Diagnosis Penyakit Menular

OlehMaria T. Vazquez-Pertejo, MD, FACP, Wellington Regional Medical Center;
Larry M. Bush, MD, FACP, Charles E. Schmidt College of Medicine, Florida Atlantic University
Ditinjau OlehBrenda L. Tesini, MD, University of Rochester School of Medicine and Dentistry
Ditinjau/Direvisi Jan 2025 | Dimodifikasi Jul 2025
v1554276_id

Penyakit menular disebabkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, virus, fungi, dan parasit.

Dokter mencurigai adanya infeksi berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik, dan faktor risiko orang tersebut. Pertama, dokter mengonfirmasi bahwa orang tersebut menderita infeksi dan bukan jenis penyakit lainnya. Misalnya, orang yang batuk dan kesulitan bernapas dapat mengalami pneumonia (infeksi paru). Namun demikian, orang tersebut mungkin saja menderita asma atau gagal jantung, yang tidak disebabkan oleh infeksi. Pada orang tersebut, pemeriksaan sinar-x pada dada dapat membantu dokter membedakan pneumonia dengan gangguan lain yang mungkin terjadi.

Setelah dokter memastikan bahwa orang tersebut menderita infeksi, mereka biasanya perlu mengetahui mikroorganisme spesifik penyebab infeksi tersebut. Banyak mikroorganisme yang berbeda dapat menyebabkan suatu infeksi tertentu. Misalnya, pneumonia dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau, kendati jarang terjadi, oleh fungi. Diperlukan pengobatan berbeda untuk setiap mikroorganisme.

Berbagai jenis tes laboratorium dapat mengidentifikasi mikroorganisme. Tes laboratorium menggunakan sampel darah, urine, dahak, atau cairan lain atau jaringan dari tubuh. Sampel ini dapat

Tidak ada satu pun tes yang dapat mengidentifikasi setiap mikroorganisme, dan tes yang bekerja dengan baik untuk satu mikroorganisme sering kali tidak relevan untuk mikroorganisme lainnya. Dokter harus memilih tes berdasarkan mikroorganisme yang menurut mereka paling mungkin menyebabkan gangguan.

Terkadang beberapa tes yang berbeda dilakukan, biasanya dalam urutan tertentu, berdasarkan hasil tes sebelumnya. Setiap tes akan semakin mempersempit kemungkinannya. Jika tes tidak dilakukan dengan tepat, dokter tidak dapat mengidentifikasi penyebab infeksi.

Ketika mikroorganisme berhasil diidentifikasi, dokter kemudian dapat melakukan tes untuk menentukan medikasi yang paling efektif (tes kerentanan), sehingga pengobatan yang efektif dapat dimulai lebih cepat.

Sampel untuk Tes

Sampel diambil dari area tubuh orang yang kemungkinan mengandung mikroorganisme yang diduga menyebabkan infeksi. Sampel dapat mencakup

  • Darah

  • Dahak

  • Urine

  • Feses

  • Jaringan

  • Cairan serebrospinal

  • Mukus dari hidung, tenggorokan, atau area genital

Beberapa sampel yang dikirim untuk dites, seperti dahak, feses, dan mukus dari hidung atau tenggorokan, biasanya mengandung banyak jenis bakteri yang tidak menyebabkan penyakit. Dokter perlu membedakan antara bakteri ini dan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada orang tersebut.

Sampel lain berasal dari area yang biasanya tidak mengandung mikroorganisme (yang steril), seperti urine, darah, atau cairan serebrospinal (cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang). Menemukan mikroorganisme apa pun dalam sampel tersebut dianggap tidak normal selama area tempat pengambilan sampel (misalnya kulit tempat jarum akan disuntikkan) dibersihkan terlebih dahulu dengan antiseptik untuk mencegah kontaminasi.

Pewarnaan dan Pemeriksaan Menggunakan Mikroskop

Dokter terkadang dapat mengidentifikasi mikroorganisme hanya dengan mengamatinya di bawah mikroskop.

Sebagian besar sampel diberi perlakuan pewarnaan. Pewarna adalah zat warna khusus yang mewarnai mikroorganisme, sehingga menyebabkannya lebih menonjol daripada latar belakangnya. Beberapa mikroorganisme memiliki ukuran, bentuk, dan hasil pewarnaan yang khas sehingga memungkinkan dokter untuk mengenalinya.

Namun, banyak mikroorganisme yang terlihat sama dan tidak dapat dibedakan menggunakan mikroskop. Selain itu, mikroorganisme harus ada dalam jumlah cukup, dan harus berukuran cukup besar agar dapat dilihat di bawah mikroskop. Misalnya, virus tidak dapat diidentifikasi menggunakan mikroskop karena terlalu kecil.

Untuk bakteri, dokter sering kali menggunakan pewarna Gram (pewarna ungu). Bakteri diklasifikasikan sebagai berikut:

  • Gram positif (bakteri terlihat biru karena mempertahankan pewarnaan Gram ungu)

  • Gram negatif (bakteri terlihat merah karena tidak mempertahankan pewarnaan)

Dokter terkadang dapat memutuskan antibiotik yang digunakan berdasarkan apakah bakteri bersifat gram positif atau gram negatif. Bakteri gram positif dan gram negatif cenderung rentan terhadap kelompok antibiotik yang berbeda.

Selain pewarnaan Gram, pewarna lain dapat digunakan bergantung pada mikroorganisme yang diduga ada. Sampel fungi juga dapat diberi pewarnaan.

Kultur Mikroorganisme

Banyak sampel mengandung terlalu sedikit mikroorganisme yang harus diamati di bawah mikroskop atau diidentifikasi menggunakan tes lain. Dengan demikian, dokter biasanya mencoba membiakkan mikroorganisme di laboratorium sampai ada cukup banyak mikroorganisme untuk diidentifikasi. Proses ini disebut kultur.

Sampel ditempatkan di cawan steril atau dalam tabung reaksi yang berisi zat gizi untuk mendorong pertumbuhan mikroorganisme. Dalam hal ini digunakan berbagai zat gizi berbeda bergantung pada mikroorganisme yang dicurigai dokter sebagai penyebab infeksi. Sering kali, dokter menambahkan zat ke cawan atau tabung reaksi untuk menghentikan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak menyebabkan penyakit yang dicurigai dokter.

Banyak mikroorganisme, seperti bakteri yang menyebabkan infeksi saluran kemih atau radang tenggorokan streptokokus, dapat dengan mudah dibiakkan di dalam kultur. Beberapa bakteri, seperti bakteri penyebab sifilis, tidak dapat dikultur sama sekali. Bakteri lain, seperti yang menyebabkan tuberkulosis, dan fungi dapat dibuat kulturnya, tetapi membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk tumbuh. Beberapa virus dapat dibuat kulturnya, tetapi banyak yang tidak dapat dikultur.

Setelah mikroorganisme dibuat kulturnya, dilakukan tes untuk mengidentifikasinya dan untuk menentukan kerentanan dan sensitivitas terhadap zat antimikroba.

Melakukan Tes Kerentanan dan Sensitivitas Mikroorganisme terhadap Zat Antimikroba

Meskipun dokter secara umum mengetahui zat antimikroba mana yang efektif terhadap mikroorganisme yang berbeda, mikroorganisme terus mengembangkan resistansi terhadap medikasi yang sebelumnya efektif. Dengan demikian, tes kerentanan dilakukan untuk menentukan seberapa efektif berbagai zat antimikroba terhadap mikroorganisme spesifik yang menginfeksi orang tersebut. Tes ini membantu dokter menentukan medikasi yang akan digunakan untuk mengobati infeksi orang tertentu (lihat Memilih Antibiotik).

Kultur sering digunakan untuk tes kerentanan. Setelah mikroorganisme dibiakkan dalam suatu kultur, dokter menambahkan zat antimikroba yang berbeda untuk melihat obat mana yang dapat mematikan mikroorganisme tersebut.

Dokter juga menguji seberapa sensitif mikroorganisme terhadap medikasi. Pengujian sensitivitas dilakukan untuk menentukan apakah sejumlah kecil atau besar medikasi diperlukan untuk mematikan mikroorganisme. Jika membutuhkan jumlah besar untuk mematikan mikroorganisme di laboratorium, dokter biasanya tidak akan meresepkan medikasi tersebut.

Terkadang, tes genetik dapat digunakan untuk mendeteksi gen dalam mikroorganisme yang menyebabkan resistansi terhadap zat antimikroba tertentu. Misalnya, bakteri Staphylococcus aureus resistan metisilin (MRSA) dapat diidentifikasi dengan menguji gen mecA.

Karena tes kerentanan dan sensitivitas dilakukan di laboratorium, hasilnya tidak selalu sesuai dengan apa yang terjadi pada tubuh seseorang ketika medikasi diberikan. Faktor-faktor yang terkait dengan orang yang menerima medikasi dapat memengaruhi efektivitas medikasi (lihat juga Gambaran Umum Respons terhadap Obat). Faktor-faktor ini meliputi hal-hal berikut:

  • Seberapa baik sistem imun orang tersebut bekerja

  • Usia orang tersebut

  • Apakah orang tersebut memiliki gangguan lain

  • Bagaimana tubuh orang tersebut menyerap dan memproses medikasi

Tes yang Mendeteksi Antibodi atau Antigen Mikroorganisme

Beberapa mikroorganisme, seperti bakteri penyebab sifilis, tidak dapat dikultur. Untuk mendiagnosis infeksi tersebut, dokter dapat menggunakan berbagai tes yang disebut tes imunologi. Tes ini bertujuan mendeteksi salah 1 dari yang berikut ini:

Tes antibodi

Tes antibodi biasanya dilakukan terhadap sampel darah orang yang terinfeksi karena antibodi bersirkulasi di dalam darah. Hal ini juga dapat dilakukan pada sampel cairan serebrospinal atau cairan tubuh lainnya.

Antibodi adalah zat yang diproduksi oleh sistem imun seseorang untuk membantu mempertahankan diri dari infeksi. Antibodi diproduksi oleh jenis sel darah putih tertentu ketika sel darah putih ini bertemu dengan zat atau sel asing. Biasanya diperlukan waktu beberapa hari untuk memproduksi antibodi.

Antibodi mengenali dan menargetkan zat asing (antigen) spesifik yang memicu produksinya, sehingga setiap antibodi bersifat unik, dibuat untuk jenis (spesies) mikroorganisme tertentu. Jika seseorang memiliki antibodi untuk mikroorganisme tertentu, hal itu menandakan bahwa orang tersebut telah terpapar mikroorganisme tersebut dan telah menghasilkan respons imun. Namun demikian, karena banyak antibodi yang tetap berada dalam aliran darah jauh setelah infeksi mereda, temuan antibodi terhadap suatu mikroorganisme tidak selalu berarti orang tersebut masih terinfeksi. Antibodi dapat tetap ada akibat infeksi sebelumnya.

Dokter dapat menguji beberapa antibodi, bergantung pada infeksi mana yang menurut mereka cenderung terjadi. Kadang-kadang dokter hanya melakukan tes untuk mengetahui keberadaan antibodi. Tetapi biasanya mereka mencoba untuk menentukan berapa banyak antibodi yang ada. Mereka menentukan jumlah antibodi dengan berulang kali mengencerkan sampel hingga setengah konsentrasinya hingga tes antibodi tidak menunjukkan hasil positif. Makin banyak pengenceran yang diperlukan hingga tes menjadi negatif, makin banyak antibodi yang ada dalam sampel orang yang terinfeksi.

Karena sistem imun membutuhkan waktu beberapa hari hingga minggu untuk menghasilkan antibodi yang cukup untuk dideteksi, maka diagnosis infeksi mungkin tertunda. Tes antibodi yang dilakukan segera setelah seseorang jatuh sakit sering kali memberikan hasil negatif. Dengan demikian, dokter dapat langsung mengambil satu sampel dan kemudian mengambil satu sampel lagi beberapa minggu kemudian untuk melihat adanya peningkatan kadar antibodi. Jika kadar antibodi rendah pada tes pertama setelah orang jatuh sakit, peningkatan kadar antibodi yang ditemukan beberapa minggu kemudian menunjukkan adanya infeksi aktif, saat ini, atau baru-baru ini (bukan sebelumnya).

Tahukah Anda...

  • Menemukan antibodi terhadap suatu mikroorganisme dalam darah seseorang tidak serta-merta berarti bahwa orang tersebut masih terinfeksi karena antibodi dapat tetap ada akibat infeksi sebelumnya.

Tes antigen

Antigen adalah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat memicu respons imun di dalam tubuh seseorang. Mikroorganisme (dan semua sel) memiliki antigen di permukaan dan di dalamnya. Setiap jenis mikroorganisme memiliki antigen unik yang berbeda. Dengan demikian, menemukan salah satu dari antigen tersebut menandakan keberadaan mikroorganisme spesifik.

Tes antigen mendeteksi keberadaan mikroorganisme secara langsung, sehingga dokter dapat mendiagnosis infeksi dengan cepat, tanpa menunggu seseorang untuk menghasilkan antibodi dalam merespons mikroorganisme. Tes ini juga dapat digunakan pada orang-orang yang sistem imunnya tidak dapat memproduksi banyak antibodi, seperti orang-orang yang baru saja menjalani transplantasi sumsum tulang atau yang menderita infeksi HIV stadium lanjut (atau disebut juga dengan AIDS).

Untuk melakukan tes antigen, dokter mengambil sampel dari seseorang dan mencampurnya dengan antibodi yang dites terhadap mikroorganisme yang dicurigai. Jika terdapat antigen dari mikroorganisme itu dalam sampel orang tersebut, antigen akan menempel pada antibodi yang dites. Metode berbeda dapat digunakan untuk mendeteksi kombinasi antigen–antibodi. Namun, apa pun metode yang digunakan, keberadaan antigen menandakan adanya mikroorganisme dan mungkin merupakan penyebab infeksi.

Tes yang Mendeteksi Materi Genetik dalam Mikroorganisme

Tes yang mendeteksi materi genetik dari mikroorganisme disebut

  • Tes berbasis asam nukleat

Jika mikroorganisme sulit dikultur atau diidentifikasi dengan metode lain, dokter dapat melakukan tes untuk mengidentifikasi potongan-potongan materi genetik mikroorganisme. Materi genetik ini terdiri dari asam nukleat: asam deoksiribonukleat (DNA) atau asam ribonukleat (RNA). Beberapa DNA dan RNA pada setiap organisme bersifat unik untuk organisme tersebut. Dengan demikian, menemukan sebagian dari DNA atau RNA itu menandakan keberadaan mikroorganisme tertentu.

Reaksi berantai polimerase (PCR) adalah sejenis uji berbasis asam nukleat. Teknik PCR digunakan untuk menghasilkan banyak salinan gen dari suatu mikroorganisme, sehingga mikroorganisme tersebut jauh lebih mudah diidentifikasi.

Setiap tes genetik hanya spesifik untuk satu mikroorganisme tertentu. Artinya, tes genetik untuk virus hepatitis C hanya mendeteksi virus itu dan bukan virus lainnya. Dengan demikian, tes ini hanya dilakukan jika dokter sudah mencurigai adanya penyakit atau infeksi tertentu.

Sebagian besar tes berbasis asam nukleat dirancang untuk mengidentifikasi adanya mikroorganisme (disebut tes kualitatif). Meskipun demikian, untuk infeksi tertentu, seperti HIV dan hepatitis C, tes juga dapat mengukur berapa banyak materi genetik mikroorganisme yang ada (disebut tes kuantitatif) dan dengan demikian menentukan seberapa parah infeksi tersebut. Tes kuantitatif juga dapat digunakan untuk memantau seberapa efektif pengobatan bekerja.

Tes berbasis asam nukleat kadang-kadang dapat digunakan untuk memeriksa adanya gen atau mutasi gen pada mikroorganisme tersebut yang membuat mikroorganisme resistan terhadap medikasi. Meskipun demikian, tes ini tidak sepenuhnya akurat karena tidak semua mutasi resistansi diketahui. Dengan demikian, tes tidak dapat memeriksa semua gen terhadap resistansi yang mungkin ada. Selain itu, tes ini terbilang mahal, tidak banyak tersedia, dan hanya tersedia untuk beberapa mikroorganisme.

Tes Lain yang Digunakan untuk Mengidentifikasi Mikroorganisme

Tes untuk mengidentifikasi karakteristik unik tertentu lainnya dari mikroorganisme disebut

  • Tes identifikasi yang tidak berbasis asam nukleat

Tes ini diberi nama demikian karena tidak berbasis pada identifikasi materi genetik mikroorganisme, yang terdiri dari asam nukleat (DNA dan RNA).

Misalnya, tes dapat dilakukan untuk mengidentifikasi hal berikut:

  • Zat-zat yang mikroorganisme dapat tumbuh di dalamnya atau tumbuh paling maksimal saat dikultur

  • Enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (yang membantu mikroorganisme menginfeksi sel atau menyebar lebih cepat pada jaringan)

  • Zat lain dalam mikroorganisme (seperti protein dan asam lemak) yang membantu mengidentifikasinya

Uji Pengetahuan Anda
Uji Pengetahuan AndaTake a Quiz!