

Fraktur yang meluas ke sendi biasanya merusak tulang rawan pada ujung-ujung tulang di sendi (disebut permukaan sendi). Biasanya, jaringan pelindung yang mulus dan kuat ini memungkinkan sendi untuk bergerak dengan lancar. Tulang rawan yang rusak cenderung membentuk jaringan parut sehingga menyebabkan osteoartritis yang menyebabkan sendi kaku dan membatasi rentang geraknya. Lutut, siku, dan bahu sangat mungkin menjadi kaku setelah cedera, terutama pada lansia.

Terapi fisik biasanya diperlukan untuk mencegah kekakuan dan membantu sendi bergerak senormal mungkin. Pembedahan sering kali diperlukan untuk memperbaiki tulang rawan yang rusak. Setelah pembedahan tersebut, tulang rawan cenderung tidak akan menimbulkan jaringan parut, dan jika terbentuk jaringan parut, cenderung tidak terlalu parah.

Beberapa fraktur dapat membuat sendi menjadi tidak stabil, sehingga meningkatkan risiko cedera berulang dan osteoartritis. Pengobatan yang tepat, sering kali menggunakan gips atau bidai, dapat membantu mencegah masalah permanen.

Anggota gerak yang tidak rata

Pada anak-anak, jika lempeng pertumbuhan pada tungkai mengalami fraktur, tungkai yang terpengaruh mungkin tidak tumbuh normal dan mungkin lebih pendek dibandingkan tungkai lainnya. Lempeng pertumbuhan, yang terbuat dari tulang rawan, memungkinkan tulang untuk memanjang hingga anak-anak mencapai tinggi penuh mereka. Jika fraktur tidak melibatkan lempeng pertumbuhan, maka dapat merangsang pertumbuhan tulang dari titik fraktur itu sendiri. Jika merangsang pertumbuhan, tungkai yang mengalami fraktur dapat tumbuh terlalu banyak dan lebih panjang daripada tungkai lainnya.

Pada orang dewasa, pembedahan untuk memperbaiki tulang paha dapat menyebabkan satu tungkai yang lebih panjang dari tungkai lainnya.

Masalah dalam penyembuhan

Terkadang tulang yang patah tidak tumbuh kembali seperti yang diharapkan. Dokter dapat:

  • Tidak tumbuh kembali secara sama (disebut nonunion)

  • Tumbuh kembali secara sama tetapi sangat lambat (disebut penyatuan tertunda)

  • Tumbuh kembali di posisi yang salah (disebut malunion)

Masalah ini lebih cenderung terjadi saat:

  • Tulang yang patah tidak dijaga untuk tetap berdekatan dan tidak dijaga untuk tidak bergerak (artinya tidak diimobilisasi dengan gips atau bidai).

  • Pasokan darah terganggu.

Gangguan tertentu, seperti diabetes dan penyakit vaskular perifer, serta medikasi tertentu, seperti kortikosteroid, dapat menunda atau menghambat penyembuhan.

Osteonekrosis

Ketika aliran darah ke tulang terganggu, sebagian tulang dapat mati, sehingga mengakibatkan osteonekrosis. Cedera tertentu (seperti fraktur pergelangan tangan skapoid dan fraktur pinggul yang menyebabkan tulang yang patah bergeser dari tempatnya) cenderung menyebabkan osteonekrosis.

Diagnosis Fraktur

  • Evaluasi dokter

  • Pemeriksaan sinar-x untuk mengidentifikasi fraktur

  • Terkadang pencitraan resonansi magnetik atau tomografi terkomputasi

Jika seseorang berpikir bahwa mereka mungkin mengalami patah tulang, mereka harus mendatangi atau dibawa ke unit gawat darurat. Pengecualian yang mungkin adalah beberapa cedera pada jari kaki atau ujung jari.

Seseorang juga harus dibawa ke unit gawat darurat, sering kali dengan ambulans, jika kondisi mana pun di bawah ini berlaku:

  • Masalahnya jelas serius (misalnya, jika terjadi tabrakan mobil atau jika orang tidak dapat menggunakan bagian tubuh yang terpengaruh).

  • Mereka mengalami beberapa cedera.

  • Mereka memiliki gejala komplikasi—misalnya, jika mereka kehilangan sensasi pada bagian tubuh yang terpengaruh, mereka tidak dapat menggerakkan bagian yang terpengaruh secara normal, kulit terasa dingin atau berubah menjadi biru, atau bagian yang terpengaruh menjadi lemah.

  • Mereka tidak dapat menumpukan beban pada bagian tubuh yang terpengaruh.

  • Sendi yang cedera terasa tidak stabil.

Jika cedera diakibatkan oleh kecelakaan serius, prioritas pertama dokter adalah:

  • Memeriksa cedera dan komplikasi berat, seperti luka terbuka, kerusakan saraf, kehilangan darah yang signifikan, aliran darah terganggu, dan sindrom kompartemen

Misalnya, dokter melakukan hal berikut:

  • Mengukur tekanan darah: Orang yang kehilangan banyak darah biasanya mengalami tekanan darah rendah.

  • Memeriksa denyut nadi dan warna serta suhu kulit: Denyut nadi yang tidak terasa atau lemah dan kulit yang pucat dan dingin dapat menunjukkan bahwa aliran darah terganggu. Gejala-gejala ini dapat menunjukkan rusaknya pembuluh arteri atau terjadinya sindrom kompartemen.

  • Periksa sensasi pada kulit untuk menentukan apakah orang tersebut dapat merasakannya secara normal: Dokter menanyakan apakah orang tersebut mengalami sensasi abnormal, seperti sensasi ditusuk-tusuk, kesemutan, atau mati rasa. Sensasi abnormal menunjukkan adanya kerusakan saraf.

Jika terdapat cedera dan komplikasi, dokter akan mengobatinya sesuai kebutuhan, lalu melanjutkan evaluasi.

Deskripsi cedera

Dokter meminta orang tersebut (atau saksi) untuk menjelaskan apa yang terjadi. Sering kali, orang tersebut tidak ingat bagaimana cedera terjadi atau tidak dapat menggambarkannya secara akurat. Mengetahui bagaimana cedera terjadi dapat membantu dokter menentukan jenis cedera. Misalnya, jika seseorang melaporkan adanya bunyi krek, penyebabnya dapat berupa fraktur (atau cedera pada ligamen atau tendon). Selain itu, dokter juga menanyakan ke arah mana sendi mengalami tekanan saat terjadi cedera. Informasi ini dapat membantu dokter menentukan tulang dan struktur lainnya yang rusak.

Dokter juga menanyakan tentang waktu dimulainya rasa nyeri serta tingkat keparahannya.

  • Jika dimulai segera setelah cedera, penyebabnya dapat berupa fraktur atau terkilir berat.

  • Jika nyeri mulai berjam-jam hingga beberapa hari kemudian, cedera biasanya ringan.

  • Jika nyeri lebih parah dari yang diperkirakan untuk cedera tersebut atau jika nyeri terus memburuk selama jam-jam pertama setelah cedera, sindrom kompartemen mungkin telah berkembang atau aliran darah mungkin terganggu.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi hal berikut (sesuai urutan prioritas):

  • Memeriksa kerusakan pembuluh darah di dekat bagian tubuh yang cedera—misalnya, dengan memeriksa denyut nadi serta suhu dan warna kulit

  • Memeriksa kerusakan saraf (misalnya memeriksa sensasi) di dekat bagian yang cedera

  • Memeriksa dan menggerakkan bagian yang cedera

  • Memeriksa persendian di atas dan di bawah bagian yang cedera

Dokter perlahan-lahan merasakan bagian yang cedera untuk menentukan apakah tulang-tulangnya patah menjadi beberapa bagian atau bergeser dari tempatnya dan apakah area tersebut nyeri jika ditekan. Dokter juga memeriksa adanya pembengkakan dan memar. Jika tidak terjadi pembengkakan dalam beberapa jam setelah cedera, kemungkinan bukan merupakan fraktur.

Dokter juga menanyakan apakah orang tersebut dapat menggunakan, menumpukan beban pada, dan menggerakkan bagian yang cedera.

Dokter melakukan tes untuk melihat stabilitas sendi dengan menggerakkannya secara perlahan, tetapi jika dicurigai terjadi fraktur, pemeriksaan sinar-x dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan bahwa menggerakkan aman dilakukan. Dokter memeriksa adanya bunyi berderak atau letupan (krepitus) saat bagian yang cedera digerakkan. Suara ini dapat mengindikasikan adanya fraktur.

Dokter juga memeriksa sendi di atas dan di bawah sendi yang cedera dan memeriksa adanya cedera ligamen, tendon, dan otot.

Jika nyeri atau spasme otot mengganggu pemeriksaan, orang tersebut dapat diberikan pereda nyeri dan/atau relaksan otot secara oral atau melalui injeksi, atau anestesi lokal dapat disuntikkan ke area yang cedera. Atau bagian yang cedera mungkin tidak dapat diimobilisasi hingga spasme berhenti, biasanya selama beberapa hari, dan kemudian diperiksa.

Tes

Tes pencitraan yang digunakan untuk mendiagnosis fraktur meliputi:

  • Sinar-X

  • Pencitraan resonansi magnetik (magnetic resonance imaging, MRI)

  • Tomografi terkomputasi (computed tomography, CT)

Pemeriksaan Sinar-X adalah tes yang paling penting dan biasanya merupakan tes pertama dan satu-satunya yang dilakukan untuk mendiagnosis fraktur.

Namun, pemeriksaan sinar-x tidak selalu diperlukan, bergantung pada bagian tubuh yang terpengaruh dan kondisi yang dicurigai oleh dokter. Misalnya, jika bagian tubuh yang cedera (seperti jari kaki, kecuali ibu jari kaki) akan diterapi dengan cara yang sama tanpa memandang apakah mengalami fraktur atau tidak, biasanya pemeriksaan sinar-x tidak diperlukan.

Pemeriksaan sinar-x biasanya diambil dari setidaknya dua sudut untuk memperlihatkan kesejajaran fragmen tulang. Sinar-x rutin ini mungkin tidak menunjukkan fraktur kecil ketika potongan-potongan tulang yang patah tetap berada pada tempatnya (yaitu, tidak terpisah menjadi fragmen). Fraktur tersebut disebut fraktur okult (tersembunyi). Jadi terkadang pemeriksaan sinar-x tambahan diambil dari sudut yang berbeda. Kadang-kadang, dokter menunggu untuk melakukan pemeriksaan sinar-x selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu karena beberapa fraktur bersifat samar, seperti fraktur tulang rusuk, fraktur stres, dan fraktur pergelangan tangan skapoid, baru terlihat pada pemeriksaan sinar-x setelah fraktur mulai sembuh dan kalsium disimpan di tulang yang baru.

Jika pemeriksaan sinar-x tidak menunjukkan adanya fraktur, tetapi dokter masih mencurigai adanya fraktur, dokter dapat mengaplikasikan bidai dan memeriksa kembali orang tersebut beberapa hari kemudian. Jika gejalanya masih mengganggu, mereka dapat melakukan pemeriksaan sinar-x lagi. Fraktur mungkin lebih mudah terlihat pada sinar-x setelah sembuh dalam beberapa saat.

Jika pemeriksaan sinar-x menunjukkan adanya fraktur pada tulang yang terlihat abnormal (misalnya, jika area tulang terlihat sangat tipis), fraktur mungkin terjadi karena adanya penyakit (seperti osteoporosis) yang melemahkan tulang.

Pemeriksaan CT atau MRI dapat dilakukan saat:

  • Hasil pemeriksaan sangat menunjukkan adanya fraktur tetapi sinar-x tidak menunjukkan adanya fraktur.

  • Seorang spesialis membutuhkan pandangan yang lebih terperinci tentang fraktur untuk menentukan cara terbaik untuk mengobatinya.

CT dan MRI juga dapat dilakukan untuk memberikan lebih banyak detail tentang fraktur daripada yang dapat ditunjukkan oleh pemeriksaan sinar-x rutin. Pemeriksaan CT dapat menunjukkan detail halus permukaan sendi yang mengalami fraktur dan area fraktur yang tertutupi oleh tulang yang tidak rusak. Pemindaian CT dan khususnya MRI dapat memperlihatkan jaringan lunak, yang biasanya tidak terlihat pada pemeriksaan sinar-x. MRI menunjukkan jaringan di sekitar tulang dan dengan demikian membantu mendeteksi cedera pada tendon, ligamen, tulang rawan, dan otot terdekat. Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan perubahan yang disebabkan oleh kanker. MRI juga menunjukkan adanya cedera (pembengkakan atau memar) di dalam tulang sehingga dapat mendeteksi fraktur kecil sebelum muncul pada pemeriksaan sinar-x.

Tes lain dapat dilakukan untuk memeriksa cedera terkait:

  • Angiografi (pemeriksaan sinar-x atau pemindaian CT yang dilakukan setelah agen kontras, yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-x, disuntikkan ke dalam pembuluh arteri) untuk memeriksa kerusakan pembuluh darah

  • Pemeriksaan konduksi saraf untuk memeriksa adanya saraf yang rusak

Jenis-jenis fraktur

Tes pencitraan memungkinkan dokter untuk mengidentifikasi jenis fraktur dan menggambarkannya dengan tepat.

Tabel

Beberapa Jenis Fraktur

Pengobatan Fraktur

  • Pengobatan komplikasi serius

  • Pereda nyeri

  • Protection (Proteksi), rest (istirahat), ice (kompres es), compression (kompresi), dan elevation (elevasi) (PRICE)

  • Penyejajaran kembali (reduksi) bagian-bagian yang bergeser dari tempatnya

  • Imobilisasi, biasanya dengan bidai atau gips

  • Terkadang pembedahan

Fraktur serius dan cedera serta komplikasi terkait yang bersifat serius, jika ada, akan segera diobati (misalnya, sindrom syok atau kompartemen). Tanpa pengobatan segera, cedera tersebut dapat bertambah parah, menimbulkan rasa sakit yang lebih hebat, dan lebih cenderung menyebabkan hilangnya fungsi tubuh. Cedera ini dapat menyebabkan masalah serius atau bahkan kematian.

Jika seseorang berpikir bahwa mereka mengalami fraktur atau cedera berat lainnya, mereka harus mendatangi atau dibawa ke unit gawat darurat. Jika mereka tidak dapat berjalan atau mengalami beberapa cedera, mereka harus diangkut dengan ambulans. Sampai mereka mendapatkan pertolongan medis, mereka harus melakukan hal berikut:

  • Mencegah agar anggota gerak yang cedera tidak bergerak (mengimobilisasinya) dan menopangnya dengan bidai, tali penyangga, atau bantal sementara

  • Meninggikan anggota gerak lebih tinggi daripada jantung jika memungkinkan, untuk membatasi pembengkakan

  • Menggunakan kompres es (dibungkus dengan handuk atau kain) untuk mengendalikan rasa sakit dan pembengkakan

Pengobatan terhadap anak-anak

Fraktur pada anak-anak sering kali diperlakukan secara berbeda dari fraktur pada orang dewasa karena tulang pada anak-anak berukuran lebih kecil, lebih fleksibel, tidak terlalu rapuh, dan masih tumbuh. Fraktur pada anak-anak sembuh lebih cepat dan lebih sempurna daripada fraktur dewasa. Setelah beberapa tahun berlalu dan dilakukan pemeriksaan sinar-x, sebagian besar fraktur pada anak-anak membaik dengan tulang yang terlihat hampir normal.

Untuk anak-anak, dokter sering kali lebih memilih pengobatan dengan gips daripada pembedahan karena:

  • Anak-anak tidak terlalu mengalami kekakuan setelah memakai gips dibandingkan orang dewasa.

  • Mereka lebih mungkin untuk dapat bergerak normal setelah menggunakan gips.

  • Pembedahan di dekat sendi dapat merusak bagian tulang yang mendukung pertumbuhan anak (lempeng pertumbuhan).

Pengobatan cedera serius

Di unit gawat darurat, dokter memeriksa cedera yang memerlukan perawatan segera.

Jika terjadi robekan kulit, luka dibersihkan, biasanya setelah anestesi lokal digunakan untuk mengebaskan area tersebut, dan ditutupi dengan balutan steril. Selain itu, orang yang cedera juga diberi vaksin untuk mencegah tetanus dan antibiotik untuk mencegah infeksi.

Untuk memastikan bagian yang cedera tidak kekurangan darah, dokter melakukan pembedahan untuk memperbaiki pembuluh arteri yang rusak kecuali jika pembuluh arterinya kecil dan aliran darah tidak terpengaruh.

Saraf yang terputus juga diperbaiki melalui pembedahan, tetapi pembedahan ini dapat ditunda hingga beberapa hari setelah cedera jika perlu. Jika memar atau rusak, saraf dapat membaik tanpa pengobatan.

Pereda nyeri

Nyeri diobati sesegera mungkin, biasanya dengan pereda nyeri opioid dan/atau asetaminofen atau anestesi yang disuntikkan ke dalam saraf di area tersebut (disebut pemblokiran saraf). Pemblokiran saraf dapat menghalangi saraf mengirim sinyal nyeri ke otak.

Aspirin dan obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) lainnya terkadang tidak direkomendasikan karena adanya risiko perdarahan. Namun, jika tidak ada operasi yang direncanakan, OAINS dapat digunakan.

PRICE

PRICE mengacu pada kombinasi:

  • Protection (Proteksi)

  • Beristirahat

  • Ice (Kompres Es)

  • Compression (Kompresi atau tekanan)

  • Elevation (Elevasi)

Jika orang yang mengalami fraktur juga mengalami cedera jaringan lunak, mereka dapat memperoleh manfaat dari terapi PRICE. Terapi PRICE digunakan untuk mengobati otot, ligamen, dan tendon yang cedera.

Protection (Proteksi) membantu mencegah cedera lebih lanjut yang dapat memperburuk cedera awal. Tindakan ini dapat mencakup membatasi penggunaan bagian tubuh yang cedera, menghindari menumpukan beban pada bagian tubuh yang cedera, menggunakan kruk, dan/atau mengenakan bidai atau gips.

Rest (Istirahat) mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat penyembuhan.

Ice (Kompres es) dan kompresi meminimalkan pembengkakan dan nyeri. Es dibungkus dalam kantong plastik, handuk, atau kain dan ditempelkan selama masing-masing 15 hingga 20 menit, sesering mungkin dalam 24 hingga 48 jam pertama. Biasanya, kompresi diterapkan pada bagian tubuh yang cedera menggunakan perban elastis.

Elevating (Elevasi) anggota gerak yang cedera membantu mengalirkan cairan menjauh dari bagian tubuh yang cedera sehingga mengurangi pembengkakan. Anggota gerak yang cedera diangkat lebih tinggi dari jantung selama 2 hari pertama.

Setelah 48 jam, orang dapat secara berkala mengaplikasikan panas (misalnya, dengan bantalan pemanas) selama 15 hingga 20 menit. Kompres panas dapat meredakan nyeri. Namun, apakah kompres panas atau dingin yang terbaik masih belum jelas, dan apa yang paling baik mungkin berbeda-beda pada setiap orang.

Reduksi

Sering kali, tulang yang patah harus dipindahkan kembali ke posisi normal (disejajarkan kembali, atau direduksi). Misalnya, reduksi biasanya diperlukan jika:

  • Potongan tulang yang patah telah terpisah.

  • Potongan tulang yang patah tidak sejajar.

Fraktur tertentu pada anak-anak tidak perlu disejajarkan kembali karena tulang, yang masih tumbuh, dapat memperbaiki dirinya sendiri.

Jika memungkinkan, reduksi dilakukan tanpa pembedahan (disebut reduksi tertutup), dengan memanipulasi tulang atau fragmen tulang kembali pada tempatnya. Setelah reduksi dilakukan, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan sinar-x untuk menentukan bahwa tulang yang mengalami fraktur berada dalam posisi normal.

Beberapa cedera harus disejajarkan kembali melalui pembedahan (disebut reduksi terbuka).

Karena reduksi biasanya menimbulkan rasa sakit, orang biasanya diberi pereda nyeri, obat penenang, dan/atau anestesi sebelum prosedur dilakukan. Jenis medikasi yang digunakan bergantung pada seberapa parah cedera dan cara melakukan reduksi:

  • Reduksi tertutup terhadap fraktur ringan (seperti jari tangan atau jari kaki): Anestesi lokal, seperti lidokain, yang disuntikkan di dekat bagian yang cedera mungkin yang dibutuhkan.

  • Reduksi tertutup terhadap fraktur berat (seperti pada lengan, bahu, atau tungkai bawah): Seseorang dapat diberi obat penenang dan obat pereda nyeri melalui pembuluh vena. Obat penenang membuat mereka mengantuk tetapi tetap sadar. Mereka juga dapat diberikan anestesi lokal melalui injeksi. Misalnya, jika orang mengalami dislokasi bahu, lidokain dapat disuntikkan ke sendi bahu.

  • Reduksi terbuka: Orang-orang diberi anestesi umum melalui injeksi atau masker wajah, sehingga mereka menjadi tidak sadar. Prosedur ini biasanya dilakukan di ruang operasi.

Imobilisasi

Setelah disejajarkan kembali, cedera harus dijaga agar tidak bergerak (diimobilisasi).

Gips, bidai, atau tali penyangga biasanya digunakan setelah reduksi fraktur tertutup.

Perangkat keras, seperti pin, sekrup, batang, dan pelat, sering kali digunakan selama reduksi terbuka fraktur. Prosedur ini disebut reduksi terbuka dan fiksasi internal (ORIF).

Imobilisasi mengurangi nyeri dan membantu penyembuhan dengan mencegah cedera lebih lanjut pada jaringan di sekitarnya. Jika tungkai atau tulang lengan mengalami fraktur, imobilisasi dapat membantu mencegah emboli lemak. Imobilisasi sangat membantu untuk sebagian besar fraktur yang sedang atau berat. Sendi di kedua sisi fraktur diimobilisasi.

Jika imobilisasi berlangsung terlalu lama (misalnya, selama lebih dari beberapa minggu pada orang dewasa muda), sendi mungkin menjadi kaku, terkadang permanen, dan otot dapat memendek (menyebabkan kontraktur) atau menyusut (menipis, atau atrofi). Bekuan darah dapat terbentuk. Masalah tersebut dapat berkembang dengan cepat, dan kontraktur dapat menjadi permanen, biasanya pada lansia. Akibatnya, dokter mendorong pasien menggerakkan bagian tersebut segera setelah fraktur sembuh. Mereka juga cenderung menggunakan perawatan yang memungkinkan lansia berjalan sesegera mungkin (seperti perbaikan melalui pembedahan untuk fraktur pinggul), dan bukan perawatan yang mengharuskan mereka untuk tidak bergerak dalam waktu lama (seperti tirah baring atau gips).

Terapis fisik dapat memberi tahu seseorang tentang apa yang dapat mereka lakukan saat bagian tubuh mereka yang cedera diimobilisasi untuk mempertahankan kekuatan, rentang gerak, dan fungsi sebanyak mungkin. Setelah imobilisasi berakhir, terapis fisik dapat membantu orang melakukan latihan untuk memperkuat dan menstabilkan bagian yang cedera. Latihan ini dapat membantu mencegah cedera dan gangguan di masa depan.

Penentuan perlu tidaknya dilakukan imobilisasi dan jenis teknik yang digunakan bergantung pada jenis fraktur.

Sebagian besar fraktur diimobilisasi dengan gips, bidai, atau tali penyangga hingga sembuh. Tanpa imobilisasi, ujung-ujung yang patah cenderung bergerak, penyembuhan menjadi lebih lambat, dan tulang mungkin tidak tumbuh kembali secara sama. Jika posisi tulang yang patah terpisah atau tidak sejajar, biasanya tulang harus disejajarkan kembali (direduksi) sebelum diimobilisasi.

Gips biasanya digunakan untuk cedera yang harus diimobilisasi selama berminggu-minggu.

Untuk memasang gips, dokter membungkus bagian yang cedera dengan kain, kemudian mengoleskan lapisan bahan katun lembut untuk melindungi kulit dari tekanan dan gesekan. Di atas bantalan ini, dokter membungkuskan perban kapas berisi plester yang telah dibahasi atau lembaran serat kaca, yang mengeras saat mengering. Plester sering kali digunakan untuk mengimobilisasi tulang yang patah dan terpisah karena dapat tercetak dengan baik dan kecil kemungkinannya bergesekan dengan tubuh. Gips serat kaca bersifat lebih kuat, lebih ringan, dan tahan lama. Setelah sekitar satu minggu, pembengkakan akan berkurang. Kemudian, gips plester terkadang dapat diganti dengan gips serat kaca agar lebih terpasang erat pada anggota gerak.

Orang-orang yang membutuhkan gips diberi instruksi khusus untuk perawatannya. Jika gips tidak dirawat dengan benar, beberapa masalah dapat muncul. Misalnya, jika gips menjadi basah, bantalan pelindung di bawah gips akan ikut basah, dan pengeringan sepenuhnya mungkin tidak dapat dilakukan. Akibatnya, kulit dapat melunak dan rusak, sehingga terbentuk luka. Selain itu, jika gips plaster basah, gips dapat terlepas sehingga tidak lagi melindungi dan mengimobilisasi area yang cedera.

Orang-orang diperintahkan untuk menjaga agar gips ditinggikan semaksimal mungkin pada atau di atas tinggi jantung, terutama selama 24 hingga 48 jam pertama. Mereka juga harus sering menekuk-nekuk dan mengulurkan jari-jari tangan atau menggoyang-goyangkan jari kaki mereka. Strategi ini membantu menguras darah dari anggota gerak yang cedera sehingga mencegah pembengkakan.

Jika gips menyebabkan nyeri yang persisten atau memburuk, terasa terlalu kencang, atau menyebabkan mati rasa atau kelemahan baru, seseorang harus segera menghubungi dokter atau mendatangi unit gawat darurat. Gejala-gejala ini dapat disebabkan oleh berkembangnya luka tekanan atau sindrom kompartemen. Dalam hal ini, dokter mungkin harus melepaskan gips dan memasang gips baru.

Bidai dapat digunakan untuk mengimobilisasi fraktur, terutama jika harus dipertahankan agar tidak bergerak selama beberapa hari atau kurang. Bidai memungkinkan orang untuk memberikan kompres es.

Bidai adalah lempengan plester, serat kaca, atau aluminium yang panjang dan sempit yang dipasang bersama pembungkus atau pita elastis. Karena lempengan tersebut tidak sepenuhnya melingkari anggota gerak, ada ruang untuk mengembang jika area yang cedera mengalami pembengkakan. Dengan demikian, bidai tidak meningkatkan risiko terjadinya sindrom kompartemen. Beberapa cedera yang pada akhirnya memerlukan gips diimobilisasi terlebih dahulu dengan bidai sampai sebagian besar pembengkakan hilang.

Untuk fraktur jari, umumnya digunakan bidai aluminium berlapis busa.

Tali penyangga itu sendiri dapat memberikan dukungan yang cukup dan kenyamanan bagi banyak kasus fraktur bahu dan siku. Berat lengan yang menarik ke bawah membantu menjaga fraktur bahu tetap sejajar. Tali penyangga dapat berguna jika imobilisasi total memberikan efek yang tidak diinginkan. Misalnya, jika bahu diimobilisasi sepenuhnya, jaringan di sekitar sendi dapat menjadi kaku, terkadang dalam beberapa hari, sehingga menghalangi gerakan bahu (disebut frozen shoulder). Tali penyangga membatasi gerakan bahu dan siku, tetapi memungkinkan tangan bergerak.

Pembebat (swathe), yang merupakan potongan kain atau tali, dapat digunakan bersama tali penyangga untuk mencegah lengan berayun keluar, terutama pada malam hari. Pembebat dililitkan pada punggung dan bagian yang cedera.

Tirah baring, yang terkadang diperlukan dalam kasus fraktur (seperti beberapa fraktur tulang belakang atau panggul), dapat menyebabkan masalah, termasuk bekuan darah dan penurunan kebugaran fisik secara umum (dekondisi). Dengan demikian, tirah baring umumnya tidak disarankan.

Tahukah Anda...

  • Jika gips menyebabkan nyeri yang persisten atau memburuk, terasa terlalu kencang, atau menyebabkan mati rasa atau kelemahan baru, seseorang harus segera menghubungi dokter atau mendatangi unit gawat darurat.

Merawat Gips

  • Saat mandi, tutupi gips dengan kantong plastik dan segel bagian atasnya dengan pita karet atau pita perekat atau gunakan penutup tahan air yang dirancang untuk menutupi gips. Penutup tersebut tersedia secara komersial, nyaman digunakan, dan lebih andal. Jika gips menjadi basah, pelapis di bawah gips mungkin ikut basah. Pengering rambut dapat digunakan untuk menghilangkan kelembapan. Jika tidak dilakukan, maka gips harus diganti untuk mencegah rusaknya kulit.

  • Jangan pernah meletakkan benda di dalam gips (misalnya, untuk menggaruk kulit yang gatal).

  • Periksa kulit di sekitar gips setiap hari, dan laporkan jika ada bagian yang merah atau nyeri kepada dokter.

  • Periksa bagian pinggir gips setiap hari, dan jika terasa kasar, letakkan pita perekat lunak, tisu, kain, atau bahan lunak lainnya sebagai bantalan dan mencegahnya agar tidak mencederai kulit.

  • Saat beristirahat, posisikan gips dengan hati-hati, mungkin dengan bantal atau bantalan kecil, untuk mencegah bagian pinggir gips menjepit atau menusuk ke kulit.

  • Tinggikan gips secara teratur, sesuai petunjuk dokter, untuk mengendalikan pembengkakan.

  • Segera hubungi dokter jika gips menyebabkan nyeri berkelanjutan atau terasa terlalu kencang. Gejala-gejala ini dapat terjadi akibat luka tekan atau pembengkakan, yang mungkin mengharuskan gips dilepaskan dengan segera.

  • Hubungi dokter jika gips Anda berbau atau jika timbul demam. Gejala-gejala ini dapat mengindikasikan adanya infeksi.

  • Hubungi dokter jika gips menimbulkan rasa nyeri maupun mati rasa atau rasa lemah yang baru dirasakan. Gejala-gejala ini dapat mengindikasikan adanya sindrom kompartemen.

Teknik yang Umum Digunakan untuk Imobilisasi Sendi

Tindakan bedah

Terkadang fraktur harus direduksi dan diperbaiki melalui pembedahan, seperti hal-hal berikut:

  • Fraktur terbuka: Karena kulit rusak, bakteri dan serpihan dapat masuk ke dalam tubuh. Dokter harus membersihkan area di sekitar fraktur dengan hati-hati untuk menghilangkan semua serpihan yang ada. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi.

  • Fraktur yang bergeser dan tidak dapat disejajarkan atau dipertahankan agar tetap sejajar dengan reduksi tertutup: Ketika sepotong tulang bergeser atau tendon menghalangi, dokter mungkin tidak dapat menyejajarkan kembali tulang yang patah dengan memanipulasinya dari luar (reduksi tertutup). Atau fraktur dapat disejajarkan kembali menggunakan reduksi tertutup, tetapi otot menarik potongan tulang dan menghalanginya untuk tetap berada pada tempatnya.

  • Fraktur permukaan sendi: Fraktur ini memanjang ke dalam sendi, sehingga menyebabkan fraktur tulang rawan pada ujung-ujung tulang di persendian. Untuk mencegah orang mengalami artritis di kemudian hari, dokter harus menyejajarkan kembali tulang rawan yang mengalami fraktur hingga nyaris sempurna. Penyejajaran kembali dapat lebih tepat jika dilakukan melalui pembedahan.

  • Fraktur patologis pada tulang yang melemah akibat kanker: Tulang yang melemah akibat kanker mungkin tidak sembuh secara normal setelah terjadi fraktur. Pembedahan mungkin diperlukan untuk mencegah bergesernya fragmen tulang. Selain itu, menstabilkan sendi melalui pembedahan dapat mengurangi nyeri dan memungkinkan orang menggunakan sendi dengan lebih cepat.

  • Fraktur yang diketahui memerlukan pembedahan: Jenis fraktur tertentu (seperti fraktur pinggul dan fraktur tulang paha) diketahui sembuh lebih cepat dan memberikan hasil pengobatan yang lebih baik jika perbaikan dilakukan dengan pembedahan.

  • Fraktur yang biasanya memerlukan imobilisasi atau tirah baring untuk waktu yang lama: Pembedahan memperpendek waktu orang harus tetap berada di tempat tidur. Misalnya, pembedahan memungkinkan orang yang mengalami fraktur pinggul untuk bangkit dari tempat tidur dan mulai berjalan segera setelah operasi, sering kali segera keesokan harinya setelah pembedahan (dengan bantuan alat bantu jalan).

  • Komplikasi faktur: Pembedahan mungkin diperlukan untuk mengobati cedera tertentu yang menyertai fraktur, seperti pembuluh arteri yang rusak atau saraf yang terputus.

Pada reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF), pembedahan dilakukan untuk memulihkan bentuk awal dan kesejajaran tulang. Foto sinar-x digunakan untuk membantu dokter bedah melihat kondisi kesejajaran tulang. Setelah membuat sayatan untuk memaparkan fraktur, dokter bedah menggunakan instrumen khusus untuk menyejajarkan fragmen tulang. Kemudian, fragmen ditahan pada tempatnya menggunakan beberapa kombinasi kawat logam, pin, sekrup, batang, dan pelat. Misalnya, pelat logam dapat dibentuk sesuai kebutuhan dan melekat pada bagian luar tulang dengan menggunakan sekrup. Batang logam dapat disisipkan dari salah satu ujung tulang ke bagian dalam tulang (sumsum tulang). Perangkat keras ini terbuat dari baja tahan karat, logam campuran kekuatan tinggi, atau titanium. Perangkat yang telah dibuat dalam 15 sampai 20 tahun terakhir tersebut tidak mengganggu magnet kuat yang digunakan dalam pencitraan resonansi magnetik (MRI). Sebagian besar perangkat ini tidak mengaktifkan perangkat keamanan di bandara. Beberapa perangkat ini dibiarkan terpasang permanen pada tempatnya, dan sebagian dilepas setelah fraktur sembuh.

Penggantian sendi (artroplasti) mungkin diperlukan, biasanya ketika fraktur sangat merusak ujung atas tulang paha (femur), yang merupakan bagian dari sendi pinggul, atau tulang lengan atas (humerus), yang merupakan bagian dari sendi bahu.

Dalam cangkok tulang, dokter menggunakan kepingan-kepingan tulang yang diambil dari bagian tubuh lainnya (seperti panggul). Prosedur ini dapat segera dilakukan jika celah antara potongan tulang terlalu besar. Hal ini dapat dilakukan di kemudian hari jika proses penyembuhan telah melambat (penyatuan tertunda) atau berhenti (nonunion).

Rehabilitasi dan Prognosis untuk Fraktur

Sebagian besar cedera sembuh dengan baik dan tidak menimbulkan banyak masalah. Namun demikian, beberapa di antaranya tidak sepenuhnya sembuh meskipun sudah didiagnosis dan dirawat dengan benar.

Durasi kesembuhan fraktur berbeda-beda, mulai dari hitungan minggu hingga bulan bergantung pada:

  • Jenis fraktur

  • Lokasi fraktur

  • Usia orang yang mengalaminya

  • Adanya gangguan yang dapat menunda penyembuhan

Misalnya, anak-anak sembuh lebih cepat daripada orang dewasa, dan gangguan tertentu (termasuk yang menyebabkan masalah sirkulasi, seperti diabetes dan penyakit vaskular perifer), dapat memperlambat penyembuhan.

Orang biasanya merasa tidak nyaman selama beraktivitas bahkan setelah fraktur cukup sembuh sehingga mereka dapat menumpukan beban penuh pada bagian yang cedera. Misalnya, setelah sekitar 2 bulan, pergelangan tangan yang mengalami fraktur mungkin sudah cukup kuat untuk digunakan. Namun, tulang masih dibangun ulang (remodeling). Dengan demikian, cengkeraman kuat dengan pergelangan tangan mungkin masih terasa sakit hingga setahun ke depan. Beberapa orang juga menyadari bahwa bagian yang cedera lebih terasa sakit dan kaku saat cuaca dingin.

Tindakan imobilisasi membuat sendi kaku, dan otot melemah dan menyusut karena tidak digunakan. Jika anggota gerak diimobilisasi dengan gips, sendi yang terpengaruh menjadi semakin kaku setiap minggu, dan akhirnya orang tidak dapat sepenuhnya mengulurkan dan menekuk anggota gerak mereka. Masalah tersebut dapat berkembang dengan cepat dan menjadi permanen, biasanya pada lansia. Setelah memakai gips sepanjang tungkai (paha atas hingga jari-jari kaki) selama beberapa minggu, otot biasanya banyak menyusut sehingga orang dapat memasukkan tangan mereka ke dalam ruang yang sebelumnya sempit antara gips dan paha mereka. Ketika gips dilepas, otot mereka menjadi sangat lemah dan terlihat lebih kecil.

Untuk mencegah atau meminimalkan kekakuan dan untuk membantu orang mempertahankan kekuatan otot, dokter dapat merekomendasikan pembedahan (reduksi terbuka dan fiksasi internal [ORIF]) karena setelah pembedahan, orang dapat menggerakkan bagian tubuh yang cedera relatif lebih cepat. Dokter juga dapat merekomendasikan latihan harian, termasuk latihan rentang gerak dan latihan penguatan otot. Selama masa penyembuhan fraktur, orang dapat melatih bagian tubuh yang lain.

Setelah fraktur cukup sembuh, gips dapat dilepas, dan orang dapat mulai melatih anggota gerak yang cedera. Saat berlatih, mereka harus memperhatikan apa yang dirasakan pada anggota gerak yang cedera dan menghindari latihan terlalu keras. Jika otot terlalu lemah untuk menjalani latihan atau jika latihan tersebut dapat memisahkan kembali tulang yang mengalami fraktur, terapis akan membantu menggerak-gerakkan anggota gerak mereka (ini disebut latihan pasif—lihat gambar Meningkatkan Rentang Gerak Bahu). Namun, pada akhirnya, untuk mendapatkan kembali kekuatan penuh dari anggota gerak yang cedera, orang harus menggerakkan otot mereka sendiri (disebut latihan aktif).

Sorotan tentang Penuaan: Cedera pada Otot, Tulang, dan Jaringan Lain

Orang yang berusia di atas 65 tahun lebih cenderung mengalami fraktur tulang karena alasan berikut:

  • Mereka mungkin mengalami osteoporosis, yang membuat fraktur lebih cenderung terjadi.

  • Beberapa perubahan normal terkait usia dalam aspek keseimbangan, penglihatan, sensasi (terutama di kaki), kekuatan otot, dan kontrol tekanan darah membuat lansia lebih cenderung jatuh. Pada lansia, tekanan darah cenderung turun secara berlebihan saat mereka duduk atau berdiri, sehingga menyebabkan pusing atau kepala terasa ringan.

  • Mereka kurang mampu melindungi diri mereka saat jatuh.

  • Mereka lebih cenderung mengalami efek samping obat (seperti mengantuk, kehilangan keseimbangan, dan pusing), yang dapat membuat mereka cenderung untuk jatuh.

Pada lansia, patah tulang sering kali memengaruhi ujung-ujung tulang panjang, seperti ujung pada lengan bawah, lengan atas, tungkai bawah, dan paha. Fraktur panggul, tulang belakang (ruas tulang belakang), dan pergelangan tangan juga umum terjadi pada lansia.

Pada lansia, pemulihan sering kali lebih rumit dan lebih lambat daripada pada orang yang lebih muda karena

  • Penyembuhan pada lansia biasanya lebih lambat daripada orang dewasa yang lebih muda.

  • Lansia biasanya memiliki kekuatan yang cenderung lebih lemah, fleksibilitas yang lebih sedikit, dan keseimbangan yang lebih buruk daripada orang yang lebih muda. Dengan demikian, mengimbangi keterbatasan yang disebabkan oleh fraktur akan lebih sulit, dan kembali ke aktivitas sehari-hari menjadi semakin sulit.

  • Ketika lansia tidak aktif atau diimobilisasi (dengan gips, bidai, atau tirah baring), mereka kehilangan jaringan otot lebih cepat daripada orang dewasa yang lebih muda. Dengan demikian, imobilisasi dapat menyebabkan kelemahan otot. Kadang-kadang otot menjadi lebih pendek secara permanen, dan jaringan parut terbentuk di jaringan di sekitar sendi seperti ligamen dan tendon. Kondisi ini (disebut kontraktur sendi) membatasi pergerakan sendi.

  • Lansia cenderung memiliki gangguan lain (seperti artritis atau sirkulasi yang buruk), yang dapat mengganggu pemulihan atau memperlambat penyembuhan.

Fraktur ringan sekalipun dapat sangat mengganggu kemampuan lansia untuk melakukan aktivitas normal sehari-hari, seperti makan, berpakaian, mandi, dan bahkan berjalan, terutama jika mereka menggunakan alat bantu jalan sebelum cedera.

Imobilisasi: Tindakan imobilisasi menimbulkan masalah khusus pada lansia.

Pada lansia, diimobilisasi cenderung menimbulkan

Luka tekan terjadi ketika aliran darah ke suatu area terputus atau mengalami penurunan yang signifikan. Pada lansia, aliran darah ke anggota gerak mungkin sudah berkurang. Ketika berat anggota gerak yang cedera ditumpukan pada gips, aliran darah berkurang lebih banyak lagi, dan dapat menimbulkan luka tekan. Jika diperlukan tirah baring, luka tekan dapat terjadi pada area kulit yang menyentuh tempat tidur. Area ini harus diperiksa dengan saksama untuk menemukan tanda-tanda kerusakan kulit.

Karena imobilisasi lebih mungkin menyebabkan masalah pada lansia, pengobatan fraktur difokuskan untuk membantu lansia kembali melakukan aktivitas sehari-hari secepat mungkin daripada memastikan bahwa tulang yang patah benar-benar sejajar kembali.

Untuk mempersingkat waktu orang-orang diimobilisasi dan untuk membantu mereka kembali ke aktivitas sehari-hari lebih cepat, dokter semakin sering melakukan pembedahan untuk memperbaiki atau mengganti pinggul yang patah. Orang-orang diinstruksikan untuk bergerak dan berjalan (biasanya dengan bantuan alat bantu jalan), sering kali segera keesokan harinya setelah pembedahan. Terapi fisik (misalnya, setelah fraktur pinggul) juga dimulai. Jika fraktur pinggul tidak ditangani melalui pembedahan, mereka memerlukan imobilisasi berbulan-bulan di tempat tidur sebelum seseorang cukup kuat untuk menopang beban.

Uji Pengetahuan Anda
Uji Pengetahuan AndaTake a Quiz!