Atrofi otot spinal adalah gangguan herediter di mana sel-sel saraf yang berasal dari sumsum tulang belakang dan batang otak mengalami degenerasi, menyebabkan kelemahan otot progresif dan penyusutan.
Ada 5 jenis utama atrofi otot tulang belakang yang menyebabkan berbagai tingkat kelemahan dan pengecilan otot.
Bergantung pada jenisnya, penderita mungkin harus menggunakan kursi roda, dan masa hidup dapat berkurang.
Diagnosis, yang disarankan berdasarkan gejala, didasarkan pada riwayat keluarga, tes fungsi otot dan saraf, dan tes darah untuk mendeteksi gen yang rusak.
Tidak ada obatnya, tetapi terapi fisik dan penggunaan penyangga dapat membantu.
(Lihat juga Gambaran Umum Sistem Saraf Perifer.)
Atrofi otot spinal biasanya diwariskan sebagai sifat resesif autosomal (tidak terkait jenis kelamin). Artinya, dua gen untuk kelainan ini, satu dari masing-masing orang tua, diperlukan untuk terjadinya gangguan ini. Gangguan ini dapat memengaruhi otak dan sumsum tulang belakang (sistem saraf pusat), serta saraf perifer.
Ada 5 jenis utama atrofi otot spinal.
Gejala Atrofi Otot Spinal
Gejala 4 jenis pertama atrofi otot spinal pertama kali muncul pada masa bayi dan masa kanak-kanak.
Atrofi otot spinal tipe 0, bentuk paling parah, mulai memengaruhi janin sebelum lahir. Janin tidak bergerak sebanyak yang diharapkan selama akhir kehamilan. Setelah lahir, bayi mengalami kelemahan parah dan tidak memiliki tonus otot. Refleks tidak ada, dan gerakan sendi terbatas. Kedua sisi wajah lumpuh. Cacat lahir pada jantung juga ada. Otot-otot yang mengontrol pernapasan sangat lemah. Bayi sering meninggal dalam bulan-bulan pertama karena tidak dapat bernapas secara memadai, sehingga menyebabkan gagal napas.
Pada atrofi otot spinal tipe 1 (atrofi otot spinal infantil atau penyakit Werdnig-Hoffmann), kelemahan otot sering terlihat pada atau dalam beberapa hari sejak lahir. Hampir selalu terlihat pada usia 6 bulan. Bayi tidak memiliki tonus otot dan refleks serta kesulitan mengisap, menelan, dan akhirnya kesulitan bernapas. Kematian terjadi pada 95% anak-anak dalam tahun pertama dan semuanya pada usia 4 tahun, biasanya karena kegagalan pernapasan.
Pada atrofi otot spinal tipe 2 (bentuk sedang penyakit Dubowitz), kelemahan biasanya terjadi antara usia 3 sampai 15 bulan. Kurang dari seperempat anak belajar duduk. Tidak ada yang dapat merangkak atau berjalan. Refleks tidak ada. Otot lemah, dan menelan mungkin sulit dilakukan. Sebagian besar anak-anak harus menggunakan kursi roda pada usia 2 hingga 3 tahun. Gangguan ini sering berakibat fatal di awal kehidupan, biasanya karena masalah pernapasan. Namun beberapa anak bertahan hidup dengan kelemahan permanen yang tidak terus memburuk. Anak-anak ini sering mengalami kelengkungan tulang belakang yang parah (skoliosis).
Atrofi otot spinal tipe 3 (bentuk remaja atau penyakit Wohlfart-Kugelberg-Welander) dimulai antara usia 15 bulan dan 19 tahun dan memburuk secara perlahan. Akibatnya, orang dengan gangguan ini biasanya hidup lebih lama daripada yang memiliki atrofi otot spinal tipe 1 atau 2. Beberapa di antaranya memiliki rentang hidup normal. Kelemahan dan penyusutan otot dimulai dari pinggul dan paha, kemudian menyebar ke lengan, kaki, dan tangan. Berapa lama orang hidup bergantung pada apakah masalah pernapasan berkembang.
Atrofi otot spinal tipe 4 pertama kali muncul selama masa dewasa, biasanya antara usia 30 hingga 60 tahun. Otot, terutama di pinggul, paha, dan bahu, perlahan menjadi lemah dan menyusut.
Diagnosis Atrofi Otot Spinal
Evaluasi dokter
Pemeriksaan elektromiografi dan konduksi saraf
Tes darah untuk gen abnormal
Terkadang biopsi otot
Dokter biasanya memeriksa adanya atrofi otot spinal ketika kelemahan yang tidak dapat dijelaskan dan penyusutan otot terjadi pada anak-anak. Gangguan ini diturunkan, oleh karena itu riwayat keluarga dapat membantu dokter dalam menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan elektromiografi dan konduksi saraf membantu mengonfirmasi diagnosis. Gen yang rusak secara spesifik dapat dideteksi dengan tes darah pada 95% orang yang terkena (pengujian genetik).
Kadang-kadang, biopsi otot dilakukan.
Jika terdapat riwayat salah satu gangguan tersebut dalam keluarga, amniosentesis dapat dilakukan untuk membantu menentukan apakah bayi yang belum lahir memiliki gen yang rusak.
Pengobatan Atrofi Otot Spinal
Terapi fisik dan okupasi
Penyangga dan alat bantu
Obat-obatan yang dapat meningkatkan fungsi otot serta menunda disabilitas dan kematian
Tidak ada obat untuk atropi otot spinal.
Terapi fisik dan mengenakan penyangga terkadang dapat membantu. Terapis fisik dan okupasi dapat menyediakan perangkat adaptif untuk memungkinkan anak-anak makan sendiri, menulis, atau menggunakan komputer.
Nusinersen dapat sedikit meningkatkan pergerakan otot dan dapat menunda disabilitas dan kematian. Nusinersen disuntikkan ke dalam ruang di sekitar sumsum tulang belakang. Sebelum menyuntikkan obat tersebut, dokter sering kali mengebaskan lokasi injeksi dengan sedikit anestesi lokal. Kemudian mereka memasukkan jarum di antara dua tulang belakang di tulang belakang bawah, seperti yang dilakukan untuk spinal tap (pungsi lumbal). Nusinersen awalnya diberikan dalam 4 dosis selama 2 bulan. Kemudian diberikan secara berkala setiap 4 bulan.
Onasemnogene abeparvovec-xioi digunakan untuk mengobati anak-anak di bawah usia 2 tahun. Hanya satu dosis yang diberikan. Obat ini diberikan melalui pembuluh darah (secara intravena) selama 1 jam. Tampaknya, ini membantu anak-anak mencapai tonggak perkembangan, seperti duduk tanpa penyangga, makan, berguling, dan berjalan secara mandiri.
Risdiplam digunakan untuk mengobati orang dewasa dan anak-anak berusia 2 tahun ke atas. Diberikan dalam bentuk cairan atau melalui slang makanan sekali sehari. Hal ini dapat menunda kematian dan mengurangi kebutuhan ventilasi mekanis untuk membantu pernapasan.
