Gejala-Gejala Selama Penyakit Fatal

OlehElizabeth L. Cobbs, MD, George Washington University;
Rita A. Manfredi, MD, George Washington University School of Medicine and Health Sciences;Joanne Lynn, MD, MA, MS, The George Washington University Medical Center
Ditinjau OlehMichael R. Wasserman, MD, California Association of Long Term Care Medicine
Ditinjau/Direvisi Dimodifikasi Jul 2024
v714560_id

Banyak penyakit fatal yang menyebabkan gejala serupa, termasuk nyeri, sesak napas, masalah pencernaan, inkontinensia, kerusakan kulit, dan kelelahan. Depresi dan kecemasan, kebingungan dan ketidaksadaran, serta disabilitas juga dapat terjadi. Gejala biasanya dapat diantisipasi dan diobati.

Nyeri Selama Sakit Fatal

Nyeri di akhir kehidupan umum terjadi, tetapi strategi penatalaksanaan nyeri dapat meredakannya. Pilihan obat pereda nyeri (analgesik) yang dipilih dokter sangat bergantung pada intensitas nyeri dan penyebabnya, yang ditentukan dokter dengan berbicara dan mengamati orang tersebut. Aspirin, asetaminofen, atau obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) efektif dalam meredakan nyeri ringan. Meskipun demikian, banyak orang membutuhkan pereda nyeri yang lebih kuat seperti opioid untuk mengobati nyeri sedang hingga berat. Opioid yang diberikan melalui mulut, seperti oksikodon, hidromorfon, morfin, metadon, dan fentanil, dapat meredakan nyeri dengan mudah dan efektif selama berjam-jam. Jika seseorang tidak dapat meminum opioid melalui mulut, opioid diberikan menggunakan koyok, injeksi di bawah kulit atau ke otot, rektum, atau infus terus-menerus ke dalam pembuluh vena.

Medikasi yang memadai harus diberikan lebih awal, alih-alih ditunda sampai rasa sakitnya tidak dapat ditoleransi. Tidak ada dosis standar. Sebagian orang hanya membutuhkan dosis kecil, sedangkan sebagian lainnya membutuhkan dosis yang jauh lebih besar untuk memberikan efek yang sama. Jika dosis opioid yang lebih rendah tidak lagi efektif, dokter harus meningkatkan dosisnya, sering kali dengan menggandakannya. Ketergantungan obat dapat terjadi akibat penggunaan opioid secara berkala tetapi tidak menyebabkan masalah pada orang yang sedang sekarat kecuali kebutuhan untuk menghindari gejala putus obat secara tiba-tiba dan gejalanya yang tidak nyaman. Adiksi obat bukanlah masalah jika seseorang sudah menjelang kematiannya.

Opioid dapat menyebabkan efek samping seperti mual, sedasi, kebingungan, konstipasi, atau pernapasan lambat atau dangkal (depresi pernapasan). Sebagian besar efek samping ini, kecuali konstipasi, biasanya akan mereda seiring waktu atau disubstitusi dengan opioid lain. Konstipasi sering kali dapat diminimalkan dengan memulai pemberian laksatif bahkan sebelum opioid diberikan. Opioid terkadang dapat menyebabkan delirium dan kejang. Orang yang mengalami efek samping yang parah atau persisten atau pereda nyeri yang tidak memadai sering kali mendapat manfaat dari pengobatan dari spesialis nyeri.

Menggunakan medikasi lain selain opioid sering kali meningkatkan kenyamanan dan menurunkan dosis opioid serta efek sampingnya. Kortikosteroid (seperti prednison atau metilprednisolon) terkadang dapat mengurangi nyeri akibat peradangan dan pembengkakan. Antidepresan (seperti nortriptilin dan doksepin) atau gabapentin membantu mengelola nyeri yang disebabkan oleh abnormalitas pada saraf, sumsum tulang belakang, atau otak. Beberapa antidepresan seperti doksepin juga dapat diberikan pada malam hari untuk membantu orang agar bisa tidur. Benzodiazepin (seperti lorazepam) berguna bagi orang-orang yang rasa sakitnya diperparah oleh kecemasan.

Untuk nyeri hebat yang berada di satu titik, anestesi lokal yang disuntikkan ke dalam atau di sekitar saraf (“pemblokiran saraf”) yang diberikan oleh ahli anestesi (dokter dengan pelatihan khusus dalam mengelola nyeri dan mendukung seseorang selama pembedahan) dapat meredakan sedikit efek samping.

Teknik modifikasi nyeri (seperti imajinasi terpandu, hipnosis, akupunktur, relaksasi, yoga, Reiki, dan biofeedback) dapat membantu sebagian orang. Konseling untuk stres dan kecemasan mungkin sangat membantu serta dukungan spiritual dari pendamping atau pemuka agama. Beberapa orang di akhir kehidupannya menggunakan produk ganja untuk berbagai gejala, termasuk meredakan nyeri, insomnia, agitasi, dan depresi.

Tahukah Anda...

  • Kebanyakan gejala menyusahkan yang terjadi saat menjelang kematian dapat diatasi, setidaknya untuk sebagian besar.

Sesak Napas Selama Sakit Fatal

Meskipun sangat menakutkan bagi orang yang sekarat, sensasi sesak napas dan kesulitan bernapas (dispnea) biasanya dapat diredakan. Berbagai metode biasanya dapat meringankan dispnea—misalnya, meredakan penumpukan cairan, memasang slang dada, mengubah posisi orang tersebut, dan memberikan oksigen tambahan. Albuterol atau kortikosteroid yang dihirup yang diberikan secara oral atau melalui pembuluh vena dapat meredakan mengi dan peradangan paru-paru. Opioid (seperti morfin) dapat membantu memastikan kenyamanan bagi orang-orang yang mengalami dispnea ringan dan persisten, sekalipun mereka tidak mengalami nyeri. Mengonsumsi opium sebelum tidur dapat meningkatkan kenyamanan tidur dengan mencegah agar seseorang tidak sering terjaga karena berusaha untuk bernapas. Benzodiazepin (seperti lorazepam) sering kali membantu meredakan kecemasan yang disebabkan oleh dispnea. Langkah lain yang bermanfaat termasuk memberikan aliran udara segar dari jendela yang terbuka atau kipas angin, serta menjaga suasana yang menenangkan.

Jika pengobatan ini tidak efektif, sebagian besar dokter yang bekerja dalam program hospice setuju bahwa seseorang yang kesulitan bernapas harus dapat memilih dosis opioid yang cukup tinggi untuk meredakan persepsi dispnea, sekalipun orang tersebut mungkin menjadi tidak sadar. Seseorang yang ingin menghindari dispnea di akhir kehidupannya harus memastikan bahwa dokter akan mengobati gejala ini sepenuhnya, bahkan jika pengobatan tersebut menyebabkannya tidak sadar atau agak mempercepat kematian.

Masalah Saluran Pencernaan Selama Sakit Fatal

Masalah saluran pencernaan, termasuk mulut kering, mual, konstipasi, kesulitan menelan, dan hilangnya nafsu makan, banyak terjadi pada orang-orang yang sakit berat. Beberapa masalah ini disebabkan oleh penyakit yang diderita. Sementara masalah lainnya, seperti konstipasi, bisa jadi merupakan efek samping dari medikasi.

Mulut kering

Mulut kering dapat diatasi dengan kain basah, serpihan es batu, atau permen keras. Berbagai produk yang tersedia secara komersial dapat meredakan bibir pecah-pecah. Untuk mencegah masalah gigi, orang yang merawat harus sering menyikat gigi atau menggunakan spons mulut untuk membersihkan gigi, gusi, bagian dalam pipi, dan lidah.

Mual dan muntah

Mual dan muntah dapat disebabkan oleh medikasi, obstruksi usus, gangguan lambung, ketidakseimbangan kimia, peningkatan tekanan di tengkorak (yang terjadi pada tumor otak tertentu), atau banyak penyakit stadium lanjut. Penyebab mual atau muntah yang dapat diidentifikasi biasanya harus diobati. Dokter mungkin harus mengganti medikasi atau meresepkan medikasi antimual (antiemetik).

Obstruksi usus dapat menyebabkan mual dan muntah. Penyebab paling umum dari obstruksi usus di akhir masa kehidupan seseorang adalah kanker abdomen. Mual dan muntah yang disebabkan oleh obstruksi usus mungkin tidak terlalu mengganggu jika diobati dengan medikasi antiemetik dan terkadang kortikosteroid atau medikasi lainnya. Namun demikian, pemulihan gejala mungkin hanya bersifat sementara. Jika medikasi dinilai tidak efektif, kadang-kadang pengisapan sekresi lambung secara terus menerus dengan slang yang dimasukkan melalui hidung ke dalam lambung (slang nasofaring) dapat dilakukan. Pembedahan mungkin diperlukan jika terdapat obstruksi. Namun demikian, bergantung pada kondisi keseluruhan orang yang bersangkutan, kemungkinan harapan hidup, dan alasan obstruksi, pembedahan dapat menyebabkan lebih banyak bahaya daripada manfaat. Opioid berguna untuk meredakan nyeri.

Konstipasi

Konstipasi sangat tidak nyaman dan umum terjadi pada orang menjelang kematiannya. Konsumsi makanan, cairan, dan serat makanan yang terbatas; kurangnya aktivitas fisik; dan medikasi tertentu seperti opioid menyebabkan usus menjadi lamban. Kram abdomen dapat terjadi. Program pengobatan untuk melunakkan feses, laksatif, supositoria, dan enema mungkin diperlukan untuk meredakan konstipasi, terutama jika disebabkan oleh opioid. Meredakan konstipasi biasanya bermanfaat, bahkan pada stadium akhir penyakit.

Kesulitan menelan

Kesulitan menelan (disfagia) terjadi pada beberapa orang, terutama setelah serangan stroke, dan pada orang-orang dengan demensia stadium lanjut atau akibat dari obstruksi saluran yang menghubungkan tenggorokan dengan lambung (esofagus) dengan kanker. Kadang-kadang orang tersebut dapat menelan dengan aman dengan mempertahankan posisi tubuh tertentu saat makan atau dengan hanya mengonsumsi makanan yang mudah ditelan. Seseorang yang tidak sedang sekarat namun mengalami kesulitan menelan tetap dapat berkonsultasi dengan dokter mereka tentang manfaat dan masalah yang disebabkan oleh pemberian makanan lewat slang, slang pemberian makanan biasanya tidak dipasang ketika seseorang sudah menjelang kematiannya atau mengalami demensia parah.

Hilangnya nafsu makan

Hilangnya nafsu makan (anoreksia) pada akhirnya terjadi pada sebagian besar orang yang sekarat. Banyak kondisi yang menyebabkan buruknya asupan makanan dan cairan dapat diatasi, termasuk peradangan lapisan lambung, konstipasi, sakit gigi, infeksi ragi di mulut, nyeri, dan mual. Sebagian orang mendapatkan manfaat dari stimulan nafsu makan seperti kortikosteroid yang diberikan secara oral (deksametason atau prednison), megestrol, atau dronabinol. Orang yang hampir sekarat tidak harus memaksa diri mereka untuk makan tetapi mereka dapat secara khusus menikmati sejumlah kecil hidangan rumahan favorit.

Jika kematian diperkirakan tidak terjadi dalam hitungan jam atau hari, nutrisi atau hidrasi buatan—yang diberikan melalui pembuluh vena (secara intravena) atau melalui slang nasogastrik—juga dapat dicoba dalam waktu terbatas untuk melihat apakah kenyamanan, kejernihan mental, atau energi seseorang meningkat. Perbaikan kondisi sering kali tidak terjadi, sehingga banyak orang memilih untuk tidak melanjutkan. Orang yang sekarat dan anggota keluarganya harus mengadakan kesepakatan eksplisit dengan dokter tentang apa yang ingin mereka capai dengan langkah-langkah ini dan kapan nutrisi dan hidrasi buatan harus dihentikan jika tindakan itu tidak membantu (lihat juga Dukungan Nutrisi untuk Orang yang Sekarat).

Selama beberapa hari terakhir, hilangnya nafsu makan cukup umum terjadi dan tidak menyebabkan masalah fisik atau penderitaan tambahan, meskipun kekurangan makan atau minum yang dialami orang yang sakit dapat membuat anggota keluarga tertekan. Hilangnya nafsu makan bahkan mungkin membantu seseorang untuk meninggal dunia lebih nyaman. Ketika terjadi kegagalan jantung dan ginjal, asupan cairan yang normal sering kali menyebabkan dispnea karena cairan terakumulasi di paru-paru. Penurunan asupan makanan dan cairan dapat mengurangi kebutuhan pengisapan karena cairan di tenggorokan yang lebih sedikit dan dapat mengurangi nyeri pada penderita kanker karena berkurangnya pembengkakan di sekitar tumor. Dehidrasi bahkan dapat membantu tubuh melepaskan sejumlah besar bahan kimia alami yang meredakan nyeri tubuh (endorfin). Oleh karena itu, orang yang sekarat biasanya tidak boleh dipaksa untuk makan atau minum, terutama jika hal itu mengharuskan pasien untuk dikekang, penggunaan slang intravena atau nasogastrik, atau rawat inap.

Inkontinensia Selama Sakit Fatal

Banyak orang yang sekarat kehilangan kemampuan untuk mengendalikan fungsi usus dan kandung kemih (inkontinensia), baik karena penyakit atau kelemahan umum. Popok dewasa sekali pakai dan langkah-langkah kebersihan yang cermat biasanya membantu mengatasi masalah tersebut. Orang yang mengalami inkontinensia harus diupayakan semaksimal mungkin agar tetap kering, biasanya dengan sering mengganti seprai dan popok. Kateter (selang kecil yang ditempatkan di dalam kandung kemih) meningkatkan risiko infeksi saluran kemih dan hanya boleh digunakan ketika penggantian seprai menyebabkan rasa sakit atau ketika orang yang sekarat atau anggota keluarga mereka lebih memilih penggunaan kateter..

Luka Tekan Selama Sakit Fatal

Orang yang sedang sekarat rentan terhadap luka tekan (disebut juga ulkus tekanan atau luka baring), yang menimbulkan ketidaknyamanan dan dapat menyebabkan infeksi. Orang yang sakit berat, sangat sedikit bergerak, menetap di tempat tidur, mengalami inkontinensia, kekurangan nutrisi, atau duduk hampir sepanjang waktu berada pada risiko terbesar. Tekanan biasa pada kulit akibat duduk atau bergerak di atas seprai dapat menyebabkan sobekan atau kerusakan kulit. Segala upaya harus dilakukan untuk mencegah luka tekan dengan melindungi kulit, dan segera melaporkan kulit yang memerah atau rusak kepada dokter atau perawat. Orang yang mengalami inkontinensia harus dijaga semaksimal mungkin agar tetap kering. Mengubah posisi setiap 2 jam dapat mengurangi kemungkinan terjadinya luka tekan. Kasur khusus atau tempat tidur suspensi udara yang terus-menerus dipompa juga dapat membantu.

Kelelahan Selama Sakit Fatal

Sebagian besar penyakit yang mematikan menyebabkan kelelahan. Seseorang yang sekarat dapat mencoba menghemat energi untuk aktivitas yang benar-benar penting. Sering kali, berkunjung ke tempat praktik dokter atau melanjutkan latihan yang tidak lagi membantu menjadi tidak penting, terutama jika hal tersebut menguras energi yang diperlukan untuk aktivitas yang lebih memuaskan. Terkadang, medikasi stimulan dapat membantu.

Depresi dan Kecemasan Selama Sakit Fatal

Merasa sedih saat merenungkan akhir kehidupan merupakan respons alami, tetapi kesedihan ini bukanlah depresi. Orang yang depresi biasanya kurang tertarik dengan apa yang terjadi dan mungkin hanya melihat sisi kehidupan yang suram atau tidak merasakan emosi. Memberikan dukungan psikologis dan memungkinkan orang untuk mengungkapkan kekhawatiran dan perasaan biasanya merupakan pendekatan terbaik. Pekerja sosial yang terampil, dokter, perawat, atau pendamping dapat membantu mengatasi masalah ini. Orang yang sekarat beserta keluarga mereka harus berkonsultasi dengan dokter tentang perasaan tersebut sehingga depresi dapat didiagnosis dan diobati. Pengobatan (biasanya kombinasi antara medikasi antidepresan dan konseling) sering kali efektif, bahkan pada minggu-minggu terakhir kehidupan, karena meningkatkan kualitas waktu yang tersisa.

Kecemasan lebih dari kekhawatiran biasa: Kecemasan adalah perasaan sangat khawatir dan ketakutan sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Merasa kurang atau kelebihan informasi dapat menyebabkan kecemasan, yang dapat diatasi dengan meminta informasi atau bantuan lebih lanjut dari orang yang merawat. Orang yang biasanya merasa cemas selama periode stres mungkin lebih cenderung merasa cemas saat menjelang kematian. Strategi yang dapat membantu orang-orang ini di masa lalu—termasuk penentraman, medikasi, dan menyalurkan kekhawatiran ke dalam upaya produktif—mungkin akan membantu mereka saat menjelang kematian. Orang yang mengalami gangguan karena kecemasan harus mendapatkan bantuan dari konselor dan mungkin memerlukan medikasi antikecemasan.

Kebingungan dan Ketidaksadaran Selama Sakit Fatal

Orang yang sakit berat akan mudah bingung. Kebingungan dapat dipicu oleh medikasi, infeksi ringan, ketidakseimbangan kimia, atau bahkan perubahan dalam pengaturan tempat tinggal. Penentraman dan reorientasi dapat meredakan kebingungan, tetapi dokter harus mengevaluasi kemungkinan penyebab yang dapat diobati. Orang yang sangat bingung mungkin perlu menerima sedasi ringan atau terus-menerus ditemani oleh orang yang merawat.

Orang yang sekarat yang dalam kondisi kebingungan mungkin tidak memahami perihal kondisi sekarat dan sering tidak menyadari adanya kebingungan. Menjelang kematian, orang yang mengalami kebingungan terkadang memiliki periode berpikir jernih yang mengejutkan. Episode-episode ini mungkin sangat bermakna bagi anggota keluarga tetapi dapat disalahpahami sebagai perbaikan kondisi. Keluarga harus siap untuk kemungkinan episode tersebut tetapi tidak boleh mengandalkan terjadinya episode tersebut.

Hampir setengah dari orang yang sekarat hampir selalu dalam kondisi tidak sadar selama beberapa hari terakhir. Jika anggota keluarga meyakini bahwa orang yang sekarat yang berada dalam kondisi tidak sadar masih dapat mendengar, mereka dapat mengucapkan selamat tinggal seolah-olah orang tersebut mendengarnya. Tertidur dalam kondisi tidak sadar merupakan cara yang damai untuk berpulang, terutama jika orang dan keluarga merasa tenang dan semua rencana telah dibuat.

Stres Selama Sakit Fatal

Sebagian orang mendekati kematian dengan damai, tetapi kebanyakan orang yang sekarat dan anggota keluarga mereka mengalami masa-masa penuh tekanan. Kematian dapat membuat banyak orang tertekan ketika konflik antarpribadi menyebabkan orang yang sekarat dan anggota keluarganya tidak dapat berbagi momen terakhir mereka bersama dengan damai. Konflik semacam itu dapat menyebabkan rasa bersalah yang berlebihan atau ketidakmampuan untuk berdukacita pada mereka yang ditinggalkan dan dapat menyebabkan penderitaan pada orang yang sekarat. Anggota keluarga yang merawat kerabat yang sekarat di rumah dapat mengalami tekanan fisik dan emosional. Biasanya, stres pada orang yang sekarat dan anggota keluarga dapat sedikit dikurangi dengan konseling atau psikoterapi singkat. Layanan masyarakat mungkin tersedia untuk membantu meringankan beban orang yang merawat. Jika obat penenang diresepkan untuk orang yang merawat, biasanya obat tersebut harus diminum dengan hati-hati dan dalam waktu yang singkat.

Ketika pasangan meninggal dunia, orang yang ditinggalkan mungkin kewalahan karena harus membuat keputusan tentang masalah hukum atau keuangan atau manajemen rumah tangga. Untuk pasangan lansia, kematian salah satunya dapat mengungkapkan adanya gangguan pikiran orang yang ditinggalkan, yang selama ini berhasil diimbangi oleh pasangan yang meninggal dunia. Jika situasi tersebut dicurigai, teman dan keluarga harus memberi tahu tim perawatan sebelum kematian terjadi, sehingga dapat diperoleh sumber daya yang diperlukan untuk mencegah penderitaan dan disfungsi yang tidak semestinya.

Kelemahan, Demensia, dan Penyakit Neuromuskular Selama Sakit Fatal

Orang-orang yang lemah atau menderita demensia atau penyakit neuromuskular (misalnya, penyakit Parkinson stadium lanjut) memiliki perjalanan yang panjang dengan fungsi yang menurun dan prognosis yang terus-menerus tidak jelas untuk bertahan hidup. Anggota keluarga sering kali memberikan perawatan pribadi selama bertahun-tahun, dan orang tersebut mungkin tidak dapat menunjukkan apresiasi atas bantuan tersebut. Tim medis bekerja sama dengan orang yang merawat untuk mencegah agar pasien tidak jatuh, mengalami infeksi, dan risiko lainnya, serta memberikan dorongan dan dukungan kepada keluarga dan orang yang merawat.

Uji Pengetahuan Anda
Uji Pengetahuan AndaTake a Quiz!