Penyakit Hemolitik pada Janin dan Bayi Baru Lahir

(Aloimunisasi RhD; Inkompatibilitas Rh; Eritroblastosis Fetalis)

OlehAntonette T. Dulay, MD, Main Line Health System
Ditinjau OlehOluwatosin Goje, MD, MSCR, Cleveland Clinic, Lerner College of Medicine of Case Western Reserve University
Ditinjau/Direvisi Apr 2024 | Dimodifikasi Sept 2024
v813360_id

Penyakit hemolitik pada janin dan bayi baru lahir terjadi bila golongan darah ibu hamil Rh-negatif dan golongan darah janin Rh-positif.

  • Penyakit hemolitik pada janin dan bayi baru lahir dapat menyebabkan hancurnya sel darah merah janin, terkadang menyebabkan anemia yang bisa parah.

  • Janin dari wanita dengan darah Rh-negatif dan pria dengan darah Rh-positif diperiksa secara berkala untuk melihat ada tidaknya anemia.

  • Jika diduga terdapat anemia, janin akan diberikan transfusi darah.

  • Untuk mencegah masalah pada janin, dokter memberikan suntikan antibodi Rh kepada wanita dengan darah Rh-negatif pada usia kehamilan sekitar 28 minggu, setelah masa perdarahan yang signifikan, setelah melahirkan, dan setelah prosedur tertentu.

Janin dari wanita dengan darah Rh-negatif dapat memiliki darah Rh-positif jika ayahnya memiliki darah Rh-positif.

Tahukah Anda...

  • Penyakit hemolitik pada janin dan bayi baru lahir tidak menimbulkan masalah pada kehamilan pertama.

Faktor Rh adalah molekul di permukaan sel darah merah pada beberapa orang. Darah dinyatakan Rh-positif jika sel darah merah memiliki faktor Rh dan Rh-negatif jika tidak memilikinya. Masalah dapat terjadi jika darah Rh-positif janin memasuki aliran darah wanita dengan darah Rh-negatif. Sistem imun wanita dapat mengidentifikasi sel darah merah janin sebagai benda asing dan menghasilkan antibodi, yang disebut antibodi Rh, untuk menghancurkan sel darah Rh-positif. Produksi antibodi ini disebut sensitisasi Rh. (Antibodi adalah protein yang dihasilkan oleh sel imun yang membantu melindungi tubuh dari zat asing.)

Pada wanita dengan darah Rh-negatif, sensitisasi dapat terjadi kapan saja selama kehamilan. Namun, waktu yang paling mungkin adalah pada saat melahirkan. Pada kehamilan ketika sensitisasi pertama kali terjadi, janin atau bayi baru lahir tidak akan terpengaruh. Setelah wanita disensitisasi, masalah lebih mungkin terjadi pada setiap kehamilan berikutnya jika darah janin Rh-positif. Pada setiap kehamilan setelah sensitisasi, wanita menghasilkan antibodi Rh lebih awal dan dalam jumlah yang lebih besar.

Jika antibodi Rh melintasi plasenta menuju janin, sehingga akan menghancurkan sebagian sel darah merah janin. Kerusakan tersebut disebut penyakit hemolitik pada janin (eritroblastosis fetalis) atau bayi baru lahir (eritroblastosis neonatorum). Jika sel darah merah dihancurkan lebih cepat dari kemampuan janin untuk memproduksi sel darah merah yang baru, janin dapat mengalami anemia (memiliki terlalu sedikit sel darah merah). Anemia berat dapat menyebabkan kematian janin.

Ketika sel darah merah dihancurkan, pigmen kuning yang disebut bilirubin diproduksi. Ketika banyak sel darah merah yang hancur, bilirubin dapat terakumulasi di dalam kulit dan jaringan lainnya. Akibatnya, kulit dan bagian putih dari mata bayi baru lahir dapat terlihat kuning (disebut penyakit kuning). Dalam kasus yang parah, otak dapat mengalami kerusakan (disebut kernikterus).

Biasanya penyakit hemolitik pada janin dan bayi baru lahir tidak menimbulkan gejala pada wanita hamil.

Kadang-kadang, molekul lain pada sel darah merah ibu tidak cocok dengan molekul janin. Ketidakcocokan tersebut dapat menimbulkan masalah serupa dengan penyakit hemolitik pada janin dan bayi baru lahir.

Diagnosis Penyakit Hemolitik pada Janin dan Bayi Baru Lahir

  • Tes darah

  • Jika darah ibu mengandung antibodi Rh, maka akan dilakukan ultrasonografi Doppler

Pada kunjungan pertama ke dokter selama kehamilan, semua wanita diperiksa untuk menentukan golongan darah mereka, apakah mereka memiliki darah Rh-positif atau Rh-negatif, dan apakah mereka memiliki antibodi Rh atau antibodi lain terhadap sel darah merah.

Dokter biasanya mengkaji risiko wanita dengan darah Rh-negatif menjadi peka terhadap faktor Rh dan memproduksi antibodi Rh sebagai berikut:

  • Jika sang ayah bersedia untuk dites, golongan darahnya akan ditentukan.

  • Jika sang ayah tidak dapat menjalani tes atau jika ia telah dites dan memiliki darah Rh-positif, tes darah yang disebut tes asam nukleat janin bebas sel (DNA) dapat dilakukan untuk menentukan apakah janin memiliki darah Rh-positif. Untuk tes ini dokter melakukan tes darah pada ibu untuk mendeteksi dan menguji fragmen kecil DNA janin yang ada dalam darah ibu hamil dalam jumlah kecil (biasanya setelah usia kehamilan 10 sampai 11 minggu).

Jika sang ayah memiliki darah Rh-negatif, tidak diperlukan tes lebih lanjut.

Jika sang ayah memiliki darah Rh positif, dokter secara berkala akan mengukur kadar antibodi Rh dalam darah ibu. Jika kadarnya mencapai titik tertentu, maka risiko anemia pada janin dapat meningkat. Dalam kasus seperti itu, ultrasonografi Doppler dapat dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi aliran darah pada otak janin. Jika hasilnya tidak normal, janin dapat mengalami anemia.

Pengobatan Penyakit Hemolitik pada Janin dan Bayi Baru Lahir

  • Untuk anemia pada janin, dilakukan transfusi darah

  • Terkadang kelahiran prematur

Jika janin memiliki darah Rh-negatif atau jika hasil tes terus menunjukkan bahwa janin tidak mengalami anemia, maka kehamilan dapat terus berlanjut tanpa pengobatan apa pun.

Jika janin didiagnosis mengalami anemia, janin dapat diberikan transfusi darah sebelum lahir oleh dokter spesialis di pusat kesehatan yang berfokus pada kehamilan risiko tinggi. Paling sering, transfusi diberikan melalui jarum yang dimasukkan ke dalam vena di tali pusat. Biasanya, transfusi tambahan diberikan hingga usia kehamilan 32 sampai 35 minggu. Waktu yang tepat untuk transfusi bergantung pada seberapa parah anemia dan berapa usia janin. Waktu persalinan didasarkan pada situasi masing-masing wanita.

Sebelum transfusi pertama, wanita sering diberi kortikosteroid jika kehamilan telah berusia 23 minggu atau lebih. Kortikosteroid membantu paru-paru janin berkembang dengan baik dan membantu mencegah komplikasi umum yang dapat berdampak pada bayi baru lahir prematur.

Bayi dapat membutuhkan transfusi tambahan setelah lahir. Terkadang tidak diperlukan transfusi sampai setelah lahir.

Pencegahan Penyakit Hemolitik pada Janin dan Bayi Baru Lahir

Sebagai tindakan pencegahan, wanita yang memiliki darah Rh-negatif diberi suntikan antibodi Rh pada masing-masing waktu berikut ini:

  • Pada usia kehamilan 28 minggu (atau pada usia kehamilan 28 dan 34 minggu)

  • Dalam 72 jam setelah melahirkan bayi dengan Rh-positif, bahkan setelah keguguran atau aborsi

  • Setelah mengalami perdarahan vagina jenis apa pun selama kehamilan

  • Setelah amniosentesis atau pengambilan sampel vilus korionik

Terkadang, ketika darah janin dalam jumlah besar memasuki aliran darah ibu, diperlukan suntikan tambahan.

Antibodi yang diberikan disebut Rho(D) imunoglobulin. Pengobatan ini bekerja dengan membuat sistem kekebalan tubuh wanita kurang mampu mengenali faktor Rh pada sel darah merah dari bayi, yang mungkin telah memasuki aliran darah wanita tersebut. Dengan demikian, sistem imun wanita tidak membuat antibodi terhadap faktor Rh. Pengobatan tersebut secara signifikan mengurangi risiko sel darah merah janin akan hancur pada kehamilan berikutnya.

Uji Pengetahuan Anda
Uji Pengetahuan AndaTake a Quiz!